Selamat hari Raya Idul Fitri 1446H. Semoga kita semua mendapatkan berkah melimpah.
Hari Raya Idul Fitri, atau Lebaran, lebih dari sekadar perayaan keagamaan. Hari baik bagi umat Islam itu juga mencerminkan representasi keberagaman kultural Indonesia yang kaya makna.Â
Begitu juga di Semarang. Sebagai sebuah kota metropolitan dengan warisan sejarah multikultural, Lebaran di Semarang menjadi momen transformatif. Â Ada tontonan mengenai toleransi dan kebersamaan secara nyata.
Seperti daerah lainnya di negeri ini, Lebaran tidak lagi cuma ditandai dengan ritual keagamaan. Lebaran juga menjadi wujud nyata bagi praktik sosial yang bhinneka.Â
Tradisi mudik misalnya, bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan kultural yang mempertemukan kembali berbagai generasi, etnis, dan latar belakang sosial.Â
Di kawasan Kampung Batik, Semarang, misalnya, keluarga-keluarga yang tersebar di berbagai kota kembali berkumpul. Mereka juga membawa tradisi batik dan cerita keluarga yang diwariskan turun-temurun.
Aspek kuliner Lebaran di Semarang memperlihatkan hibriditas budaya yang menakjubkan. Makanan khas seperti wingko babat - sejenis kue tradisional Semarang - kerap menjadi hidangan spesial saat lebaran.Â
Di kawasan Pecinan, keluarga Tionghoa Muslim biasanya menyajikan kombinasi unik antara kue keranjang (kue traditional Tionghoa) dengan ketupat, telah menciptakan dialog kuliner yang menarik.
Praktik sosial Lebaran di Semarang memiliki keunikan tersendiri. Di kompleks permukiman Tambak Aji, misalnya, warga Muslim dan non-Muslim secara bersama-sama menggelar open house.Â
Tetangga dari berbagai agama saling berkunjung, berbagi makanan, dan mempererat hubungan sosial. Tradisi ini menunjukkan bagaimana Lebaran telah melampaui sekat-sekat primordial.