Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makan Gratis Datang, Gengsi Tetap Jalan

17 Oktober 2025   07:00 Diperbarui: 17 Oktober 2025   01:39 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Dokumen Pribadi Julianda Boang Manalu. Desain oleh AI.

Ketika program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai diterapkan di sekolah-sekolah, harapan besar muncul di benak banyak orang: beban orang tua sedikit berkurang, anak-anak tak perlu khawatir soal makan siang, dan kualitas gizi mereka bisa lebih baik. 

Memang, secara formal, "makan sudah diurus negara" --- atau paling tidak sekolah. Tapi di balik itu, ada dinamika yang jarang dibahas: gengsi sosial, relasi pertemanan, dan mekanisme-keuangan kecil antar siswa tetap berjalan, bahkan mungkin menjadi lebih halus.

Meski sudah ada MBG, saya curiga bahwa pola relasi sosial di sekolah---di mana gengsi dan status antar siswa terbentuk---tak sepenuhnya hilang. Justru, uang jajan bisa bergeser fungsi: dari soal makan menjadi soal "kehadiran sosial" yang tak terlihat.

Daripada membahas aspek teknis MBG (yang sudah banyak diberitakan), saya ingin mengajak pembaca menyelami sisi "tak terlihat" dari uang jajan di era makan gratis ini: bagaimana anak tetap membutuhkan uang jajan, untuk apa mereka gunakan, dan apa makna "gengsi" saat makan sudah dijamin.

Ketika Negara Menyediakan Makan: Harapan & Realita MBG

Program MBG diluncurkan sebagai upaya pemerintah guna memastikan setiap anak mendapatkan asupan gizi yang cukup agar proses belajar mereka lebih optimal. 

Dalam pelaksanaannya, pemerintah menargetkan sekolah-sekolah di berbagai daerah, dengan dapur pusat (SPPG) yang mendukung distribusi menu bergizi ke siswa. 

Program ini juga diharapkan membantu mengurangi stunting, memperkuat kualitas sumber daya manusia, dan meringankan beban ekonomi rumah tangga. 

Namun, kenyataannya tidak selalu mulus. Misalnya, masih ada sekolah yang belum punya dapur memadai atau infrastruktur distribusi belum optimal, sehingga sebagian siswa belum menerima pelayanan MBG tepat waktu. 

Di sisi lain, beberapa kasus gangguan kesehatan atau keracunan makanan juga muncul sebagai tantangan serius terhadap kepercayaan publik. 

Dalam kondisi ini, ada kemungkinan bahwa sebagian siswa tetap membawa uang jajan, atau orang tua tetap menyisihkan uang jajan --- bukan untuk makan pokok, tapi untuk kebutuhan sosial kecil selama di sekolah. Dan di sinilah "gengsi" tetap berjalan, walau makan sudah dijamin.

Uang Jajan: Fungsi yang Bergeser

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun