Nama : Listinamargavita
NIM : 232121077
Resume Buku
Judul Buku : Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah
Penulis : Dr. Mardani, S.H., M.A.
Penerbit : Kencana Prenada Media Group
Tahun terbit : 2010
Jumlah halaman : -+ 280 halaman
ISBN : 978-602-7933-29-2
Pendahuluan
Buku ini ditulis oleh Dr. Mardani, seorang akademisi dan pakar hukum Islam yang telah lama berkecimpung di bidang hukum acara perdata dan peradilan agama. Tujuan utama penulisan buku ini adalah untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada pembaca  terutama mahasiswa hukum, praktisi peradilan, maupun masyarakat umum tentang bagaimana sistem hukum acara perdata dijalankan di lingkungan Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Indonesia.
Peradilan Agama memegang peranan penting dalam sistem hukum nasional, khususnya bagi umat Islam. Lembaga ini menjadi tempat penyelesaian sengketa dalam bidang-bidang seperti perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, serta ekonomi syariah. Dr. Mardani menjelaskan bahwa kehadiran Peradilan Agama bukan hanya untuk menjalankan hukum Islam, tetapi juga untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan yang sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan moralitas agama.
Buku ini disusun secara sistematis mulai dari pengertian peradilan, dasar hukum, kewenangan, prosedur penyelesaian perkara, hingga pelaksanaan putusan dan peran hakim dalam menegakkan keadilan. Gaya penulisan yang digunakan bersifat akademik namun mudah dipahami, sehingga buku ini sangat membantu bagi siapa pun yang ingin memahami mekanisme peradilan Islam di Indonesia.
Isi Buku
Bab I -- Pengertian dan Dasar Hukum Peradilan Agama
Bab pertama menjelaskan konsep dasar peradilan agama, baik dari sisi teori maupun praktik. Peradilan, secara umum, diartikan sebagai lembaga yang berfungsi menegakkan hukum dan memberikan keadilan. Dalam konteks Indonesia, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, termasuk Peradilan Agama. Dasar hukum Peradilan Agama di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. Melalui undang-undang tersebut, kedudukan Peradilan Agama semakin kokoh dan diakui dalam sistem hukum nasional. Dr. Mardani menekankan bahwa hukum Islam memiliki posisi penting dalam sistem hukum Indonesia karena bersumber dari Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama. Oleh sebab itu, kehadiran Peradilan Agama bukan bentuk diskriminasi, tetapi pengakuan terhadap keberagaman hukum yang hidup di masyarakat.
Bab II -- Kedudukan dan Kewenangan Peradilan Agama
Pada bab ini dijelaskan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu dari empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung, selain Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama memiliki kedudukan yang setara, tetapi dengan bidang kewenangan yang berbeda.
Kewenangan Peradilan Agama meliputi perkara-perkara yang menyangkut hukum keluarga Islam seperti:
1. perkawinan (nikah, talak, rujuk),
2. warisan dan wasiat,
3. hibah dan wakaf,
4. zakat, infaq, dan shadaqah,
5. serta ekonomi syariah.
Perluasan kewenangan ini terjadi setelah lahirnya UU No. 3 Tahun 2006, yang memungkinkan Peradilan Agama menangani sengketa ekonomi syariah seperti perbankan, asuransi, dan pembiayaan syariah. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan keagamaan, tetapi juga aktivitas ekonomi modern. Penulis menilai bahwa perluasan kewenangan ini merupakan bentuk kemajuan dalam integrasi hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional.
Bab III -- Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama
Bab ini menguraikan tahapan-tahapan dalam proses berperkara di Peradilan Agama. Dr. Mardani menulis secara rinci setiap tahap prosedur, mulai dari pendaftaran perkara, pemanggilan para pihak, pemeriksaan, pembuktian, hingga penjatuhan putusan.
Tahapan berperkara antara lain:
1. Pendaftaran perkara oleh penggugat di kepaniteraan pengadilan agama.
2. Penetapan majelis hakim dan jadwal sidang.
3. Pemanggilan resmi kepada para pihak melalui juru sita.
4. Pemeriksaan persidangan yang meliputi pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, pembuktian, dan kesimpulan.
5. Pembacaan putusan oleh hakim.
Hukum acara di Peradilan Agama pada dasarnya mengikuti hukum acara perdata yang berlaku umum (HIR dan RBg), namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip hukum Islam seperti keadilan, kejujuran, dan kesetaraan. Penulis menekankan pentingnya asas sederhana, cepat, dan biaya ringan, agar proses peradilan tidak berbelit-belit dan masyarakat kecil tetap bisa memperoleh keadilan.
Bab IV -- Pemeriksaan dan Pembuktian
Dalam bab ini, Dr. Mardani menjelaskan bahwa pembuktian merupakan inti dari pemeriksaan perkara. Hakim dalam Peradilan Agama tidak bersifat pasif seperti dalam sistem hukum barat, melainkan aktif menggali kebenaran materiil sesuai asas "hakim aktif". Alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata dan juga diakui dalam hukum Islam antara lain:
1. surat atau dokumen tertulis,
2. keterangan saksi,
3. pengakuan pihak,
4. persangkaan,
5. sumpah, dan
6. keterangan ahli.
Dalam beberapa perkara seperti perceraian atau warisan, alat bukti berupa saksi dan surat nikah sangat menentukan. Buku ini juga menegaskan bahwa hakim harus menilai alat bukti dengan cermat, tidak hanya berdasarkan bentuk formal, tetapi juga berdasarkan nilai kejujuran dan kebenaran substansial.
Bab V -- Putusan dan Upaya Hukum
Setelah pemeriksaan selesai, hakim menjatuhkan putusan berdasarkan hasil pembuktian dan keyakinannya. Putusan merupakan puncak dari proses peradilan, di mana hakim harus menjelaskan pertimbangan hukum yang digunakan.
Putusan dapat bersifat:
1. Mengabulkan gugatan, jika dalil penggugat terbukti;
2. Menolak gugatan, jika tidak terbukti; atau
3. Tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) jika gugatan tidak memenuhi syarat formil.
Terhadap putusan, para pihak dapat menempuh upaya hukum berupa banding ke Pengadilan Tinggi Agama, kasasi ke Mahkamah Agung, atau peninjauan kembali jika ditemukan bukti baru. Dengan demikian, hak para pihak tetap dilindungi.
Bab VI -- Eksekusi dan Pelaksanaan Putusan
Bab ini menjelaskan bagaimana putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dilaksanakan. Eksekusi adalah wujud nyata keadilan, karena tanpa pelaksanaan, putusan hanya menjadi tulisan di atas kertas. Dalam Peradilan Agama, bentuk eksekusi bisa berupa pelaksanaan talak, pembagian warisan, pelunasan utang piutang syariah, atau penyerahan harta wakaf. Pelaksanaan dilakukan oleh Ketua Pengadilan dengan bantuan juru sita dan aparat hukum jika diperlukan. Dr. Mardani menekankan bahwa hakim harus memastikan putusan tidak hanya adil secara hukum, tetapi juga dapat dilaksanakan secara realistis di lapangan.
Bab VII -- Mahkamah Syar'iyah di Aceh
Mahkamah Syar'iyah adalah lembaga peradilan khusus di Provinsi Aceh yang memiliki kewenangan lebih luas dibanding Peradilan Agama di daerah lain. Lembaga ini menangani perkara perdata Islam sekaligus pidana Islam (jinayah) berdasarkan Qanun Aceh dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Mahkamah Syar'iyah menjadi simbol pelaksanaan otonomi khusus Aceh, di mana hukum Islam diterapkan secara kaffah. Meskipun demikian, Mahkamah Syar'iyah tetap berada dalam sistem peradilan nasional di bawah Mahkamah Agung. Dr. Mardani memandang lembaga ini sebagai contoh konkret integrasi antara hukum Islam dan hukum nasional yang berjalan harmonis tanpa menimbulkan konflik yuridis.
Bab VIII -- Peranan Hakim dan Etika Kehakiman
Hakim dalam Peradilan Agama memiliki tanggung jawab besar, tidak hanya di hadapan undang-undang, tetapi juga di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, hakim harus berpegang pada prinsip keadilan, kejujuran, dan integritas moral. Etika kehakiman mencakup kepribadian, netralitas, profesionalisme, serta kemampuan memahami nilai-nilai keislaman. Penulis menekankan bahwa seorang hakim agama harus memiliki pengetahuan syariah yang kuat, karena perkara yang ditangani menyangkut aspek spiritual dan sosial umat Islam. Buku ini menutup bagian isinya dengan penekanan bahwa keadilan sejati hanya akan terwujud jika hakim memiliki niat tulus untuk menegakkan kebenaran, bukan sekadar menjalankan prosedur hukum.
Analisis dan Penilaian Buku
Secara keseluruhan, buku ini sangat komprehensif dan sistematis. Dr. Mardani berhasil menyajikan teori hukum acara perdata dengan gaya bahasa yang sederhana namun tetap akademik. Setiap bab disusun dengan alur yang logis, mulai dari dasar hukum hingga pelaksanaan putusan.
Kelebihan buku ini adalah kedalaman analisisnya terhadap hubungan antara hukum Islam dan sistem hukum nasional. Penulis tidak hanya mengutip pasal-pasal undang-undang, tetapi juga mengaitkannya dengan prinsip-prinsip fiqh dan maqashid syariah. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam dapat bersinergi dengan hukum positif Indonesia tanpa saling meniadakan.
Kelemahan kecil buku ini mungkin terletak pada kurangnya contoh konkret kasus yang dijabarkan secara naratif, padahal hal itu akan membantu pembaca memahami penerapan nyata di pengadilan. Namun, secara substansi, buku ini tetap sangat kuat dan akademis.
Inspirasi dan Nilai yang Dapat Diambil
Dari buku ini, pembaca dapat mengambil banyak inspirasi. Pertama, penegakan hukum Islam di Indonesia ternyata dapat berjalan berdampingan dengan hukum nasional tanpa harus bertentangan. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai keadilan universal Islam bisa diimplementasikan secara konstitusional.
Kedua, peran hakim sangat penting dalam menjaga wibawa hukum dan keadilan. Hakim bukan hanya profesi, tetapi amanah yang harus dijalankan dengan hati yang bersih dan tanggung jawab spiritual.