Mohon tunggu...
Luffi Hanifah
Luffi Hanifah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Writer | Digital Marketer

Inspiring Through Typewriter and Imagination 📝

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Transformasi Layanan Kesehatan: Pra dan Pasca Pandemi

8 Desember 2021   21:20 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:16 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JAKARTA, Indonesia -- Wabah pandemi yang nyaris 2 tahun melanda memberikan dampak masif pada segala sektor kehidupan di dunia maupun Indonesia, terutama pada bidang pelayanan kesehatan.

Adanya perubahan dalam berbagai aspek mulai dari penyelenggaraan layanan, hingga kegiatan yang dilakukan membuat industri kesehatan beserta jajaran di dalamnya harus mengambil langkah tepat dalam beradaptasi dengan keadaan.

Dikutip dari jurnal kesehatan IKESPNB (Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi) adaptasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19 sebagai upaya mitigasi yang dilakukan oleh rumah sakit. Upaya mitigasi yang dilakukan seperti menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap bagi tenaga medis ketika memberikan pelayanan kepada seluruh pasien.

Pengalaman penuh perjuangan datang dari Dwi Apriyanti (31), salah seorang tenaga medis yang bertugas untuk sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta. Melalui wawancara lebih lanjut, Dwi membagikan kisahnya dan apa sebenarnya yang dihadapi oleh para tenaga medis pasca pandemi berlangsung.

Dwi menuturkan lebih lanjut kesulitan personal yang dialaminya selama menjalankan tugasnya selaku tenaga kesehatan selama merebaknya wabah Covid-19. Selain penggunaan APD yang menjadi poin ketat, ia juga bercerita tentang bagaimana rumah sakit dan tenaga medis tidak dapat melayani keseluruhan pasien akibat adanya pertimbangan pada kondisi kesehatan mereka.


"...karena kan harus melihat kondisi kesehatannya juga, banyak yang harus dilewati atau dijalani pemeriksaannya sebelum akhirnya kita memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien tersebut." ungkap Dwi menjelaskan prosedur perawatan pasien yang harus beradaptasi dengan situasi pandemi.

Ia juga menambahkan tentang bagaimana kesulitan datang dari pihak pasien yang juga dituntut mengikuti ketatnya prosedur medis rumah sakit. Berbagai hal mulai dari tidak dipatuhinya aturan penggunaan masker, hingga beberapa penolakan terhadap rapid test, turut menjadi kendala tersendiri yang harus dihadapinya beserta jajaran tenaga medis lain.

Disamping ketatnya aturan di rumah sakit, kebijakan penerimaan masuknya pasien dengan Covid-19 juga menjadi hal yang dianggapnya sebagai kendala tersendiri. Prosedur penerimaan yang meliputi pemisahan rumah sakit dengan ada atau tidak adanya pasien yang didiagnosa terjangkit virus Covid-19 menjadikan pelayanan terhadap pasien menjadi tidak maksimal.

Meski dengan kendala yang ada, Dwi tetap optimis bahwa tenaga medis serta pelayanan yang diupayakan telah berjalan sebaik mungkin. Diluar dari upaya yang ada, ia berharap kinerja pemerintah dapat dimaksimalkan dalam membantu para tenaga medis seperti dalam mengatasi kekurangan persediaan APD.

"Untuk pelayanan kesehatan dibilang sudah baik pastinya semua tenaga kesehatan itu memberikan pelayanan terbaik kepada pasien,  memberikan solusi terbaik kepada pasien,  jadi nanti kalau misalnya dibilang pelayanan sudah baik yah ya sudah baik,  tapi memang harus ada lagi beberapa hal yang perlu ditingkatkan...", Tegasnya.

Tidak hanya tenaga medis tetap, pengalaman serupa juga datang dari kalangan tenaga magang yang bekerja di kala pandemi. Diantaranya adalah Putri (20), Elsa (21), dan Maulidyah (20), ketiganya adalah mahasiswi ilmu kesehatan yang bekerja sebagai tenaga magang di rumah sakit bilangan Jakarta Pusat.

Dalam sesi wawancara, Putri menceritakan pengalamannya yang merupakan tenaga magang baru dan bagaimana ia harus beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Ia memahami bahwa situasi pandemi mengharuskan rumah sakit untuk melakukan berbagai prosedur sebelum pasien dapat diproses lebih lanjut oleh tenaga medis.

Menurutnya selain dari ketersediaan alat dan sistem yang ada, peningkatan pelayanan juga dapat diupayakan mengenai kinerja tenaga medis di tempat ia bekerja. "...tapi kurangnya itu dari karyawannya kali ya mungkin, sikapnya atau pelayanannya seharusnya lebih ditingkatkan lagi sama pasien-pasiennya".

Sama seperti Dwi, Elsa berpendapat bahwa prosedur kelengkapan APD juga menjadi poin penting yang sangat krusial bagi tenaga medis, meskipun dirinya adalah pegawai magang. Dilain sisi, Elsa juga setuju dengan pendapat Putri mengenai perlunya bagi tenaga medis di tempat kerjanya untuk meningkatkan layanan, terlebih di masa pandemi.

"Kalau APD karena menurut saya memang penting untuk diri sendiri juga, pernah kan waktu saya dinas kan pulang pergi rumah ya jadi ga ngekos, ya saya usahakan banget untuk ngelakuin hal tersebut seperti pakai masker double ya pakai face shield, terus untuk gown sebisa mungkin diganti setiap hari, itu karena untuk saya sendiri dan keluarga saya sendiri...", tegas Elsa.

Pengalaman lain dibagikan juga oleh Maulidyah dalam pengalaman magangnya. Sama seperti kedua teman lainnya, prosedur kesehatan menjadi tantangan tersendiri yang harus diadaptasi oleh dirinya ketika bekerja. 

"...sistematisnya seperti prosedur ke rumah sakitnya yang sangat ketat harus benar2 yang sehat, terus untuk penjaga juga cuman setengah orang saja, terus juga tuh sebelum tindakan operasi / rawat inap perlu swab dahulu untuk tahu hasilnya..." Ungkap Maulidyah menjelaskan situasi pelayanan kesehatan di tempatnya bekerja.

Pendapat lainnya juga datang dari Gelvin Theovilus (21), seorang mahasiswa ilmu kesehatan yang menjadi tenaga magang dari salah satu RSUD di daerah Jakarta Pusat turut merasakan pengalaman yang hampir serupa.

Menurutnya, rumah sakit tempatnya bertugas telah melakukan prosedur yang sangat sesuai. Meski terkendala dengan pembatasan praktik dan penggunaan APD Level 2 secara kontinuitas, ia merasa pihak Rumah Sakit telah melakukan langkah baik dengan memprioritaskan upaya pemutusan rantai penularan Covid-19.

"...Dengan adanya penyesuaian di era pandemi seperti ini, kendala-kendala seperti itu harus bisa kita sesuaikan salah satunya penyesuaiannya yaitu dengan membuat kebijakan dan keputusan yang bisa kita lakukan sama-sama dalam pencegahan di pandemi Covid-19 ini", ucap Gelvin menanggapi kendala yang ia alami.  

Sementara itu, Gelvin sendiri tidak merasa adanya kekurangan dalam segi pelayanan. Menurutnya penyesuaian pelayanan yang telah dilakukan selama hampir 2 tahun di era pandemi sudah sangat baik. Tidak hanya dari aturan pemerintah yang ada, namun juga lapisan masyarakat yang telah taat prosedur membuat protokol kesehatan di rumah sakit dapat dijalankan dengan maksimal.

Ia berpendapat bahwa adanya kerja sama antara tenaga medis, pemerintah, dan masyarakat yang sadar adalah kunci dari efisiennya pelayanan kesehatan di kala pandemi. "...jadi untuk pelayanan kesehatannya sudah bagus dan yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran dari masyarakatnya saja." Tukas Gelvin menegaskan.

Seperti dilansir dari laman kesehatan Kontan.co.id, CEO Bio Farma, Honesti Basyir, menilai bahwa pandemi yang terjadi pada era ini merupakan momentum perubahan bagi seluruh pihak industri kesehatan untuk berubah secara lebih kolaboratif.

"Semua pengalaman ini harus menjadi aset untuk pelajaran bagi generasi nanti. Tidak mungkin kita tidak berkolaborasi. Riset tidak harus kita sendiri yang melakukan semuanya. Kita bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset di perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya," ujar Honesti.

Dalam hal ini, mutasi varian virus yang kian cepat berubah akan turut mendorong industri kesehatan untuk berubah dan bertransformasi. Tanpa adanya kolaborasi antar pihak, maka situasi darurat ini tak akan dapat diatasi.

Dikutip dari CNN Indonesia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menekan lonjakan angka Covid-19 selain menggalakkan tingkat vaksinasi yaitu dengan mendorong akses testing Covid-19 secara menyeluruh di masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan menurunkan tarif harga PCR. Akses testing tersebut masuk dalam pilar pengendalian 3T, yaitu testing, tracing, and treatment, yang dijalankan bersama dengan protokol kesehatan. 

Upaya yang dilakukan saat ini cukup untuk menurunkan angka positif Covid-19, namun untuk benar-benar membasmi pandemi dibutuhkan kerjasama semua pihak. Indonesia harus bersatu demi bebas dari pandemi Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun