Gerhana Matahari Hibrida (Kamis, 20/4/2023) merupakan fenomena astronomi yang menarik perhatian para guru dan siswa untuk dipelajari.
Dari berbagai sumber disebutkan, fenoma Gerhana Matahari Hibrida terjadi karena adanya gabungan antara dua gerhana, yaitu gerhana Matahari cincin dan gerhana Matahari total dalam satu kejadian seperti yang terjadi Kamis siang ini.
"Fenomena astronomi itu, dimulai dengan gerhana Matahari cicin yang berubah menjadi gerhana Matahari total. Dan, tak lama kemudian berubah menjadi gerhana Matahari cicin. Proses ini yang unik sekaligus penting untuk diamati. Tentu saja, semoga awan di atas kita (Tomohon, Sulawesi Utara) bisa bersahabat" kata Mario Konjoingan, guru sekaligus pemerhati fenomena langit dari SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon.
"Pak berapa kali gerhana Matahari Hibrida terjadi di Indonesia dalam setahun?" tanya Bella, siswi kelas X, yang ikut dalam pengamatan di Kubah Mt. Lokon Observatory, yang berada di lantai tiga gedung sekolah.
"Yah, gerhana matahari tidak akan terjadi dalam setahun. Mengutip dari berbagai sumber tentang gerhana, disebutkan akan terjadi 569 kali gerhana Matahari hibrida dalam 500 tahun. Artinya, setiap rata-rata 8,8 tahun akan terjadi gerhana Matahari hibrida" jawab Mario mengutip salah satu sumber terpercaya.
"Siang ini, gerhana Matahari Hibrida yang melintasi Tomohon, Sulawesi Utara akan kita amati bersama. Idealnya pengamatan gerhana ini dilakukan di daerah Timor. Di sana, gerhana Matahari totalnya bisa dapat" lanjut Mario, Guru Astronomi di hadapan para siswa yang ikut pengamatan.
Siang itu (20/04/2023) Mario dan saya mempersiapkan teleskop "Sky Watcher" yang diproduksi oleh China. Teleskop diletakkan di muka kubah dan diarahkan ke Matahari. Sesekali terlihat awan menutupi Matahari, namun kami tetap optimis mendapat gambar saat gerhana Matahari Hibrida terjadi.
"Lubang teleskope yang sudah diarahkan ke Matahari, kemudian ditempel pada kamera hp. Dari hp nanti akan terlihat lintasan gerhana dari Matahari yang ditutupi oleh Bulan" jelas Mario sambil membetulkan letak hp pada lubang teleskop.
Terik Matahari siang itu terasa panas di badan. Butiran peluh mulai meluncur dari dahi dan leher. Kami tetap meneruskan pengamatan dan mendokumentasikan peristiwa gerhana dan kegiatan pengamatan siang itu.
Tampak para siswa bergantian melihat fenomena astronomis itu dengan penuh semangat.
Siswa yang membawa hp mencoba foto langsung ke Matahari. Selain hasilnya kurang bagus, juga saya ingatkan, mengambil foto langsung ke Matahari bisa merusak sensor kamera. Apalagi tanpa menggunakan filter.
"Coba amati gerhana itu secara seksama. Tampak ada bintik hitam siluet di atas bulan. Itulah fenoma alam dan bentuknya seperti antena yang berdiri" ungkap Mario kepada para siswa.
Entah apa yang dipikirkan oleh para siswa setelah melihat bintik hitam itu. Mungkinkah itu bagian dari "black hole" Matahari? Semua diam, karena selain jauh dan kecil, juga siswa masih harus banyak belajar tentang materi astronomi. Semoga ini memotivasi mereka untuk tetap semangat belajar mengeksplore benda-benda langit ketika bumi telah habis dieksplore oleh manusia.
Pengamatan gerhana itu dimulai sejak jam 11.15 wita. Dan berakhir sekitar jam 13.00 wita. Selama pengamatan itu, bukan tanpa kendala. Awan berkali-kali menutupi wajah cantik gerhana. Terik sang Mentari tak jarang membuat kepala terasa panas.
Namun demikian, kami semua puas dengan kegiatan pengamatan astronomis itu. Tak heran, beberapa siswa minta agar foto-foto gerhana tadi di share di Grup WA Astronomi.
Para siswa kelas X yang notabene tidak pulang untuk libur Lebaran, sungguh beruntung bisa mengamati secara langsung terjadinya Gerhana Matahari Hibrida di sekolahnya. Memang, SMA Lokon sekolah berasrama, memiliki fasilitas kubah dan beberapa teleskop yang mumpuni untuk pengamatan fenomena langit seperti halnya Matahari atau Bulan.
Di Kompasiana ini, saya pernah membuat liputan tentang pengamatan gerhana Matahari total, "Menatap Gerhana dari Puncak Tingtingon" (9/3/2016) dan gerhana Bulan total "Mengejar Gerhana Bulan Total dan Menatap Super Blood Moon" (28/5/2021) Â dan gerhana Bulan sebagian, "Terasa Mistis Saat Amati Gerhana Bulan Sebagian dari Kaki Gunung Lokon" (20/11/2021) yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Salam Astronomi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI