Mohon tunggu...
ALIPIUS SADANIANG
ALIPIUS SADANIANG Mohon Tunggu...

Adil Ka' Talino Ba Curamin Ka' Saruga Ba Sengat Ka' Jubata. Idup diri' nian ina baya ina diri nyujukng nyambah Jubata nang pamanya koa ina bakasatukatn.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna "Paburungan"/Altar Suku Dayak Kanayatn

17 Maret 2012   06:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:55 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Paburungan adalah nama tempat khusus untuk melaksanakan upacara Baburukng.Baburukng adalah salah satu upacara dalam perladangan Dayak Kanayatn yang dilakukan pada saat akan mengawali proses pekerjaan perladangan.Paburungan menurut Jaman adalah tempat untuk meminta kepada Jubata.

Paburungan adalah tempat berupa altar atau “Papangoan”, berasal dari kata “Pango” artinya: kayu yang disusun rata. Papangoan dapat juga disebut Paburungan. Evigo Jeremia menuliskan:

Paburungan menunjuk pada susunan kayu yang digunakan untuk menaruh persembahan kepada Jubata. Yang artinya adalah “peringatan”. Paburungan dibangun untuk memperingati (dan mengulang) peristiwa-peristiwa jaman dahulu dalam hubungan manusia dengan Jubata dan dibuat dari kayu atau besi dengan diameter 2x2 meter persegi, setinggi 60-75 cm dari permukaan tanah. Paburungan ini ditempatkan disetiap Kadiaman. Secara khusus Paburungan juga menunjukkan kehadiran Jubata, karena Jubata tidak dapat dilambangkan dengan apapun. Diatas Paburungan tersebut tidak ada lambang-lambang yang melambangkan bentuk atau natur Jubata.

Upacara Paburungan pada dasarnya dimiliki oleh setiap kampung atau dusun dandilakukan pada saat akan mengawali proses pekerjaan perladangan. Baburukng bertujuan untuk mendengarkan suara burung “rasi”.Burung rasi dan saudara seketurunannya, manusia yang bernama Ampor Gayokng, pada waktu itu menyepakati, bahwa suara yang diperdengarkan kepada manusia yang akan melakukan suatu pekerjaan hendaknya diperhatikan sebagai pertanda atau suatu isyarat penting. Sehubungan dengan itulah, maka setiap manusia yang akan bekerja selalu berusaha mendapatkan petunjuknya. Sujarni menuliskan:

Khususnya ketika akan berladang, petunjuk tersebut sebagai hal yang sangat menentukan. Karena itu ia selalu diminta dengan menghunjukkan kobet (kurban) melalui upacara adat yang dinamakan Baburukng. Untuk memahami dan memaknai suara rasi tersebut secara mendalam, masyarakat menggunakan alat tradisi, berupa patok arah yang dinamakan solor.Solor dipasang di depankambam atau altar, terbuat dari sembilan potong bambu dengan panjang masing-masing tiga hasta (1,5 m). Tersusun dari satu titik menuju tiga arah, masing-masing ke arah Timur Laut (kiri), Timur (depan), dan Tenggara (kanan). Jadi inti upacara Baburukng adalah “Batanung” atau meramalkan jenis lahan yang cocok untuk digarap, sesuai petunjuk rasi. Selain bermakna untuk Batanung atau meramalkan lahan garapan, Baburukng ini juga bermaksud untuk mohon pemberkatan benih Tangkeatn. Yang dimaksud dengan tangkeatn adalah benih utama yang bertangkai utuh hasil panen tahun sebelumnya, yang dituai dari induk benih yang dilabuhkan/dibenihkan ketika upacara Balabuh. Tangkeatn benih ini bermakna dan diyakini bertuah sebagai sumber rejeki.

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat akan berladang, manusia secara khusus masyarakat Dayak meminta petunjuk melalui rasi yang mereka percayai dapat menentukan langkah apa yang harus diambil. Untuk dapat mengerti dan mengetahui makna rasi tersebut, masyarakat menggunakan alat-alat tradisi dan masing-masing alat ini memiliki fungsi tersendiri.

Selanjutnya Sujarni menuliskan: Sebelum upacara Baburukng dilaksanakan, dilakukan berbagai langkah persiapan untuk memperlancar jalannya upacara. Persiapan ini biasanya dilakukan pagi-pagi sebelum peserta datang ke Paburungan, oleh beberapa anggota masyarakat yang diberi tanggung jawab. Disamping menyiangi lokasi dari dedaunan dan tumbuhan rumput di sekitar Paburungan, mereka juga mempersiapkan berbagai keperluan ini:

1)Membuat Solor. Untuk ini diperlukan 9 potong bambu dengan panjang masing-masing 1,5 meter. Supaya dapat disusun seperti yang digambarkan, maka diperlukan beberapa pancang pengatur sesuai dengan maksudnya.

2)Membuat Bantayatn.Bantayatn ini merupakan pembatas lokasi altar Paburungan. Bantayatn yang berfungsi pagar ini terdiri dari beberapa tiang, kemudian di atasnya diletakkan atau diikatkan lintang yang menjadi pembatas. Biasanya dibuat dengan memanfaatkan kayu dan bambu yang berada di sekitar Paburungan. Jika waktu mereka ini memungkinkan, Bantayatn dilengkapi dengan rautan-rautan yang dikenal dengan nama pabayo. Yakni pembatas lokasi, dipersiapkan untuk melaksanakan upacara yang terbuat dari bahan bambu yang dibuat demikian rupa, sehingga membentuk setengah lingkaran. Bantayatn dibangun di pinggir ladang, di arah penghujung jalan pulang. Sedangkan makna bantayatn ini berfungsi sebagai lahan yang dipersiapkan untuk hewan yang masih mungkin berniat mengganggu benih padi yang ditaburkan di atas lahan tersebut.

3)Mempersiapkan Kambam. Bagian ini berfungsi sebagai altar untuk meletakkan pahar buis dan bahan lainnya yang diperlukan dalam upacara. Pada umumnya Kambam yang ada sekarang merupakan peninggalan leluhur yang dibuat dari kayu belian. Oleh karena itu dalam persiapan ini, mereka hanya membersihkan lumut dan sampah yang melekat di bagian Kambam. Kambam yang sudah rusak, mereka ganti atau bangun dari kayu atau bambu secara darurat.

4)Mempersiapkan perangkat Adat Buat Tangah.Perangkat adat ini terdiri dari satu tempayan kecil (Paluk) dan Mangkuk serta besi (parang) yang bermakna sebagai penengah antara manusia dengan Jubata, pencipta dan leluhur (Pama) sebagai pengayom kehidupan mereka. Sesuai dengan makna tersebut, maka semua perilaku masyarakat yang tidak pantas, terutama selama upacara berlangsung, dapat dimaafkan sehingga semuanya akan memperoleh keselamatan. Buat tangah yang dimaksud diletakkan di sekitar Kambam.

5)Mempersiapkan bantatn, pabinisatn dan buis, yang dilengkapi Penekng Unyit Mata Baras, Baras Sasah dan Langir Binyak. Semua yang dibutuhkan ini disediakan dan dipersiapkan oleh Panyanakng Kalangkakng, Khusus ayam kurbannya (satu ekor) yang digunakan dibiayai bersama melalui urunan atau iuran yang dinamakan upiratn.

Disamping itu, kepada setiap kepala keluarga diwajibkan menyiapkan dan membawa:

a)Seekor ayam jantan.

b)Cucur (tumpi’).

c)Seruas ketan yang dimasak dalam bambu (tungkat).

d)Benih padi, berupa tangkeatn untuk pemberkatan.

Setelah semuanya dipersiapkan, upacara Baburukng dilangsungkan dengan Nyangahatn sebagai inti kegiatannya. Selama Panyangahatn membacakan bamakngnya (doa-doa), para tetua atau sesepuh adat yang duduk di sekitar Kambam, mengikuti dengan saksama kicauan burung rasi untuk memastikan arah datangnya suara. Bahan-bahan yang wajib dipersiapkan oleh masing-masing kepala keluarga akan di bawa ke Paburungan untuk disangahatn, setelah itu bahan-bahan ini dibagi-bagikan kepada setiap orang yang menghadiri acara tersebut.

Dari pembahasan mengenai Paburungan dapat disimpulkan bahwa Paburungan adalah tempat yang menyerupai altar dan menunjuk pada susunan batu atau kayu yang fungsinyadigunakan untuk menaruh persembahan yang diberikan kepada Jubata. Upacara Paburungan dilakukan pada saat akan mengawali proses pekerjaan perladangan. Melalui upacara Paburungan atau biasa disebut baburukng setiap orang yang mengikutinya akan memperoleh tanda-tanda melalui suara binatang (burung) atau disebut rasi, yang mereka percayai sebagai petunjuk untuk mulai melakukan pekerjaan perladangan.

[1]Sujarni Alloy, Diktat Kuliah: Budaya Daerah 2,1997, hlm. 2.

[2]Jaman, Panyangahatn di daerah Bilado…,

[3]Evigo Jeremia, Agama Suku Dayak…, hlm. 49.

[4]Ibid

[5]Rasi adalah gejala alam yang dapat terdengar seperti suara burung, dan benda atau peristiwa yang diyakini oleh masyarakat Dayak sebagai hal yang sakral, sehingga dijadikan petunjuk atau larangan melakukan suatu pekerjaan. Namun demikian, rasi yang dijadikanpetunjuk dalam upacara Baburukng ialah burung keto, kutuk dan buria’. Masyarakat Dayak Kanayatn dalam tradisi perladangan dan kehidupannya sehari-hari, sangat sulit memisahkan diri dari pengaruh rasi. Hal ini tumbuh dari hubungan historisnya sebagai saudara tiri dari seorang bapak. Menurut legenda, burung-burung tersebut (termasuk yang tidak disebutkan) merupakan anak Ne’ Baruakng yang dilahirkan dari seorang ibu, yang kemudian diketahui sebagai burung.

[6]Kakanwil Depdikbud Prop. Kalbar, Ne’ Baruakng Kulub, (Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development, 1996), hlm. 54-56.

[7]Setiap arah, masing-masing melambangkan jenis lahan garapan yang harus diprioritaskan. Menurut tradisi, suara burung rasi yang terdengar ke arah solor kiri (Timur Laut) menunjukkan agar mereka memprioritaskan garapan mototn (dataran tinggi dan gunung). Sedangkan arah solor depan (Timur) dan kanan (Tenggara), masing-masing bermakna untuk penggarapan tegalan (tabuk dan tawakng), dan tanah basah (gente’ dan papuk/sawah) sebagai prioritas.

[8]Sujarni Alloy, Diktat Kuliah: Budaya Daerah…, hlm. 3.

[9]Bantayatn yakni pembatas lokasi, dipersiapkan untuk melaksanakan upacara yang terbuat dari bahan bambu yang dibuat demikian rupa, sehingga membentuk setengah lingkaran. Bantayatn dibangun di pinggir ladang, di arah penghujung jalan pulang. Sedangkan makna bantayatn ini berfungsi sebagai lahan yang dipersiapkan untuk hewan yang masih mungkin berniat mengganggu benih padi yang ditaburkan di atas lahan tersebut.

[10]Kambam adalah tempat untuk meletakkan batu asah yang diperlukan mengasah parang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun