Pada umumnya orang dayak di sebut Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang.[1]Istilah Daya (tanpa huruf k) sendiri baru dikenal tahun 1895, yang ditulis oleh ilmuwan Belanda, Dr. August Kaderland dalam laporannya tentang ”Manusia di Borneo”. 50 tahun kemudian, seorang antropolog Indonesia, Lahadjir, mengatakan bahwa penduduk asli di Kalimantan sendiri jauh sebelumnya, belum mengenal istilah “Dayak” pada umumnya. Akan tetapi orang-orang diluar lingkup mereka yang menyebut mereka sebagai “ Dayak” (Lahajir, 1993). Sembilan puluh tujuh tahun setelah penemuan istilah Dayak, barulah, dalam sebuah seminar nasional yang dihadiri oleh wakil-wakil orang Dayak seluruh Kalimantan (Barat, Tengah, Selatan, Timur, Sabah dan Sarawak) tahun 1992, kata “Daya” disepakati untuk diseragamkan menjadi “Dayak”. Sebuah identitas baru, hasil rumusan abad 21.[2]
Kehidupan Dayak kanayatn dari bercocok tanam sampai kepada pemenuhan sandang dan tempat tinggal. Merasa telah dihidupi oleh alam, untuk itu masyarakat Dayak perlu menghormati alam dengan cara melakukan upacara dan memberikan sesaji. Dalamupacara ritual dalam masyarakat Dayak Kanayatn berkaitan dengan makhluk halus yang dipercaya banyak mendiami hutan disekitar tempat mereka tinggal, melalui upacara mereka merealisasikan penghormatan dan rasa syukur terhadap Jubata atas hasil yang mereka dapatkan. Di dalamnya banyak kesenian yang ditampilkan, seperti tari dan irama musik Dayak Kanayatn.
Dalam faktor geografi ini diketahui bahwa lingkungan perbukitan dan hutan merupakan salah satu pendukung eksistensi kesenian tradisional yang dituangkan dalam bentuk tarian dan musik dalam sebuah upacara yang berkaitan dengan alam dan kepercayaan, masyarakat adat sukudayak bukit menyakini Tuhan dengan sebutan Jubata, tetapi Jubata belumtepat dengan pengertian Tuhan yang sebenarnya karena jubata dalam pengertian Dayak kanayatnsebagai sifat yang suka / dapat menolong. Ada pun Tuhan yang sebenarnya adalah Ene Daniang yang layak disebut Jubatakarena memiliki sifat maha penolong, maha pengasih dan maha penyayang dengan kuat kuasanya maka Ene Daniang dapat pula menciptakan langit dan bumi serta isinya. Untuk mengetahui ketujuh kuasaEne Daniang seperti yang di uraikan di bawah ini :
Ne’ Nange, Allah yang menciptakan langit dan bumi serta isinya.
Ne’ Pangedong, Allah yang yang memperhatikanhasil dari ciptaan Ene’ Daning, apakah sudah sempurna atau belum sempurna
Ne Panampa’, Allah yang menjadi manusia yang pertama ialah Nor Adam.
Ne’ Amikng Ne, pemijar, Allah yangmember sarakng nyawa tali segat. Artinya, yang memberikan nafas kehidupan kepada manusia yang pertama.
Ne’ Taratatn, Allah yang member bohol nang lanu’ sukat nang panjakng sadapa’ layakng satinggi diri’. Artinya Allah yang memberikan kesegeran jasmani dan rohani.
Ne’ Pangingu, Allah yang memberikan tono’ silobokng gunapm barote’. Artinya Allah yang melindungi selama kita masih hidup di dunia yang pana ini.
