Keberhasilan Malaysia memediasi konflik perbatasan Thailand-Kamboja telah mengukuhkan posisi negara ini sebagai kekuatan diplomatik yang semakin signifikan dalam konstelasi ASEAN.Â
Kesuksesan Malaysia dalam memfasilitasi gencatan senjata tidak hanya meredakan ketegangan perbatasan, tetapi juga memperkuat perannya sebagai pemimpin dan fasilitator kunci dalam kerangka kerja ASEAN.Â
Momentum ini menempatkan Malaysia dalam posisi strategis untuk mengambil peran kepemimpinan regional yang lebih besar. Bahkan Malaysia berpotensi menggeser dominasi tradisional Indonesia dalam hierarki ASEAN.
Diplomasi Tanpa Drama
Yang menarik dari pendekatan Malaysia adalah gaya "diplomasi tanpa drama" yang dipraktikkan oleh Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim. Fakta bahwa Kamboja dan Thailand menyetujui pembicaraan, meskipun masih preliminary, merupakan kesuksesan diplomatik bagi Malaysia.Â
Meski tidak menyelesaikan krisis dalam semalam, gencatan senjata yang dihasilkan merupakan hasil langsung dari intervensi Malaysia. Pendekatan ini kontras dengan diplomasi megaphone yang sering memperkeruh situasi.
PM Anwar menjelaskan bahwa Thailand dan Kamboja memilih Malaysia sebagai lokasi perundingan perdamaian karena negara tersebut memiliki politik yang stabil dan ekonomi yang berkembang.Â
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kredibilitas domestik Malaysia ---stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang solid--- menjadi aset penting dalam diplomasi regional di Asia Tenggara.Â
Keberhasilan ini diyakini tidak terlepas dari personal touch Anwar Ibrahim yang langsung memimpin proses mediasi. Anwar secara personal mengumumkan kesepakatan gencatan senjata "segera dan tanpa syarat" antara kedua negara.Â
Ini menunjukkan komitmen tingkat tinggi dari kepemimpinan Malaysia terhadap resolusi konflik regional. Prestasi mediasi Malaysia mendapat pengakuan luas dari komunitas internasional.Â