Disamping kelemahan dalam hal pendataan, proses pemberian subsidi melalui proses penyalurannya yang kurang memadai dan tidak dilakukan secara proporsional sehingga terjadi penyimpangan dan subsidi menjadi tidak tepat guna, bahkan tidak menutup kemungkinan dilakukan penyelewengan.
Subsidi gas melon (Gas berukuran 3 kg) untuk rakyat miskin banyak sekali yang diterima oleh mereka yang sesungguhnya tidak berhak mendapatkannya. Ini disebabkan penyalurannya melalui pihak perantara yang ditunjuk sebagai agen/sub agen -- sehingga dari agen ini bisa "dipermainkan" bahkan selanjutnya diperdagangkan dengan harga jual umum. Manakala persediaan gas langka, maka merekalah yang banyak memetik keuntungannya.
Tidak jauh beda dengan subsidi pupuk dan bibit tanaman bagi petani/kelompok tani, penyalurannya yang melibatkan pihak perantara/kedua yaitu lewat perusahaan yang ditunjuk -- sangat dimungkinkan banyak kepentingan profit "bermain" didalamnya. Alhasil, subsidi hanya gencar disampaikan melalui media, namun kenyataannya kurang berjalan efektif seperti diharapkan.
Ditengah kehidupan masyarakat dan mental korup yang masih mewabah seperti sekarang, dan menggejalanya orang mampu namun berjiwa miskin -- maka ada baiknya proses penyaluran subsidi perlu dilakukan evaluasi. Proses penyaluran subsidi secara langsung (tanpa perantara/agen/penyalur swasta) dan dilakukan secara tertutup (hanya mereka yang terdata yang berhak menerima) mungkin menjadikan sebuah pilihan.
Pemerintah pusat tentunya memiliki jajaran kerja disetiap daerah, Pertamina juga demikian, bahkan semua bidang kerja memiliki jalinan sinergi secara struktural di masing-masing daerah. Mengoptimalkan kerja instansi resmi dilingkup pemerintah daerah merupakan langkah alternatif untuk memberikan subsidi sekaligus meminimalisir penyalahgunaannya. Mungkinkah?