Ne Pajaji, Allah yang memberikan barakat untukng tuah. Artinya Allah yang memberikan berkat untung tuah rezeki serta memelihara hasil ciptaan Ene’ Daniang( Tuhan yang maha esa)
hanyalah satu, Dia bergerak dengan tujuh kuasanya dan ketujuh kuasa itubahwa dunia serta isinya adalah ciptaan ene’ Daniang ( Tuhan Yang Maha Esa).[3]
Dalam mengungkapkan kepercayaan kepada Ne Daniang mereka membangguntempat ibadahdi hutanyang di beri nama penyugu.[4]Dengan adanya keyakinan tersebutuntuk mengungkapkan apa yang disebut “Jubata” oleh Masyarakat adat Dayak Kanayatn, agar dapat dimengerti dan dipahami secara jelas bukanlah merupakan yang sederhana dan perlu waktu yang cukup banyak, karena tidak dapat dipisahkan dan sangat erat sekali kaitannya dengan adat, mithe-mithe tentang kejadian alam semesta dan manusia dan mithe-mithe lainya yang memperlihatkan keterkaitan-keterkaitan antara manusia dengan makhluk-makhluk lain serta alam lingkungan sekitarnya.
Masyarakat adat Dayak Kanayant yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam nyata dan kehidupan alam maya. Yang berada di alam kehidupan nyata ialah makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan yang berada di alam kehidupan maya antara lain: Ibalis, bunyi’an, antu, sumangat urakng mati.[5] Masyarakat Adat Dayak Kanayatn sangat yakin bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini berasal dari Jubata. Jubata sebagai Pencipta, dan Pemelihara segala sesuatu yang ada di alam nyata maupun di alam maya dan karena itu dikalangan masyarakat adat Dayak Kanayatn Jubata sangat dihormati, dimuliakan dan diagungkan. Jubata diyakini pula sebagai yang sangat baik, sangat murah hati, sangat adil, tetapi tidak segan untuk menghukum perbuatan-perbuatan yang jahat.[6] adanya keyakinan ini orang Dayak berdoa. Yohanes Supriadi dalam artikel”
Doa merupakan bentuk komunikasi nyata dari manusia dengan unsur-unsur lain yang dianggap memiliki kekuatan seperti manusia, bahkan lebih, dalam sistem kehidupan.[7]
Sehingga doa dalam bahasa Dayak Kanayatn diebut bamang yaitu ungkapan permohonan dalam pernyataan pendek tanpa atau dengan kurban sederhana, yaitu nasi’ dua’ gare’ (nasi dan garam, atau sirih masak (kapur, sirih, gambir, tembakau dan rokok daun nipah)”.[8] Dengan adanya instrumen ini di persembahkan kepada Jubata melalui bamang yang dinaikan oleh para imam panyagahatn.
Masyarakat adat Dayak Kanayatn mengenal tradisi bersyukur dan meminta dengan sebutan ‘nyangahatn’.[9]Nyangahatn yaitu upacara sembahyang menurut agama asli orang dayak kanayatn.[10]Secara umum Nyangahathn terdiri dari serangkaian kegiatan, yakni: Matik adalah doa yang bertujuan menginformasikan kepada Sang Pencipta dan Awa Pama (roh leluhur) tentang hajat keluarga yang dilaksanakan malam hari sebelum hari labuh, atau sebelum berlangsungnya kegiatan ada pun perlengkapan atau sajiannya berupa: Tumpi’ Sunguh (cucur yang terbuat dari tepung beras yang diaduk dengan garam tanpa warna, dan tanpa ketan), Poe’ Sepiring (ketan masak sepiring), Ai’ Pasasahathn (air pencucian dalam cawan), Pelita (lampu), Kobet (Tiga buah, berisi sobekkan tumpi’ Sunguh, poe’, dilengkapi sirih masak).[11] Ngalantekatn adalah doa yang bertujuan memohon agar keluarga dan semua yang terlibat dalam pekerjaan memasak selamat, dalam sajian yang digunakan adalah Bantahan (sepiring beras sunguh/biasa dan sepiring beras ketan) sebutir telur masak, ai’ panyasahanth (air pencucian) dan pelita, penekng unyit mata baras (beras kuning/gonye) beras sasah (beras yang dicuci) dan langir/minyak, yang menjadi tujuannya mohon keselamatan, beras kuning berfungsi sebagai peluntur, pelarut segenap hal yang kurang berkenan, dan berperan sebagai tudung, dinding penyekat dan benteng dari segala gangguan. Sedang beras sasah atau beras yang ducuci , berfungsi mencuci atau menghilangkan segala sesuatu atau kekotoran yang melekat pada manusia.[12] Mibis adalah doa kelanjutan dari tahap Ngalantekathn, yang bertujuan agar segala sesuatu yang telah dilunturkan, dilarutkan supaya diterbangkan jauh dari keluarga dan lingkungan dan dikuburkan sebagai matahari yang terbenam ke arah barat, kegiatan Mibis ini disebut babibis dan dalam tahap babibis semua yang persembahkan pada tahapan Ngalantekatn, ayam disembelih dan diambil darahnya untuk melengkapi kurban ngadap Buis.[13]
Ngadap Buis adalah tatacara berdoa yang terdiri dari beberapa kegiatan, yang meliputi:
Ngalatekathn bujakng Pabaras. Isinya adalah pengutusan Bujakng Pabaras kepada Jubata. Bujakng Pabaras dapat pula diartikan sebagai tanda pertobatan keluarga sehingga layak berdoalog dengan jubata dan awa pama.Matik, Ngalantekathn,Mibis, dan Ngadap Buis. Menurut jenis sajiannya, keempat tahap di atas dibagi menjadi dua namun tetap merupakan satu kesatuan dalam pelaksanaannya, yakni: Nyangahathn Manta’ danNyangahatn Masak, Nyangahatn manta’ ialah yang dilakukan tanpa hewan kurban atau dengan hewan kurban tetapi belum disembelih (masih hidup).[14]Dalam Nyagahatn tidak dapat di pisahkan dengan Bamang yang pada dasarnya adalah doa yang diucapkan secara spontan.[15]MenurutAsin” Bamang adalah isi doa yang sangat penting dalam setiap nyagahatn ketika mengadakan ritual-ritual yang di lakukan oleh para imam adat dayak kanayatn.[16]Supriadi memperjelaskan” Tujuh kali besi itu bertemu, baru dia berhenti sesat. Kemudian ia melanjutkan kembali bamangnya. “Asa, dua, talu, ampat, lima, anam, tujuh,.. o..pama Jubata,”.Dalam hitunganSatu sampai tujuh ini bermakna bahwa masyarakatdayak kanayatn menyebutkan Jubata tuha yang dapat dijabarkan dengan bahasa sederhana sebagai berikut: Ne’ Panitah,Ne’ Pangira,Ne’ Patampa,Ne’ Pangadu’,Ne’ Pangedokng,Ne’ Pajaji, Ne’ Pangingu.[17] Dalam bamang ini hamburkan beras banyu tujuh biji sebagai sarana untuk memanggil bujang pabaras, bujakng pabarassendiri akan menyampaikan bamangnya kepada Jubata. Salah satu contoh yang dikutipoleh Stefanus Akim dalam Bamang yang diucapkan yaitu“
Asa’, dua, talu, empat, lima, anam, tujuh...oh kita’ Jubata nang badiapm kak aik dalam tanah tingi, puhutn ayak, puhutn tingi. Kita’ karamat ai’ tanah nang mampu nunu ai’ sakayu, nyambong sengat. Kami bapinta kami bapadah, ame babadi kak kami talino manunsia”. Yang artinya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuk...Jubata yang menguasai di air dalam, tanah tinggi, pohon kayu besar, pohon kayu tinggi. Penguasa air dan bumi yang mampu membakar air satu sungai, menyambung nyawa. Kami meminta dan mengabarkan, jangan memberikan wabah kepada manusia.[18]
Salah satu contoh Bamang yang di naikan pada saat ucapan syukur atas keberhasilan panen oleh orang dayak kanayatn. Sehingga dapat di simpulkanbamang yaitu ungkapan permohonan dalam pernyataan pendek tanpa atau dengan kurban.
[1]. Wikipedia, www. Google. Online. Internet. Accesed 8 Agustus 2009
[2] http://yohanessupriyadi.blogspot.com/2008/03/nyangahatn.html
[3]. Maniamas Miden.S, Dayak Bukit (Pontianak: Institut Dayak Kologi, 1999) Hlm.1-3
[4].Ibid..hlm.65
[5]. http://yohanessupriyadi.blogspot.com/2008/03/nyangahatn.html
[6]. Ibid...
[7] Ibid…
[8] Ibid…
[9]http://stefanusakim.blogspot.com