Tahun 1973, seorang pemain Belanda bernama Johan Cruyff bergabung dari Ajax Amsterdam. Hal menarik terjadi ketika dalam pers perkenalan sebagai pemain Barcelona, Cruyff menyatakan bahwa ia lebih memilih Barcelona dibanding Real Madrid karena ia tidak akan mau bermain di sebuah klub yang diasosiasikan dengan Jenderal Franco. Bersama Johan Neeskens, mereka langsung membawa Barcelona meraih gelar Liga Spanyol dan dalam tahun yang bersamaan, Barcelona mampu mempermalukan Real Madrid di kandangnya sendiri dengan skor 5-0. Pada tahun itu, Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda pun dikekalkan di Camp Nou.
Meski berlangsung setiap tahun, duel ini begitu monumental hingga Johan Cruyff dan Bobby Robson---saat melatih Barcelona pada akhir 1980-an hingga akhir 1990-an---mengibaratkan El Clsico bukan sekadar pertandingan sepak bola, melainkan sebuah peperangan. Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi El Clsico akan merasa seperti membawa pasukan serdadu perang, bukan sebuah kesebelasan sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan.
Hal yang sama berlaku bagi para pelatih; ketika seseorang diangkat menjadi pelatih, seolah terdapat beban dan ekspektasi besar yang langsung diberikan oleh klub. Meski begitu di dalam lapangan, "peperangan" ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportivitas yang tinggi, karena sportivitas merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik. Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur, dan karakter. Terlepas dari siapa pelatihnya dan gaya bermain yang diterapkan, karakter utama tim ini tetap sama, yaitu permainan menyerang. Sebagai tim yang bermain dengan gaya menyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalunya, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, karena itu adalah simbol ketakutan bagi mereka. Kalah atau menang adalah hal biasa, tetapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan.
Rivalitas itu terus hidup, meskipun tidak sepanas pada tahun-tahun awalnya. Bisa dibilang, rivalitas saat ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih "sehat". Namun, permusuhan yang telah mengakar sejak lama menjadikan setiap duel di antara keduanya selalu menghadirkan sesuatu yang spesial. Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya dua kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan El Clsico, karena memang menyajikan satu duel klasik dengan rentetan sejarah panjang terbentang dibelakangnya.
Senyum Lebar Publik Catalunya pada Musim 2024/2025
Setelah melalui musim yang panjang, masyarakat Catalan merayakan kemenangan FC Barcelona dalam parade pada 16 Mei 2025. Barcelona sukses menjuarai Liga Spanyol, Copa del Rey, dan Supercopa de Espaa dalam satu musim.
Hal yang menarik, dalam final Copa del Rey dan Supercopa de Espaa, FC Barcelona bertemu dengan rival abadinya, Real Madrid. Final Supercopa de Espaa yang digelar di King Abdullah Sports City, Jeddah, berlangsung dengan hujan gol. Lima gol berhasil disarangkan ke gawang Thibaut Courtois, penjaga gawang Real Madrid, sementara pasukan Los Blancos hanya mampu membalas dengan dua gol.
Pada ajang Copa del Rey, laga berlangsung sengit. Pedri membuka keunggulan bagi Barcelona melalui gol pembuka. Pertandingan memanas hingga menit ke-70 dan 77, saat Real Madrid mencetak dua gol dan membalikkan keadaan menjadi 2-1. Namun, Barcelona tidak tinggal diam. Mereka kembali bangkit dan mengakhiri laga dengan kemenangan dramatis 3-2, memastikan trofi Raja jatuh ke tangan pasukan Catalunya di Sevilla. Tak hanya itu, Barcelona juga menyapu bersih dua pertemuan mereka dengan Real Madrid di La Liga dengan skor telak.
Bagi rakyat, kemenangan ini bukan sekadar antara 'FC Barcelona' dan 'Real Madrid', melainkan kemenangan rakyat Catalunya atas Kerajaan Spanyol. Rentetan panjang sejarah itulah yang membuat laga El Clsico selalu dinantikan oleh para pecinta sepak bola dari seluruh penjuru dunia.
Demikianlah sejarah panjang di balik FC Barcelona sebagai simbol perlawanan rakyat Catalunya. Mereka menunjukkan bahwa sepak bola bukan sekadar olahraga, bahwa lapangan hijau bisa menjadi medan penyampaian idealisme, dan yang terpenting, bahwa sepak bola adalah alat perjuangan.
Ditulis oleh: Dewa Pranata Putra Purnama
Editor: Ellyna Maharani Agustya & Daniel N. M. Situmorang