Rombongan kami berjumlah 15 orang sudah termasuk dua anak-anak. "Ini pak uangnya. Termasuk kendaraan belakang ya" ujar Ancella sambil menyerahkan uang kepada petugas tiket masuk.
Dari pos itu, kurang lebih jaraknya 300 meter, mobil Hiace dan Luxio kami parkir di bawah pohon.
Sedikit cerita, sebelum sampai ke parkiran, mobil harus melewati jalan "off road" (tak beraspal) yang kanan kirinya ditumbuhi rumput tinggi dengan lebar jalan pas hanya untuk si bongsor Hiace. Dua sepeda motor yang berpapasan dengan mobil kami, harus berhenti untuk mempersilakan si bongsor lewat.
Setelah memakir mobil, kami berjalan menyusuri jalan setapak yang sudah dikonblok. Setelah 200 meter, jalan setapak ini bercabang dengan papan petunjuk "Jembatan Biru" dan "Pantai Batu Angus".
"Kita jalan ke Pantai Batu Angus ya" ajak Ance ke saya dan Fajar yang berjalan paling depan dari rombongan. "Saya belum pernah ke sini. Jadi ikut saja" jawab saya sambil berjalan mengikuti Ance.
Napas saya mulai terasa "ngos-ngosan". Ini pertanda jalan setapak ini sudah lumayan jauh buat seorang lansia. Meski matahari bersinar terik, tetapi langkah kami terasa sejuk. Pepohonan dan semak-semak memayungi setiap langkah kami hingga di pantai.
Tetibanya di pantai Batu Angus, saya melihat bangunan yang dipakai untuk Toilet (tidak berfungsi karena tidak ada iar) dan kios-kios yang menjual makanan dan minuman yang dijaga oleh warga lokal.
Tersedia fasilitas meja dan tempat duduk yang cukup untuk melepas lelah wisatawan sambil menikmati pesanan minuman atau pisang goreng yang dicocol sambal roa.