"Di balik gemuruh sorakan penonton dan dentuman musik pembuka, CC Cup bukan sekadar ajang perlombaan. Ia adalah ruang di mana anak muda belajar menata diri, menghadapi tantangan, dan menemukan arti sejati dari kerja sama. Setiap peluit wasit, setiap bola yang melayang, dan setiap keputusan yang diambil di lapangan adalah bagian dari perjalanan membentuk karakter. Di sinilah semangat muda diuji, bukan hanya untuk menang, tetapi untuk tumbuh menjadi manusia yang lebih baik."
Langit Menteng masih memancarkan warna oranye lembut ketika dentuman musik pagi menandai dimulainya pertandingan pertama hari itu. Di sisi lapangan voli, suara peluit wasit memecah udara, bersaing dengan teriakan penonton yang sudah memenuhi tribun. Dari jauh, sorakan "Kanisius semangat!" terdengar berulang-ulang, menandai betapa meriahnya suasana hari pertama Canisius College Cup XL 2025.
Bagi sebagian orang, CC Cup hanyalah sebuah turnamen tahunan antar pelajar. Namun bagi saya, yang terlibat langsung sebagai koordinator bidang perlombaan voli, kegiatan ini adalah perjalanan panjang tentang tanggung jawab, kebersamaan, dan pembentukan karakter.
Saya masih ingat hari-hari menjelang pembukaan. Di ruang panitia yang selalu ramai, kami memeriksa daftar perlengkapan, mengatur jadwal pertandingan, menghitung anggaran, hingga memastikan kesiapan lapangan. Semua harus berjalan tepat waktu dan sesuai rencana. Kadang terasa melelahkan, terutama ketika hal-hal kecil tidak berjalan mulus. Bola yang belum sampai, wasit yang mendadak berhalangan, atau revisi jadwal yang datang di menit terakhir. Namun di tengah kekacauan itu, saya belajar satu hal penting: kepemimpinan bukan soal memerintah, melainkan soal melayani.
Sebagai koordinator, saya harus memastikan bahwa semua panitia seksi perlombaan voli bekerja dengan arah yang sama. Saya belajar bahwa bekerja dengan banyak orang berarti siap mendengarkan banyak kepala dan hati. Ada panitia yang bersemangat luar biasa, ada yang lelah dan mulai kehilangan fokus. Ada yang berdebat soal keputusan wasit, dan ada pula yang harus menenangkan peserta yang merasa dirugikan. Dalam setiap situasi itu, saya diingatkan untuk menahan ego, berbicara dengan tenang, dan berpikir untuk kepentingan bersama.
"Kepemimpinan bukan soal memerintah, melainkan soal melayani."
Pada suatu sore yang padat pertandingan, hujan tiba-tiba turun deras. Lapangan licin, beberapa tim menolak bertanding, dan suasana menjadi tegang. Saya berdiri di tengah lapangan di bawah payung yang hampir roboh karena angin. Dalam hati saya bertanya, "Apakah semua kerja keras ini akan sia-sia?" Tetapi kemudian, salah satu pemain menghampiri saya dan berkata, "Kak, kami tetap mau main. Ini kesempatan yang tidak datang dua kali." Kalimat sederhana itu membuat saya terdiam. Di tengah genangan air, saya melihat makna sejati dari tema tahun ini, A Beautiful Thing Is Never Perfect. Keindahan tidak selalu lahir dari kesempurnaan, tetapi dari keberanian untuk tetap melangkah meskipun keadaan tidak mendukung.
CC Cup bukan hanya ajang untuk mencari pemenang, tetapi tempat di mana anak muda belajar menjadi pribadi tangguh. Di balik setiap pertandingan, ada pelajaran tentang sportivitas, tentang menghargai kerja keras orang lain, dan tentang menerima hasil dengan lapang dada. Ketika tim yang diunggulkan kalah, saya melihat air mata bercampur tawa. Ketika wasit membuat keputusan yang tidak populer, saya melihat pemain belajar menundukkan kepala dan kembali fokus bermain. Semua itu adalah latihan nyata untuk menjadi manusia yang berkarakter.
Ada momen-momen kecil yang justru paling berkesan. Seorang panitia yang menjemur net voli dengan sabar setiap pagi, pemain yang menyalami lawannya setelah kalah, atau wasit yang meminta maaf karena salah mencatat skor. Dari mereka, saya belajar bahwa karakter bukan dibangun oleh hal besar, tetapi oleh kebiasaan kecil yang dilakukan dengan kesadaran dan hati.
CC Cup mengajarkan saya tentang makna magis, semangat untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Magis bukan hanya milik pemenang di podium, tetapi juga milik siapa pun yang berani berjuang dan bertumbuh dalam prosesnya. Dalam setiap evaluasi, setiap rapat panjang, dan setiap malam yang saya habiskan untuk menyusun laporan kegiatan seperti LPJ dan LPK, saya menyadari bahwa kesempurnaan bukan tujuan akhir. Yang lebih penting adalah keberanian untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil dan menghargai proses panjang di baliknya.
Menjadi bagian dari CC Cup membuat saya mengerti bahwa membangun karakter anak muda bukan sekadar melalui kata-kata indah di ruang kelas, melainkan melalui pengalaman nyata di lapangan. Di sanalah kita belajar menghadapi konflik tanpa kekerasan, memimpin tanpa kesombongan, dan bekerja sama tanpa pamrih. Di sanalah nilai-nilai hidup benar-benar diuji, mulai dari ketekunan, tanggung jawab, empati, hingga ketulusan.
Ketika acara penutupan tiba dan seluruh panitia berkumpul di tengah lapangan dengan rasa lelah bercampur bangga, saya menatap sekeliling. Ada cahaya lampu, sorak gembira, dan wajah-wajah yang dulu penuh stres kini berubah menjadi senyum lega. Dalam hati saya tahu, kami semua telah menang, bukan karena piala yang kami pegang, tetapi karena kami tumbuh menjadi manusia yang lebih kuat dan lebih sadar akan arti kebersamaan.
Canisius College Cup XL 2025 bukan sekadar kompetisi olahraga. Ia adalah panggung pembelajaran kehidupan yang sesungguhnya. Di balik setiap poin, setiap set, dan setiap rapat kecil yang melelahkan, ada jiwa-jiwa muda yang belajar menjadi pemimpin, rekan, dan sahabat sejati. Dan mungkin di situlah letak keindahan yang sebenarnya, bahwa sebuah hal yang indah memang tidak pernah sempurna, tetapi selalu bermakna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI