Mohon tunggu...
Luki Ahmad Rizky
Luki Ahmad Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mahasiswa Progam Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta, Penerima Beasiswa 1000 Da'i Bamuis BNI

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pantaskah Aku Hidup?

14 Juli 2025   20:47 Diperbarui: 14 Juli 2025   20:47 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Seringkali aku bertanya dalam hati, pantaskah aku hidup di tengah dunia ini? Bukan karena aku tidak ingin hidup, tetapi karena aku belum benar-benar layak. Aku tumbuh dalam pelukan keluarga yang begitu banyak memberi, namun aku sendiri belum sanggup membalas. Kedua orang tuaku bekerja tanpa lelah, tetapi justru aku menjadi beban, terutama soal biaya dan perhatian. Aku tahu mereka mencintaiku, tapi entah berapa kali aku sudah menyulitkan mereka. Dalam diam mereka menanggung banyak hal, sementara aku hanya bisa menunduk tanpa daya.

Sebagai kakak, aku belum layak dijadikan teladan. Kepada adikku, aku lebih sering menjadi sosok yang abai, tak hadir saat ia butuh sandaran. Aku tidak pernah benar-benar bisa membimbingnya, bahkan kehadiranku kadang justru menambah tekanan. Sebaliknya, aku hanya berharap dimengerti, padahal akulah yang seharusnya menjadi penopang.

Dalam hubungan, aku pun tersesat. Bagaimana mungkin aku bisa membahagiakan pasangan, jika kepada keluarga sendiri aku belum bisa berbuat apa apa? Aku menyayanginya, tapi aku juga tahu diriku belum siap. Hati ini penuh cinta, tapi penuh keraguan, karena aku masih merasa hampa sebagai pribadi yang belum selesai.

Kepada teman-teman, aku juga tak lebih baik. Aku datang hanya saat butuh, membawa beban, dan pergi saat semuanya selesai. Aku merepotkan mereka, menagih pengertian tanpa pernah benar-benar hadir untuk mereka. Aku menyebut mereka sahabat, tapi mungkin aku belum pantas disebut teman.

Dan pada akhirnya, bukan kehilangan yang paling menyakitkan... tapi kesadaran bahwa aku mungkin telah kehilangan diriku sendiri. Aku tidak tahu lagi siapa aku, apa aku sedang tumbuh, atau hanya sedang bertahan dalam gelap. Aku hidup, tapi rasanya hanya menjalani, bukan berarti. Lalu aku kembali bertanya: pantaskah aku hidup?

Namun di balik segala kelemahan ini, mungkin pertanyaan itu bukan untuk memvonis, tapi untuk mengingatkan: bahwa selama aku masih bisa bertanya, selama itu pula masih ada kesempatan untuk memperbaiki.

.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun