Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Implikasi Perang Rusia-Ukraina terhadap Presidensi G20 Indonesia

7 Maret 2022   00:18 Diperbarui: 8 Maret 2022   07:05 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
G20 adalah sebuah forum kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. (Antara Foto/Pool/Hafidz Mubarak A)

Perang Rusia-Ukraina sejak 24 Februari 2022 sangat berpotensi mengganggu Presidensi Indonesia dalam G20. Seperti diketahui bersama, Presidensi Indonesia pada G20 telah secara resmi dimulai pada 1 Desember 2021. 

Presidensi tersebut akan berlangsung selama 1 tahun hingga 30 November 2022. G20 terdiri dari 20 negara, bank sentral, dan Uni Eropa. Organisasi multilateral G20 dibentuk pada 26 September 1999. Organisasi ini berfokus pada perekonomian dan keuangan global.

Presiden Joko Widodo menyambut antusias penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia. Bahkan Jokowi menekankan arti penting peran itu tidak hanya bersifat seremonial. Lebih jauh, Presiden Jokowi sangat berharap bahwa presidensi itu dapat memberikan hasil nyata dan melahirkan terobosan besar untuk pemulihan ekonomi nasional dan dunia.

Penyelenggaraan event G20 diprediksi dapat memberikan berbagai manfaat ekonomi 1,5 hingga 2 kali lebih besar jika dibandingkan dengan penyelenggaraan acara Annual Meeting IMF-World Bank di Bali pada 2018.

Selain itu, penyelenggaraan event internasional itu juga diharapkan dapat menaikkan konsumsi domestik sebesar Rp1,7 triliun dan PDB domestik Rp7,43 triliun dari kunjungan para delegasi. Presidensi G20 Indonesia juga dapat menyerap lebih dari 33.000 tenaga kerja di berbagai sektor.


Yang tidak kalah penting adalah bahwa Indonesia akan mendapatkan manfaat strategis. Melalui posisi presidensi itu, Indonesia akan turut berperan besar di dalam menentukan arah kebijakan global di masa depan.

Pada 20 Februari lalu, para menteri keuangan G20 membahas kemungkinan konsekuensi dari perang di Eropa. Pada pertemuan di Jakarta itu, mereka melihat prospeknya tidak terlihat menjanjikan. 

Apalagi dunia dihadapkan pada tantangan utama, yaitu pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19. Walaupun terbentang sejauh 14.000 kilometer jauhnya dari Ukraina, serangan militer Rusia menimbulkan kekhawatiran besar.

https://telegrafi.com/wp-content/uploads/2022/02/g20-1200x630.jpg
https://telegrafi.com/wp-content/uploads/2022/02/g20-1200x630.jpg

Dampak perang
Situasi mendadak yang berkaitan dengan perang Rusia-Ukraina tidak dapat diabaikan begitu saja. Perkembangan di hari ke-10 perang itu menunjukkan dinamika yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Beberapa perkembangan ini secara potensial dapat mengganggu keberhasilan presidensi Indonesia di forum multilateral G20 pada 2022.

Pertama, perang Rusia-Ukraina secara tidak terduga menimbulkan mobilisasi kolektif negara-negara pendukung Rusia dan Ukraina. 

Dunia secara tidak terhindarkan terbagi menjadi blok Amerika Serikat dan NATO sebagai pendukung Ukraina. Blok ini diwakili secara multilateral melalui 141 negara anggota PBB yang menyetujui Resolusi PBB dan menentang keras invasi militer Rusia ke Ukraina.

Kedua, sebagian besar negara-negara itu bersatu memberlakukan sanksi ekonomi kepada Rusia. 

Blok AS dan NATO tidak melakukan serangan militer secara langsung kepada Rusia. Sebaliknya, mereka melancarkan perang asimetris berupa serangan non-militer. Mereka membela Ukraina dengan menyerang Rusia secara ekonomi dan tidak langsung.

Sanksi ekonomi kepada Rusia bahkan dilakukan oleh perusahaan keuangan internasional, Mastercard dan Visa. Akibatnya, transaksi keuangan secara internasional tidak dapat dilakukan oleh pemegang kedua kartu itu secara leluasa. Akibat itu juga harus dirasakan oleh orang asing pemegang kartu itu di Rusia.

Ketiga, perang Rusia dan Ukraina menyebabkan produk domestik mereka, seperti minyak, gas, dan gandum, tidak dapat diperdagangkan secara internasional secara mudah. 

Semua produk Rusia diboikot oleh berbagai negara dipimpin AS. Kenaikan harga minyak di seluruh dunia, misalnya, dapat menyebabkan konsekuensi negatif bagi pertumbuhan ekonomi dunia.

Perang sudah berlangsung selama 10 hari itu belum diketahui akan berakhir. Rusia kemungkinan besar akan memperlambat penyelesaian perang dengan perhitungan bahwa perang akan memberikan dampak dalam jangka panjang bagi berbagai negara importir produk kedua negara yang berperang itu.

Dampak keempat, perang tersebut dikhawatirkan menyebabkan ke-20 anggota G20 tidak dapat hadir secara lengkap. Ke-20 negara anggota organisasi itu adalah Australia, Argentina, Brasil, Kanada, China, Uni Eropa, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Arab Saudi, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat. 

Dengan komposisi itu, Presiden Rusia Vladimir Putin diperkirakan tidak dapat hadir pada pertemuan tingkat tinggi G20 di Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki hak mengundang Putin, negara-negara pendukung Ukraina diperkirakan akan menolak hadir jika Putin datang ke G20. Yang merepotkan lagi, jika Putin dapat hadir, G20 dikhawatirkan diboikot oleh negara-negara pendukung Ukraina.

Kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina tentu saja tetap diberi ruang terbuka. Kedua negara diperkirakan akan kembali ke meja perundingan Senin besok. Optimisme tentang penghentian perang atau gencatan senjata memang kemungkinan besar belum bisa diharapkan. Meskipun demikian, perundingan damai diharapkan dapat meningkatkan peluang-peluang perdamaian kedua negara. 

Selain itu, konsekuensi dari perundingan besok dan perang itu sendiri belum bisa diperkirakan, termasuk dampaknya bagi para pemimpin G20 hadir secara lengkap di Indonesia. 

Dalam posisi sebagai Presiden pertemuan multilateral itu, Indonesia berharap perang tersebut tidak berdampak jangka panjang kepada perekonomian global. Apalagi Indonesia menempatkan presidensi G20 itu sebagai momentum nasional dan global untuk bangkit atau pulih dari konsekuensi ekonomi sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

Jika hal itu terjadi, manfaat G20 terhadap perekonomian global dan domestik perlu ditinjau ulang. Prediksi seperti itu memang dapat dijauhkan, namun antisipasi perlu diperhitungkan agar G20 tetap memberikan manfaat bagi Indonesia. Semua pihak sangat berharap perang Rusia dan Ukraina dapat segera selesai dan tidak menimbulkan dampak jangka panjang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun