Mohon tunggu...
lukmanbbs
lukmanbbs Mohon Tunggu... Guru - lukmanbrebes

Ngaji pikir dan dzikir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keluarga yang Semua Anggotanya Pernah Tersengat Lebah

12 Juni 2019   19:47 Diperbarui: 12 Juni 2019   19:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alhamdulillah, lebaran kali ini 1440 H, saya dan keluarga bisa silatarahim ke Pati. Tempat rumah orang tua dan istri saya dilahirkan. Harapan bisa berkumpul bersama orang tua, adik dan keponakan dapat terwujud. Lebaran kali ini juga saya bersyukur sekali, karena di keluargaku tidak ada yang tersengat lebah, padahal saat keluarga saya berkumpul, ada saja yang tersengat lebah. Hanya saja, satu minggu sebelum lebaran adik saya yang perempuan tersengat lebah. Sehingga saat lebaran tiba, bekas sengatan masih terlihat dimatanya, yang membengkak dan hitam.

Tepatnya di lereng Gunung Muria, rumah orang tua berdiri, dan  dikelilingi pohon Randu, Jati dan Sengon yang besar-besar, serta tanaman tebu dan ketela pohon yang menjadi primadona para petani di sana. Tentunya dengan kondisi rumah yang dipenuhi pohon-pohon besar, membuat para peternak madu pada musim bunga,  sering menaruh kotak rumah lebah di samping, kanan kiri, belakang dan depan rumah.

Alhasil setelah rumah madu diambil pemiliknya, kadang menyisahkan lebah yang membuat sarang tersendiri di sekitar rumah, di pohon dekat rumah dan pernah juga di dalam bibir sumur yang di dapur,  sehingga terkadang membuat keluarga yang sedang masak tersengat lebah juga.

Sejak tahun 1999 saya menikah, sampai sekarang 2019 rumah masih tidak banyak berubah, dalam hal ini tidak ada tetangganya. Hanya ada para santriwati yang kebetulan di rumah ada yang menghafalkan Al-Quran yang diasuh oleh ibu mertua,  selalu menghiasi rumah denga lantunan ayat-ayat Al-Qur'an dalam setiap harinya. Sehingga rumahnya tidak pernah sepi dari bacaan kalam Ilahi para santri yang sedang menghafal Al-Quran. Mereka kadang menghafal di bawah Pohon Rambutan, Matoa maupun Duren, di sekeliling rumah, maupun di ruangan pondok.

Setelah adik-adik saya besar dan sudah ada yang menikah, orang tua saya membuatkan rumah di sebelahnya, untuk ditempati anak yang sudah menikah. dan juga mendirikan lembaga pendidikan tingkat RA (Raudlatul Athfal) dan MI ( Madrasah Ibtidaiyah), untuk menanam ilmu pengetahuan pada anak-anak dari tetangga desa sebelah. Karena selama ini, lahan yang dimiliki hanya ditanami ketela pohon dan tebu saja. Sekarang, kalau pagi hari, sekitar rumah sudah ramai oleh anak-anak sekolah, dibandingkan  dengan ketika belum ada sekolah.

Pernah suatu hari, ketika sedang asyik-asyiknya ngobrol bersama keluarga. Terlihat ternit di atas dalam rumah basah. Kata mertua saya, "itu air madu yang sudah  saatnya dipanen." Setelah selesai bicara, beliau menghubungi orang yang biasa panen madu, untuk mengambil madu di rumahnya. Tidak menunggu lama, orang yang dihubungipun datang. Dalam pikiran saya, orang yang mau panen madu tentu membawa peralatan panen madu, ternyata tidak membawa apapun, ia datang sendirian seperti orang yang biasa datang silaturahim ke mertua.

Setelah istrihat sebentar, ia membuka rokok yang diselipkan di baju sakunya. Dinyalakanlah sebatang rokok tersebut. Tanpa acara ritual dan doa-doa tertentu, mulailah orang yang yang disuruh ngambil madu, menuju sarang lebah. Ia hanya bermodal  sepuntung rokok, yang nanti akan  tiupkan di depan sarang lebah. Sayapun tidak tahu, maksud tiupan asap rokok tersebut.

Dengan bermodal ingin tahu, saya terus memperhatikan orang  yang sedang panen madu. Antara takut dan penasaran saya dekati orang yang sedang panen dan mencoba ikut memanen madu, bersama orang yang disuruh mertua untuk ngambil madu di sarang sekitar rumah. Saya perhatikan orang tersebut yang sedang memanen.  Sepertinya terlihat biasa saja, padahal badannya terselimuti lebah. Ia kelihatan tidak ada rasa takut sama sekali. Sepertinya para lebah tidak berani menyengatnya.

Ketika saya mencoba ikut memanen madu tersebut,  ada beberapa lebah terbang menuju saya dan menempel ditangan, rasa khawatir dan ketakutan menyelimuti, sehingga saya  tanpa sadar mengerakan tangan, untuk bermaksud mengusir lebah.  Tetapi yang terjadi, lebah tersebut menyengat tangan saya. Peristiwa inilah yang membuat saya trauma dan tidak berani lagi mendekat sarang lebah yang ada di sekitar rumah apalagi ikut memanen madu.

Ada ilmu baru yang belum saya temukan di kampung halaman, hanya  didapatkan di rumah mertua. Ternyata lebah suka terbang di malam hari, mendekati lampu listrik yang menyala di dalam dan di sekitar rumah. Atau berterbangan menuju tempat yang terang. Sehingga saat malam tiba, lampu rumah kadang dimatikan.

Hal ini dilakukan untuk menghindari lebah berdatangan masuk ke rumah dan   selanjutnya akan berjatuhan di keramik rumah. Kalau tidak hati-hati ketika bangun tidur dan berjalan menuju kamar mandi,  terkadang menginjak  lebah yang jatuh di keramik lantai rumah, sehingga siapapun yang lewat dan menginjak lebah tersebut. Maka sengatan lebahlah yang didapat.  Karena ketidaktahuan ada seekor lebah yang terinjak.

Banyaknya sarang lebah di sekitar rumah,  kadang membuat moment pertemuan keluarga  berantakan, sedih dan juga tertawa, karena disaat sedang nikmat-nikmatnya ngobrol ada salah satu adik atau keponakan bahkan anak saya yang tersengat lebah.

Ada juga adik-adik saya, yang di pagi hari mendapatkan bagian kerja bakti, menyapu halaman rumah, sering juga terkena sengatan lebah. Sedangkan yang menyuci pakaian ataupun membersihkan piring di dapur kalau tidak hati-hati dengan lebah yang suka menempel di kran air tempat menyuci, dipastikan akan tersengat juga. Apalagi yang mendapat bagian ngepel rumah, harus super hati-hati pula, kalau enggak, mungkin akan menginjak  lebah dan terkena gigitan.

Di keluargaku ada pembagian kerja untuk bersih-bersih rumah sendiri-sendiri. Ada yang mendapat bagian ngepel, nyapu halaman dan menyuci. Dengan jumlah keluarga yang besar, tentu  dapat meringankan pekerjaan rumah. Sedangkan pada saat masak, biasanya kumpul semua dan mendapatkan bagian masing-masing, sesuai pentunjuk ibu sang koki, yang mengatur menu masakan setiap harinya.

Raung dapur dalam keluarga saya, kadang dijadikan mimbar bebas keluarga. Banyak cerita dan masalah keluarga dibahas saat sedang masak. Memang kondisi dapurnya cukup luas, terbuka, di situ pula ada sarang lebah dan ada pohon mangganya yang besar. Sehingga saat musim mangga, hitung-hitung nunggu mangga matang jatuh, tuk dimakan bersama.

Ketika anak-anak saya masih kecil, kadang saat bermain di halaman  rumah, sering juga tersengat lebah. Memang dalam keluarga di mertua, tersengat lebah sudah menjadi hal yang biasa saja. Rumah yang penuh dengan sarang lebah, dan melihat karakter lebah, yang salah satunya seenaknya sendiri dalam mencari tempat untuk bersarang. Menjadikan kami sekeluarga hanya pasrah saja, untuk memberikan keluasan lebah bersarang dan tetap berpikir positif "tinggal menunggu madunya saja untuk dikonsumsi keluarga."

Pada suatu hari, saya, mertua dan adik-adik mencoba, membuat kotak untuk bersarang lebah. Namun lebah tersebut tidak mau menempatinya. Padahal, harapan saya dari kotak yang dibuat, dapat menjadi rumah baru sang lebah. Minimal lebah tersebut dengan ikhlas pindah dari tempat semula,  tidak lagi bersarang di atap rumah, sumur dan pohon-pohon dekat rumah. Namun ternyata gagal juga.

Dalam benak saya, lebah itu merupakan salah satu makhluk Tuhan yang tidak mau diatur.  Bayangkan saja, sumur yang ada didapur dan atasnya sudah ditutup kayu yang sering menjadi tempat kumpul untuk ngobrol kelurga saat masak, juga dijadikan sarangnya. Sehingga, kalau saya sedang duduk di atasnya,  kadang membuat lebah merasa terganggu dan marah. Sehingga ia akan menyengat (Jawa: ngentup) siapa saja yang mengganggunya, padahal lebah sendiri yang salah, menempati sarang yang tidak pada tempatnya.

Dilema, kondisi rumah yang sering dijadikan sarang lebah. Pada satu sisi, membuat keluarga  kurang nyaman dan sering  eternit rumahnya rusak. Namun pada satu sisi lain dapat mendatangkan rupiah dan madunya dijadikan buah tangan ketika bersilaturahim maupun konsumsi sendiri.

Dalam diskusi keluarga, lebah dan madu tetap akan membawa manfaat, jangan ganggu mereka, tapi rawatlah untuk mendapatkan madunya.  Inilah kesepatan diskusi di dapur rumah Wedelan, Gunungwungkal Pati.
Wallahu 'alam bishowab.
(Lukman Nur Hakim)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun