Mohon tunggu...
Luh Peni Betasari
Luh Peni Betasari Mohon Tunggu... Kepala Sekolah SMA Green School Bali

Saya menyukai wisata kuliner dan tarian Bali sejak kecil sampai saat ini. Selain itu olahraga favorit adalah yoga dan pilates.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PR untuk Siswa Zaman Now: Masih Relevan?

19 Oktober 2025   21:04 Diperbarui: 19 Oktober 2025   21:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Sejarah Awal Istilah PR "Pekerjaan Rumah" (Sumber: RRI.co.id))

Selama ini, masyarakat cenderung memandang pekerjaan rumah (PR) sebagai sarana yang membantu siswa memperkuat pemahaman terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan di sekolah. Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit siswa yang justru merasa terbebani oleh keberadaan PR. Bagi sebagian besar anak, terutama pada jenjang sekolah dasar, tugas yang harus dikerjakan di rumah kerap mengurangi waktu bermain, istirahat, bahkan interaksi sosial yang esensial bagi tumbuh kembang mereka. Meski demikian, muncul perdebatan baru di tengah perubahan paradigma pendidikan modern yang kini menekankan keseimbangan antara tuntutan akademik dan kesejahteraan emosional peserta didik. Seiring berkembangnya pendekatan student-centered learning, orientasi pendidikan mulai bergeser, dari sekadar proses penyampaian ilmu pengetahuan menjadi upaya pembentukan individu yang mandiri, kritis, serta memiliki keseimbangan emosional dan sosial. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah PR masih relevan untuk dipertahankan di era pendidikan modern yang mengedepankan kebebasan belajar dan kesejahteraan peserta didik?

Perspektif Filsafat Pendidikan Modern

Filsafat pendidikan modern menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif dalam kegiatan belajar, bukan sekadar penerima informasi. Tokoh-tokoh besar seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Paulo Freire memberikan pandangan yang menekankan pentingnya pengalaman, refleksi, dan kebebasan berpikir dalam proses pendidikan. Menurut John Dewey (1938), proses belajar yang efektif berakar pada pengalaman langsung dan aktivitas reflektif. PR yang hanya berfokus pada hafalan atau pengulangan tanpa konteks kehidupan nyata tidak memberi ruang bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman mendalam. Sementara Jean Piaget (1952) menegaskan bahwa setiap anak memiliki tahapan perkembangan kognitif yang berbeda. PR yang tidak disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa justru dapat menurunkan motivasi dan menghambat semangat belajar mereka. Di sisi lain, Paulo Freire (1970) melihat pendidikan sebagai proses pembebasan. Apabila PR hanya menuntut ketaatan tanpa memberikan ruang bagi eksplorasi dan kreativitas, maka hal itu menjauhkan siswa dari semangat berpikir kritis dan dialogis yang menjadi esensi pendidikan pembebasan. Dengan demikian, dalam pandangan filsafat pendidikan modern, tugas rumah semestinya bukan sekadar bentuk pengawasan akademik, tetapi wahana bagi siswa untuk berefleksi dan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman kehidupannya yang dibarengi dengan latihan berpikir kritis dan kreatif.

Analisis: PR dalam Kerangka Filsafat Modern

Bila ditinjau melalui kacamata filsafat modern, PR masih dapat memiliki nilai positif jika memenuhi tiga prinsip utama: bermakna, kontekstual, dan proporsional. PR yang bermakna mampu mengaitkan pelajaran di sekolah dengan realitas yang dihadapi siswa di luar kelas. Contohnya, alih-alih memberikan latihan soal berulang, guru dapat meminta siswa melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitar, menulis refleksi pribadi, atau mengerjakan proyek sederhana yang melibatkan interaksi sosial. PR yang kontekstual memberikan pengalaman belajar yang relevan, sedangkan PR yang proporsional memperhatikan kebutuhan waktu istirahat, kegiatan bermain, serta kehidupan sosial siswa. Dengan demikian, PR dapat berperan dalam membentuk tanggung jawab dan kemandirian tanpa menimbulkan tekanan psikologis. Sebaliknya, PR yang diberikan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan justru berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai humanistik yang dijunjung oleh filsafat pendidikan modern. Pendidikan sejatinya harus menyeimbangkan antara academic achievement dan well-being, bukan sekadar menumpuk tugas di luar sekolah.

Implikasi bagi Guru dan Kebijakan Pendidikan

1. Implikasi bagi Guru

Filsafat pendidikan modern menegaskan bahwa pendidik bukan hanya pemberi tugas, melainkan pembimbing dan perancang pengalaman belajar. Guru diharapkan mampu:

  • merancang PR yang bersifat reflektif dan eksploratif, bukan hanya berbasis hafalan atau kuantitas tugas.

  • menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari agar siswa dapat menemukan makna belajar yang lebih luas.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun