Di sudut kota Subulussalam, Aceh, pagi hari bukan hanya tentang matahari yang mulai hangat atau suara azan subuh yang perlahan meredup. Pagi hari juga tentang roda sepeda tua yang berderit pelan melewati jalan-jalan kecil, dikayuh oleh seorang lelaki dengan tubuh kurus, rambut keriting yang sudah dipenuhi uban, dan kulit yang gelap terbakar matahari.Â
Ia adalah Bang Hasan, tenaga kebersihan di kantor DPRK Subulussalam.
Setiap hari, tanpa absen, ia mengayuh sepedanya sejauh lima kilometer menuju tempat kerja. Tidak ada mesin canggih, tidak ada knalpot yang meraung, hanya kayuhan kaki dan kemauan keras yang tak pernah usang dimakan usia.Â
Sepeda tua yang ia miliki bukan hanya satu-satunya kendaraan yang bisa ia andalkan, tapi juga telah menjadi bagian dari hidupnya---seakan punya napas dan kenangan tersendiri.Â
Di antara derak pedal dan gemeretak rantai, tersimpan kisah yang tak banyak orang tahu: kisah tentang keteguhan, kesabaran, dan harga diri seorang pria sederhana yang tak pernah kehilangan semangat.
Dua Roda yang Menjaga Martabat
Banyak yang mungkin tak percaya, di zaman yang serba cepat ini, masih ada orang seperti Bang Hasan yang menggantungkan aktivitas hariannya pada sepeda tua.Â
Di kantor, ia datang paling pagi, menyapu halaman, membersihkan toilet, merapikan pot tanaman, dan memastikan setiap sudut kantor bersih sebelum pegawai berdasi dan bersepatu menginjakkan kaki.Â
Saat para pegawai sibuk membahas anggaran, sidang, dan surat-menyurat, Bang Hasan sudah selesai membersihkan koridor belakang yang lembap atau mengangkat tumpukan sampah dari hari sebelumnya.
Tak pernah ada keluhan yang keluar dari mulutnya. Bahkan saat cuaca tak bersahabat, atau ketika tubuhnya tak sekuat dulu lagi, ia tetap berangkat seperti biasa.Â
Baginya, bekerja adalah bentuk syukur, dan sepeda tuanya adalah bagian dari ibadah itu. Roda yang terus berputar setiap pagi adalah saksi bahwa ia belum pernah menyerah.