Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kunjungan Pelosi ke Taiwan Memicu Ketegangan AS dan China

2 Agustus 2022   14:44 Diperbarui: 4 Agustus 2022   23:48 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah papan reklame di Taipei, Taiwan, Selasa (2/8/2022), menayangkan ucapan selamat datang kepada Ketua DPR AS Nancy Pelosi. Foto: AP/Chiang Ying-Ying via Kompas

Ketegangan kawasan seolah ada di mana-mana di berbagai wilayah di dunia. Perang Rusia-Ukraina belum selesai, namun ketegangan berlanjut ke kawasan Asia. Amerika Serikat (AS) tampaknya tidak merasakan kemenangan di kawasan Eropa, sehingga merasa perlu menjajal kekuatan China.

Titik pusat ketegangan itu pada saat ini adalah Taiwan. Kontroversi kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan telah menimbulkan ketegangan di Selat Taiwan. Pemerintah China mengulangi ancamannya tentang kemungkinan aksi militer jika Pelosi benar-benar berada di Taiwan.

Kunjungan itu menjadi sebuah kontroversi internasional karena dua hal. Pertama, ketidakjelasan kunjungan itu telah melahirkan kontroversi. China menunjukkan protes kerasnya.

Bahkan protes China ditunjukkan secara nyata melalui penggelaran kekuatan militernya. Bertepatan dengan peringatan kelahiran People's Liberation Army (PLA/Tentara Pembebasan Rakyat) China, penggelaran militer menjadi ajang unjuk kekuatan dan kesiapan China merespon kunjungan Pelosi.

Berita-berita yang belum dikonfirmasi mencatat kendaraan logistik militer China sedang membawa kendaraan tempur dan artileri berat yang diduga menuju ke wilayah pesisir terdekat dengan Taiwan. Bahkan di platform Weibo, Komando Timur PLA merilis sebuah rekaman kesiapsiagaan militer Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara China untuk bertempur.

Kedua, asal kontroversi itu adalah kunjungan penjabat resmi AS yang biasanya dirahasiakan. China selalu menolak kunjungan pejabat resmi AS ke Taiwan. Alasannya adalah bahwa kunjungan itu dianggap sebagai pengakuan secara tidak langsung AS terhadap Taiwan sebagai sebuah negara berdaulat.

Data intelijen AS mengakui pergerakan sejumlah peralatan militer China mendekati wilayah Taiwan. China dikhawatirkan akan melakukan provokasi militer, seperti penembakan rudal di Selat Taiwan atau serangan skala besar ke wilayah udara Taiwan.

Kebijakan Satu China

Perilaku China itu sebenarnya didasarkan pada kebijakan "One China Policy." Bagi pemerintahan Xin Jinping, Taiwan adalah bagian dari People's Republic of China. Kenyataan itu bahkan telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan tidak adanya perwakilan resmi Taiwan di badan dunia itu.

Sumber: wilsoncenter.org
Sumber: wilsoncenter.org

Berita terakhir mengabarkan Pelosi tidak akan berkunjung ke Taiwan. Akibatnya, polemik kunjungan Pelosi ke kawasan Indo-Pasifik sedikit mereda. Namun demikian, kunjungan itu tampaknya bisa dipandang sebagai pemicu konflik internasional dari ketegangan antara AS dan China.

Banyak pihak berpendapat bahwa kemungkinan besar China akan menggunakan kontroversi kunjungan Pelosi untuk melakukan agresi militer ke Taiwan. Pandangan ini seolah menguatkan dukungan Presiden Jinping kepada kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.

Sebaliknya, AS mencoba meredam ketegangan melalui penegasan tetap berpegang ada kebijakan Satu China. Washington tidak mengubah kebijakannya untuk tetap mendukung Beijing. AS membuktikannya melalui upaya Gedung Putih memberikan pengertian mengenai konsekuensi kunjungan itu kepada Pelosi.

Kebijakan itu juga berarti bahwa AS secara diplomatis mengakui ”kedaulatan” Beijing atas Taipei. Yang paling penting dari kebijakan itu adalah AS menentang kemerdekaan penuh Taiwan dan, sebaliknya, pengambilalihan Taiwan secara paksa oleh China.

Melalui pengakuan itu, AS menjelaskan posisinya mengenai Taiwan. Selama ini AS telah berulang kali menegaskan kebijakan Satu China tidak berubah dan menentang setiap perubahan status quo di kedua sisi Selat Taiwan.

Hubungan dekat AS dan Taiwan memang menimbulkan kekhawatiran bagi China. Militer AS diyakini membantu Taiwan jika Beijing melakukan aksi militer terhadap wilayah itu.

Dengan posisi seperti itu kedua pihak diharapkan mengambil tindakan militer yang dapat menyebabkan risiko keamanan besar. Semua pihak tentu saja berharap Taiwan tidak mengalami provokasi dan bernasib sama dengan Ukraina.

Sebagaimana perang Rusia-Ukraina telah berdampak ke negara-negara di sekitarnya, khususnya benua Eropa. Krisis Taiwan dikhawatirkan juga berdampak serupa. Sebagaimana Ukraina, Taiwan juga memiliki produk tertentu yang sangat dibutuhkan oleh berbagai industri teknologi tinggi di negara-negara lain, seperti AS dan China.

Selain itu, ketegangan itu juga beriringan dengan peningkatan ketegangan di Laut China Selatan (LCS). Beberapa insiden antara China dengan kapal laut negara-negara lain, seperti Filipina dan Vietnam, dapat memprovokasi ekskalasi konflik maritim antara AS dan China.

Risiko keamanan kawasan bisa menjadi pertimbangan strategis bagi AS dan China untuk mempertahankan status quo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun