Mohon tunggu...
Lola silaban
Lola silaban Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Baru lulus kuliah dari Universitas Negeri Medan Lulusan Sarjana Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lalo

2 Juni 2019   12:35 Diperbarui: 2 Juni 2019   13:58 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, di sebuah desa, ada seorang ibu yang akan melahirkan di malam hari. Ibu itu, di bantu oleh bidan desa. Ada juga, ibu-ibu desa ikut menemani ibu yang melahirkan itu. Sudah menjadi tradisi, ibu-ibu desa datang berkumpul ke tempat seorang ibu yang akan melahirkan. Konon katanya, membantu ibu yang akan melahirkan akan memberi kekuatan kepada sang ibu yang akan melahirkan anaknya. Serta menyiapkan segala kebutuhan bayi akan lahir.

Sedangkan pihak suami dari ibu yang akan melahirkan. Menunggu di luar rumah di temani oleh bapak-bapak lainnya. Mereka di luar, sebab memang tidak boleh masuk. Pantang katanya dan tidak boleh di langgar. Jika di langgar, ibu dan anaknya tidak akan selamat. Karna itu, si bapak harus menunggu di luar dengan perasaan takut, mendengar suara jeritan istrinya. Apakah istrinya akan selamat? Dan juga anaknya?

"Kau tenang saja, Maringan. Istri dan anak kau pasti selamat?" kata salah satu bapak yang ikut menemani, bernama Ruhut.

"Bagaimana aku tidak khawatir. Aku cemas mendengar suara istriku. Kenapa pula ada aturan tidak boleh masuk menemai istriku sendiri saat melahirkan."

"Aku juga tidak tahu. Tapi, itu sudah jadi tradisi di desa kita. Jadi, apa boleh buat. Kita sebagai suami harus mematuhi aturan itu. Kalau tidak, istri dan anak jadi taruhannya."

Maringan terdiam. Apa yang di katakan Ruhut ada benarnya. Meski perasaannya sangat khawatir akan istri dan anaknya yang akan lahir.

"Sebaiknya, kau duduk saja dulu. Sakit mataku melihat kau berdiri mondar-mandir seperti setrikaan." Ajaknya menepuk kursi di sebelahnya.

Maringan menatap kursi kosong itu, sebaiknya dia duduk tenang bersama kawannya. Kakinya juga lelah berdiri sejak tadi. Ketika akan duduk, tiba-tiba tanah bergerak kencang. Maringan terjatuh ke tanah. Mereka yang duduk di depan rumah juga terguncang.

"Gempa bumi."

Teriak semua orang keluar rumah. Maringan mengingat istrinya masih di rumah. Para ibu-ibu yang seharusnya membantunya melahirkan berlari menyelamatkan diri masing-masing. Melihat itu, Maringan segera masuk ke rumahnya. Mencari istrinya di ruangan yang gelap. Sebab, lampu padam ketika gempa bumi terjadi. Di dalam rumah, banyak barang berjatuhan ke lantai. Mendengar suara benda berjatuhan. Maringan semakin khawatir pada istrinya. Jika ada benda menimpahnya.

"Tiur.. dimana kau?" teriak Maringan. Rupanya teriakannya di dengar Tiur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun