Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nuansa Kultural dalam Lebaran di Semarang

31 Maret 2025   12:55 Diperbarui: 31 Maret 2025   12:55 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSt0MvX-FnBk7UW11hTYgXDTq9h-ne5fazYVGIYNmZzUpVt70MJUASICI0&s=10

Selamat hari Raya Idul Fitri 1446H. Semoga kita semua mendapatkan berkah melimpah.

Hari Raya Idul Fitri, atau Lebaran, lebih dari sekadar perayaan keagamaan. Hari baik bagi umat Islam itu juga mencerminkan representasi keberagaman kultural Indonesia yang kaya makna. 

Begitu juga di Semarang. Sebagai sebuah kota metropolitan dengan warisan sejarah multikultural, Lebaran di Semarang menjadi momen transformatif.  Ada tontonan mengenai toleransi dan kebersamaan secara nyata.

Seperti daerah lainnya di negeri ini, Lebaran tidak lagi cuma ditandai dengan ritual keagamaan. Lebaran juga menjadi wujud nyata bagi praktik sosial yang bhinneka. 

Tradisi mudik misalnya, bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan kultural yang mempertemukan kembali berbagai generasi, etnis, dan latar belakang sosial. 

Di kawasan Kampung Batik, Semarang, misalnya, keluarga-keluarga yang tersebar di berbagai kota kembali berkumpul. Mereka juga membawa tradisi batik dan cerita keluarga yang diwariskan turun-temurun.

Aspek kuliner Lebaran di Semarang memperlihatkan hibriditas budaya yang menakjubkan. Makanan khas seperti wingko babat - sejenis kue tradisional Semarang - kerap menjadi hidangan spesial saat lebaran. 

Di kawasan Pecinan, keluarga Tionghoa Muslim biasanya menyajikan kombinasi unik antara kue keranjang (kue traditional Tionghoa) dengan ketupat, telah menciptakan dialog kuliner yang menarik.

Praktik sosial Lebaran di Semarang memiliki keunikan tersendiri. Di kompleks permukiman Tambak Aji, misalnya, warga Muslim dan non-Muslim secara bersama-sama menggelar open house. 

Tetangga dari berbagai agama saling berkunjung, berbagi makanan, dan mempererat hubungan sosial. Tradisi ini menunjukkan bagaimana Lebaran telah melampaui sekat-sekat primordial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun