Sumber Daya Manusia jadi aset berharga yang perlu dijaga untuk menentukan keefektifitasan perusahaan. Suatu perusahaan dianggap berhasil jika dapat memenejerial SDM nya dengan baik. Selain itu, perusahaan juga harus dapat mempertahankan talenta para karyawan agar tidak cepat keluar dari perusahaan. Salah satu  aset sdm bagi perusahaan yaitu dengan adanya Generasi Z.
Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS) jumlah Generasi Z tahun 2023 sekitar 60 juta orang. Presentase ini menunjukan bahwa Generasi Z merupakan potensi dalam perusahaan atau organisasi. Namun, bergabungnya generasi Z didalam organisasi menimbulkan tantangan baru bagi manajemen sumber daya manusia. Masuknya generasi Z ke dunia kerja menjadi salah satu tantangan baru bagi perusahaan karena Generasi Zmemiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan generasi lain. Generasi Z lahir antara tahun 1997-2012, generasi ini lahir di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial sehingga memiliki pengalaman hidup yang unik. Perkiraan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa Generasi Z akan menjadi mayoritas dalam angkatan kerja, mencakup sekitar 77%.
Generasi Z cenderung memiliki masa kerja yang lebih pendek dibandingkan generasi sebelumnya. Rata-rata, mereka bekerja selama 2 tahun 3 bulan di satu tempat, lebih sedikit 6 bulan dibandingkan dengan Milenial. Hal ini perlu dipahami bahwa banyak dari mereka belum bekerja lebih dari 3 tahun karena baru saja memasuki dunia kerja. Sebagian besar Generasi Z lahir dan tumbuh dalam era yang sangat terkoneksi, di mana ponsel lebih dominan dan segala sesuatunya terasa instan. Hal ini menjelaskan mengapa mereka sering berpindah pekerjaan. Meskipun begitu, Generasi Z lebih berhati-hati dalam mengambil risiko dibandingkan dengan Milenial.
Generasi muda ini ingin mendorong perubahan budaya dan dikenal sebagai inovator budaya, yang membuat isu budaya semakin penting di tempat kerja. Mereka mencari pekerjaan yang bermakna dan sesuai dengan nilai pribadi, sehingga banyak dari mereka yang keluar dari perusahaan di awal karir jika merasa tidak cocok dengan nilai-nilai perusahaan. Contohnya, banyak anggota muda dari industri minyak dan gas beralih ke sektor lain. Perbedaan antar generasi adalah kenyataan yang akan terus ada. Dengan berbagai generasi yang membentuk tenaga kerja saat ini, organisasi perlu mengenali perbedaan tersebut dan mengembangkan pendekatan yang lebih personal untuk menarik setiap generasi.Â
Turnover Intention atau Intensi turnover menjadi perhatian utama, terutama karena Generasi Z cenderung aktif berpindah pekerjaan. Survei Jobplanet pada tahun 2017 menunjukkan rendahnya tingkat komitmen kerja di kalangan Generasi Z, dengan sekitar 57,3% responden beralih tempat kerja setelah satu tahun. Faktor-faktor seperti stres kerja memiliki dampak besar terhadap keinginan untuk pindah pekerjaan, dimana peningkatan stres kerja dapat meningkatkan intensi turnover. Selain itu, stres kerja juga berdampak negatif pada tingkat kepuasan kerja karyawan.
Intensi keluar (turnover intention) diartikan sebagai berpindahnya tenaga kerja dari organisasi. Turnover tersebut dapat berupa pengunduran dr, perpindahan keluar unit organisas, pemberhentian kerja, atau kematian anggota organisasi. Tingkat turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisas, seperti ketidakstabilan dan ketidakpastian (uncertainty) terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia (Nasution, 2009-142). Â Di dalam Jaelani (2021:6), ada 3 indikator yang dipakai untuk menilai turnover intention, yaitu : niatan untuk berhenti (thoughts of quitting), Niatan untuk meninggalkan (intention to quit), Niatan untuk memperoleh pekerjaan lain (intention to search for another job).. Di dalam Jaelani (2021:6), ada 3 indikator yang dipakai untuk menilai turnover intention, yaitu : niatan untuk berhenti (thoughts of quitting), Niatan untuk meninggalkan (intention to quit), Niatan untuk memperoleh pekerjaan lain (intention to search for another job).Â
Seperti pemaparan diatas bahwa diperkirakan saat ini Generasi Z Â mendominasi tenaga kerja di perusahaan, fenomena ini meningkatkan persaingan antar perusahaan, mendorong mereka untuk mempertimbangkan berbagai strategi demi memperoleh keunggulan kompetitif, salah satunya dengan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas. Secara umum, alasan utama turnover karyawan adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi ekspektasi dan kebutuhan karyawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dan harapan karyawan melalui penguatan strategi retensi. Strategi retensi mencakup upaya-upaya yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung karyawan. Kebijakan retensi yang diterapkan biasanya bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan karyawan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan mengurangi biaya tambahan untuk merekrut serta melatih karyawan baru.
Beberapa strategi untuk mempertahankan karyawan untuk meminimalisir Turnover Intention :Â
Membuat Pelatihan Karyawan Baru
Pelatihan karyawan baru yang efektif sangat penting untuk keberhasilan retensi. Saat pelatihan, perusahaan harus mencapai tiga hal utama. Pertama, perusahaan harus membantu karyawan memahami dan mengalami secara langsung misi dan nilai-nilai perusahaan. Dengan membangun koneksi emosional sejak awal, karyawan akan merasa lebih terhubung dengan peran, rekan kerja, manajer, dan perusahaan. Perusahaan perlu mengambil pendekatan yang berbeda dengan manajer yang duduk bersama karyawan baru untuk mendiskusikan pengalaman mereka. Diskusikan bagaimana keterampilan karyawan dapat membantu melaksanakan pekerjaan mereka dan mencapai tujuan perusahaan.