Mohon tunggu...
lukmanbbs
lukmanbbs Mohon Tunggu... Guru - lukmanbrebes

Ngaji pikir dan dzikir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keluarga yang Semua Anggotanya Pernah Tersengat Lebah

12 Juni 2019   19:47 Diperbarui: 12 Juni 2019   19:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyaknya sarang lebah di sekitar rumah,  kadang membuat moment pertemuan keluarga  berantakan, sedih dan juga tertawa, karena disaat sedang nikmat-nikmatnya ngobrol ada salah satu adik atau keponakan bahkan anak saya yang tersengat lebah.

Ada juga adik-adik saya, yang di pagi hari mendapatkan bagian kerja bakti, menyapu halaman rumah, sering juga terkena sengatan lebah. Sedangkan yang menyuci pakaian ataupun membersihkan piring di dapur kalau tidak hati-hati dengan lebah yang suka menempel di kran air tempat menyuci, dipastikan akan tersengat juga. Apalagi yang mendapat bagian ngepel rumah, harus super hati-hati pula, kalau enggak, mungkin akan menginjak  lebah dan terkena gigitan.

Di keluargaku ada pembagian kerja untuk bersih-bersih rumah sendiri-sendiri. Ada yang mendapat bagian ngepel, nyapu halaman dan menyuci. Dengan jumlah keluarga yang besar, tentu  dapat meringankan pekerjaan rumah. Sedangkan pada saat masak, biasanya kumpul semua dan mendapatkan bagian masing-masing, sesuai pentunjuk ibu sang koki, yang mengatur menu masakan setiap harinya.

Raung dapur dalam keluarga saya, kadang dijadikan mimbar bebas keluarga. Banyak cerita dan masalah keluarga dibahas saat sedang masak. Memang kondisi dapurnya cukup luas, terbuka, di situ pula ada sarang lebah dan ada pohon mangganya yang besar. Sehingga saat musim mangga, hitung-hitung nunggu mangga matang jatuh, tuk dimakan bersama.

Ketika anak-anak saya masih kecil, kadang saat bermain di halaman  rumah, sering juga tersengat lebah. Memang dalam keluarga di mertua, tersengat lebah sudah menjadi hal yang biasa saja. Rumah yang penuh dengan sarang lebah, dan melihat karakter lebah, yang salah satunya seenaknya sendiri dalam mencari tempat untuk bersarang. Menjadikan kami sekeluarga hanya pasrah saja, untuk memberikan keluasan lebah bersarang dan tetap berpikir positif "tinggal menunggu madunya saja untuk dikonsumsi keluarga."

Pada suatu hari, saya, mertua dan adik-adik mencoba, membuat kotak untuk bersarang lebah. Namun lebah tersebut tidak mau menempatinya. Padahal, harapan saya dari kotak yang dibuat, dapat menjadi rumah baru sang lebah. Minimal lebah tersebut dengan ikhlas pindah dari tempat semula,  tidak lagi bersarang di atap rumah, sumur dan pohon-pohon dekat rumah. Namun ternyata gagal juga.

Dalam benak saya, lebah itu merupakan salah satu makhluk Tuhan yang tidak mau diatur.  Bayangkan saja, sumur yang ada didapur dan atasnya sudah ditutup kayu yang sering menjadi tempat kumpul untuk ngobrol kelurga saat masak, juga dijadikan sarangnya. Sehingga, kalau saya sedang duduk di atasnya,  kadang membuat lebah merasa terganggu dan marah. Sehingga ia akan menyengat (Jawa: ngentup) siapa saja yang mengganggunya, padahal lebah sendiri yang salah, menempati sarang yang tidak pada tempatnya.

Dilema, kondisi rumah yang sering dijadikan sarang lebah. Pada satu sisi, membuat keluarga  kurang nyaman dan sering  eternit rumahnya rusak. Namun pada satu sisi lain dapat mendatangkan rupiah dan madunya dijadikan buah tangan ketika bersilaturahim maupun konsumsi sendiri.

Dalam diskusi keluarga, lebah dan madu tetap akan membawa manfaat, jangan ganggu mereka, tapi rawatlah untuk mendapatkan madunya.  Inilah kesepatan diskusi di dapur rumah Wedelan, Gunungwungkal Pati.
Wallahu 'alam bishowab.
(Lukman Nur Hakim)

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun