Setiap kali melewati Jalan Ahmad Yani dan melihat bangunan modern Pasar Johar yang kini berdiri megah, nostalgia masa kecil langsung menyeruak.Â
Bagi saya, pasar yang telah berusia lebih dari 160 tahun ini bukan sekadar tempat belanja, tapi juga menjadi saksi bisu perjalanan hidup dari masa kanak-kanak hingga duduk di bangku SMA.Â
Di pasar ini, di antara hiruk-pikuk pedagang dan aroma rempah yang menguar, saya belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya. Memang cuma sekelumit potret masa lalu, tapi ingatan itu membekas hingga bisa mengisi tulisan ini.
Labirin raksasaÂ
Tahun 1980-an, ketika masih lima tahunan, Pasar Johar terasa seperti labirin raksasa yang penuh misteri. Bangunan tua dengan atap cendawan khas karya arsitek Belanda Thomas Karsten itu tampak begitu megah di mata seorang anak, seperti saya.Â
Belum banyak mall atau supermarket waktu itu. Kalaupun ada, letaknya jauh dari rumah. Sri Ratu namanya. Lalu saya tahu puluhan tahun kemudian pas reformasi. Pemilik supermarket itu adalah (keluarga) politisi salah satu partai politik.
Karenanya pasa Johar adalah segalanya bagi orang Semarang. Setiap Sabtu pagi, saya diajak belanja ke sana. Perjalanan itu bagaikan petualangan yang dinanti-nantikan. Walau kadang capek juga buat anak kecil kalo tanpa beli jajanan atau minuman di pasar.
Ingatan pertama yang lamat-lamat muncul adalah aroma khas pasar yang menyeruak begitu memasuki pintu masuk utama. Campuran bau ikan segar, sayuran, rempah-rempah, dan sedikit amis dari lantai yang basah, plus bau sampah... menciptakan signature scent yang hanya dimiliki Pasar Johar.Â
Suara tawar-menawar riuh disertai teriakan pedagang yang menawarkan dagangan, dan ditingkahi omelan harga terlalu mahal seolah menjadi ritual pasar ketika itu. Apalagi bunyi becak yang hilir mudik di luar pasar menjadi soundtrack ikonik masa kecil yang tak terlupakan.
Yang paling membekas adalah deretan pohon johar tua yang masih berdiri tegak di sekitar pasar. Ada cerita bahwa nama Johar berasal dari deretan pohon johar yang dipagari di tepi jalan sejak tahun 1860.Â