Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dilema Moral Sneakerhead: Asli, KW, atau Kreatif Lokal?

27 Agustus 2025   13:27 Diperbarui: 27 Agustus 2025   12:54 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: voila.id/Freepik)

Di berbagai sudut kota besar Indonesia, sneaker bukan lagi sekadar alas kaki. Ia sudah menjelma menjadi simbol gaya hidup, status sosial, bahkan identitas diri. Tidak sedikit anak muda rela antre berjam-jam di depan toko hanya untuk mendapatkan sepasang sepatu edisi terbatas. 

Di sisi lain, pasar yang menjual sneaker tiruan atau KW juga tidak pernah sepi. Dari lorong-lorong Pasar Taman Puring hingga lapak-lapak online, sepatu dengan logo "swoosh" atau "tiga garis" bisa ditemukan dengan harga miring. Fenomena ini melahirkan sebuah dilema yang menarik untuk dibahas.

Bagi para sneakerhead---sebutan bagi pecinta sneaker---pilihan antara membeli sepatu asli atau palsu bukan hanya persoalan dompet. Ada dimensi moral, etika, dan kebanggaan yang ikut menyertainya. 

Membeli sneaker asli berarti mengeluarkan uang jutaan, bahkan puluhan juta rupiah, untuk sepasang sepatu yang mungkin hanya dipakai pada acara tertentu. Sebaliknya, membeli sneaker KW bisa dianggap praktis, murah, dan tetap terlihat keren di mata banyak orang.

Namun, muncul opsi ketiga yang semakin kuat belakangan ini: produk lokal kreatif. Sejumlah brand sneaker lokal mulai menawarkan kualitas yang tak kalah dengan buatan luar negeri. Nama-nama seperti Compass, Brodo, Ventela, atau Piero hadir dengan desain khas dan harga lebih bersahabat. Sayangnya, stigma bahwa produk lokal "kurang keren" masih kerap menghambat perkembangan mereka.

Di sinilah muncul dilema moral: apakah kita akan terus memburu sneaker asli yang mahal, tergoda dengan barang KW yang murah, atau mulai memberi ruang bagi produk kreatif lokal? Pertanyaan ini bukan hanya menyangkut sepatu di kaki, tetapi juga tentang arah kesadaran konsumsi masyarakat kita.

Fenomena Sneaker di Indonesia 

Sneaker kini telah menjadi bagian dari budaya populer Indonesia. Dari kalangan pelajar hingga pekerja kantoran, sneaker dipakai bukan semata karena kenyamanan, melainkan juga karena citra yang melekat padanya. Menurut laporan Statista (2023), pasar sneaker global mencapai nilai lebih dari 86 miliar dollar AS dan terus tumbuh. Indonesia tentu ikut dalam tren ini, dengan jumlah konsumen muda yang besar dan terhubung erat dengan budaya pop melalui media sosial.

Fenomena hypebeast di kalangan anak muda membuat sneaker menjadi simbol status baru. Di Jakarta, Bandung, hingga Surabaya, acara sneaker bazaar atau sneaker convention selalu dipadati pengunjung. Mereka tidak sekadar datang untuk membeli, melainkan juga untuk pamer koleksi dan menunjukkan identitas. Bagi sebagian orang, sepatu menjadi "pernyataan diri" yang lebih kuat dibanding pakaian.

Namun, tingginya minat terhadap sneaker branded tidak sejalan dengan daya beli mayoritas masyarakat. Harga sneaker edisi terbatas dari brand seperti Nike, Adidas, atau New Balance bisa mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah. Akibatnya, muncul pasar alternatif: sneaker palsu atau KW. Investigasi Harian Kompas (Agustus 2025) mengungkap bahwa sepatu KW buatan China masuk ke Indonesia lewat jalur impor borongan, dengan harga kirim hanya Rp 5--6 juta per meter kubik---jauh lebih murah dibanding biaya resmi.

Pasar sneaker palsu ini begitu besar sehingga seolah menjadi hal lumrah. Tidak sedikit pembeli tahu bahwa yang mereka pakai adalah tiruan, tetapi mereka tetap percaya diri. Bahkan di media sosial, akun-akun yang menjual sneaker KW memiliki ribuan pengikut. Fenomena ini menunjukkan bahwa masalahnya tidak hanya soal distribusi ilegal, tetapi juga soal mentalitas konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun