Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenangan tentang Pasar Johar di Jantung Kota Semarang

2 Agustus 2025   15:34 Diperbarui: 2 Agustus 2025   23:46 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pasar Johar di Semarang (Kementerian PUPR via kompas.com)

Setiap kali melewati Jalan Ahmad Yani dan melihat bangunan modern Pasar Johar yang kini berdiri megah, nostalgia masa kecil langsung menyeruak. 

Bagi saya, pasar yang telah berusia lebih dari 160 tahun ini bukan sekadar tempat belanja, tapi juga menjadi saksi bisu perjalanan hidup dari masa kanak-kanak hingga duduk di bangku SMA. 

Di pasar ini, di antara hiruk-pikuk pedagang dan aroma rempah yang menguar, saya belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya. Memang cuma sekelumit potret masa lalu, tapi ingatan itu membekas hingga bisa mengisi tulisan ini.

Labirin raksasa 

Tahun 1980-an, ketika masih lima tahunan, Pasar Johar terasa seperti labirin raksasa yang penuh misteri. Bangunan tua dengan atap cendawan khas karya arsitek Belanda Thomas Karsten itu tampak begitu megah di mata seorang anak, seperti saya. 

Belum banyak mall atau supermarket waktu itu. Kalaupun ada, letaknya jauh dari rumah. Sri Ratu namanya. Lalu saya tahu puluhan tahun kemudian pas reformasi. Pemilik supermarket itu adalah (keluarga) politisi salah satu partai politik.

Karenanya pasa Johar adalah segalanya bagi orang Semarang. Setiap Sabtu pagi, saya diajak belanja ke sana. Perjalanan itu bagaikan petualangan yang dinanti-nantikan. Walau kadang capek juga buat anak kecil kalo tanpa beli jajanan atau minuman di pasar.

Ingatan pertama yang lamat-lamat muncul adalah aroma khas pasar yang menyeruak begitu memasuki pintu masuk utama. Campuran bau ikan segar, sayuran, rempah-rempah, dan sedikit amis dari lantai yang basah, plus bau sampah... menciptakan signature scent yang hanya dimiliki Pasar Johar. 

Suara tawar-menawar riuh disertai teriakan pedagang yang menawarkan dagangan, dan ditingkahi omelan harga terlalu mahal seolah menjadi ritual pasar ketika itu. Apalagi bunyi becak yang hilir mudik di luar pasar menjadi soundtrack ikonik masa kecil yang tak terlupakan.

Yang paling membekas adalah deretan pohon johar tua yang masih berdiri tegak di sekitar pasar. Ada cerita bahwa nama Johar berasal dari deretan pohon johar yang dipagari di tepi jalan sejak tahun 1860. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun