Ada anak yang penderita hidrosefalus cenderung mengalami berbagai kelainan perkembangan, terutama pada masalah kecerdasan, ingatan, dan sering gagap dalam membaca.
Dengan rutinitas setiap hari membaca Al-Quran anak penderita hidrosefalus dapat hidup normal, mengaji sudah tidak gagap lagi, emosional stabil dan kecerdasannya pun normal.
Begitu juga dengan anak yang dapat diindikasikan hiperaktif, tidak sabar untuk menunggu antrian mengaji, pada saat mau mengaji keluar jalan-jalan di depan rumah. Kadang sering menabrak teman-temannya yang sedang duduk menunggu antrian mengaji karena terburu-buru ingin main keluar.
Bertahun-bertahun dengan belajar mengaji Al-Quran, anak hiperaktif mau menunggu antrian mengaji, mau nderes (membaca sendiri sebelum mengaji), dan membaca Al-Qurannya bisa tartil atau tertib tidak emosional.
Berbeda pula dengan anak Slow Learner yang mengalami kesulitan dalam mengeja dan membaca Al-Quran. Kadang ia hanya menangis ketika tidak bisa membaca.
Bagi penulis menjadi tantangan sendiri, sabar dengan anak slow learner, menunggu berhenti menangis kemudian baru disuruh membaca.
Samangat ingin lancar dan pindah halaman saat mengaji, membuatnya terus berangkat. Walaupun dia harus berulang kali nderes bersama temannya yang sudah lancar sebelum mengaji dengan penulis.
Tambahan anak yang menderita tunawicara, mengalami kelainan dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suara, sehingga menimbulkan kesulitan mengucapkan makroj huruf-huruf Al-Quran yang dipelajarinya.
Alasan anaknya, hanya ikut mengaji karena liburan atau pulang kampung. Penulis baru bisa mengajarkan sampai pada huruf "Kho,"
Awal berangkat tak ada suara yang keluar dari mulutnya, teman-temanya tertawa. Namun dengan idzin Allah SWT, ia bisa mengeja huruf "Alif, ba sampai kho." Walaupun bunyinya berbeda dengan anak yang normal.
Anak tunawicara yang mengaji bersama penulis, terlihat anak yang cerdas. Hanya tiga sampai empat pertemuan, dia cepat ingat akan huruf-huruf yang dipelajarinya dan lancar membacanya.