Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Behavioral Event Interview (BEI), Cara untuk Terhindar dari Cerita Klise Para Pelamar

22 Januari 2018   21:03 Diperbarui: 22 Januari 2018   21:50 30476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Problem lama tentang bagaimana menemukan sekaligus menentukan seorang pekerja atau karyawan yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan bidang produksi, agar nantinya mampu memberikan sumbangsih pada perusahaan, atau minimal mampu bekerja sesuai dengan target pencapaian perusahaan, telah dipahami oleh para praktisi sebagai problem teknis rekruitmen. 

Tentunya hal itu tidak mutlak, namun pada beberapa kasus problem rekruitmen pegawai atau karyawan mendasari masalah yang sering muncul dalam perusahaan atau organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan Yuliyanti (2009) bahwa kinerja pegawai atau karyawan dipengaruhi secara signifikan oleh seleksi yang tercermin dari prosedur seleksi (Yuliyanti, 2009 dalam Fatahillah, 2016). Dari sini dipahami bahwa Proses rekruitmen menjadi aspek penting bagi sebuah perusahaan atau organisasi untuk mendistribusikan sumber daya manusia yang ada atau hendak bermaksud mencari sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas dibidangnya.

Mungkin yang disebut rekruitmen, lazim dipahami sebagaimana Schermerhorn (1997) rumuskan, bahwa hanya sebatas penentuan kandidat seseorang untuk posisi kosong dalam sebuah divisi perusahaan atau organisasi (Setiani, 2013 dalam Fatahillah, 2016). Tentu pandangan tersebut tidak lebih menarik dari pandangan Simamora (1997) bahwa rekruitmen diartikan sebagai rangkaian aktivitas mencari sekaligus memikat para pelamar kerja yang memiliki motivasi, kemampuan, keahlian dan pengaruhan yang diperuntukkan menutupi kekurangan dalam perencanaan kepegawaian (Setiani, 2013 dalam Fatahillah, 2016). 

Pandangan yang kedua menunjukkan dasar yang kuat bahwa rekruitmen bukan semata menjaring dan mendapatkan seseorang, tapi lebih dari itu berupaya untuk mendistribusikan sumber daya manusia untuk dialokasikan dalam sistem kerja perusahaan, entah dengan maksud menuntaskan masalah-masalah yang terjadi didalamnya atau terlebih memberi sumbangsih pada produksi.

Lalu bagaimana proses rekruitmen berlangsung dan siapa penanggungjawabnya? Disini peran Human Resource (HR) diperlukan. HR berfungsi sebagai komponen yang memiliki kapabilitas dalam menyeleksi, menemukan dan menentukan pegawai atau karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 

Oleh karenanya keberhasilan proses rekruitmen sangat tergantung kinerja HR dalam merumuskan program seleksi pegawai atau karyawan. Apa yang disebut Fountaine (1999) tentang keberhasilan rekruitmen sangat tergantung pada akurasi pengukuran kompetensi dan penguasaan kompetensi pada jabatan, menjadi hal terpenting bagi HR dalam merumuskan program seleksi pegawai atau karyawan. Tentu dengan maksud memperoleh sumber daya manusia yang berkompetensi dan mampu menghadapi tantangan produki atau layanan perusahaan (Fountaine, 1999 dalam Valentino, 2013).

Salah satu program seleksi yang lazim dilakukan oleh HR adalah proses wawancara kerja terhadap para pelamar atau calon pegawai. Pilihan ideal untuk melakukan seleksi bisa dengan melakukan berbagai macam kombinasi program dan instrumen, namun cara tersebut patut dipertimbangkan pula ada aspek biaya, waktu dan efektifitas.

 Kendati demikian seleksi menggunakan program wawancara secara internal maupun ekstenal juga tak luput dari kelemahan, jika program wawancara tersebut tidak dilandasi dengan kemampuan dalam menerapkan metode wawancara secara tepat , maka program seleksi tidak akan membuahkan capaian ideal tentang kualitas Sumbe Daya Manusia (SDM) terbaik bagi perusahaan (Marlessy, 2005).

Melakukan prosedur wawancara, maka akan dihadapkan pada dua komponen dasar yakni si penanya dari pihak HR sebagai interviewer dan mereka yang ditanya atau para pelamar sebagai interviewee, dengan sifat komunikasi dua arah (Valentino, 2013). Keterlibatan keduanya didalam proses wawancara  bersifat dialektis. Bagi pewawancara (interviewer) proses seleksi melalui pendekatan wawancara, sebenarnya memiliki beberapa tujuan atau kepentingan praksis yakni dalam rangka mengetahui kemampuan atau potensi, menggali yang tak nampak, memanfaatkan yang tersedia dan mendistribusikan untuk penuntasan masalah atau untuk meningkatkan kualitas. 

Namun bagi pelamar (interviewee) tidak lain adalah berkepentingan pragmatis untuk melayani setiap permintaan sesi wawancaa dari interviewer dengan satu anggapan untuk dinilai positif dan layak diterima berkerja di perusahaannya. Dari sini kepentingan pragmatis dari pelamar untuk selalu berupaya menampilkan sisi positif kendati bersifat palsu, kedok atau menipu akan menjadi batu sandungan bagi interviewer jika melakukan wawancara tanpa dilengkapi metode dan kecakapan mumpuni untuk menggali keobjektifitasan seorang calon pegawai atau pelamar pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun