Mohon tunggu...
Listia Dwi Nursholikha
Listia Dwi Nursholikha Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendapat dan Perdebatan Pada Instrumen Derivatif pada Instrumen Keuangan Syariah

22 Maret 2024   16:45 Diperbarui: 22 Maret 2024   19:11 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAPAT DAN PERDEBATAN PADA INSTRUMEN DERIVATIF PADA INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH

 

Listia Dwi Nursholikha

Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Email Listiaaaaadw@gmail.com

PENDAHULUAN

            Produk Lembaga Keuangan Syariah  pada masa sekarang yang masih menjadi perdebatan adalah mengenai produk derivatif yang berasal dari transaksi derivatif yang nilainya dari produk lembaga keuangan lainnya atau turunan dari produk keuangan tertentu. Perbedaan pendapat terjadi dimulai dari kebolehan menggunakan derivatif, mekanisme pasar, dan perihal kesulitan dalam mengoperasikan derivatif yang sesuai dengan system syariah dikarenakan dari ukuran bank syariah yang masih kecil (Sakti et al., 2016). Perdebatan mengenai derivatif ini akan terus berlanjut dalam Islamic Finance, pada saat ini untuk penerimaannya masih sangat terbatas dan untuk peluang berkembangnya dalam waktu dekat ini juga masih ada (Askari et al., 2013). Perbedaan ini tidak akan terlepas dari konsep keuangan dalam Islam. Dimana konsep uang dalam Islam adalah sebagai alat tukar (medium of exchange) dan bukan merupakan salah satu komoditas yang diperjual belikan. Disamping itu, Islam memperoleh untuk melakukan kegiatan jual beli komoditas baik secara tunai ataupun tunda (Hasan, 2004).

            Ada beberapa instrument derivatif dimana oleh para cendekiawan Muslim sangat jelas diharamkan (melanggar hokum Islam) karena terdapat cacat pada asset yang mendasari atau kontrak itu sendiri. Namun, ada diferensial lain yang mendasar pada instrument ekuitas dan benda (barang) halal yang perlu diperhatikan oleh para ulama. Meskipun konservatisme bisa menjadi posisi yang dapat menguntungkan dalam “Ibadah atau hal-hal ritual”, mungkin akan memiliki suatu konsekuensi yang sangat tinnggi dalam hal yang berkaitan dengan muamalah (transaksi komersial), misalnya seperti, dalam hal mengembangkan keuangan syariah. Pada zaman modern ini banhkan bisa menjadi sangat penting, lingkungan bisnis yang sangat kompetitif dimana penolakan untuk penggunaan serangkaian intrumen yang fleksibel dan kuat untuk dapat menempatkan mereka dalam posisi yang bisa dikatakan tidak menguntungkan. Oleh karena itu, sangat penting dalam mempertimbangkan dimensi kesehateraan social dalam evaluasi kebolehan derivatif seperti kontrak berjangka (Bacha, 1999).

            Penerapan Futures and forwards dalam kontrak saat ini dalam pasar keuangan tidak diperbolehkan dan dianggap sebagai sebuah kontrak terlarang. Kajian Injadat (2014) menemukan bahwa Future and forwards kontrak yang mengandung sejumlah unsur yang dilarang didalam hokum Islam, terutama mengenai perjudian dan spekulasi yang dapat merugikan seseorang, ditambah dengan sejumlah beberapa unsur yang dilarang seperti gharar (ambiguitas), riba (bunga) yang pada zaman ini masih menjadi perdebatan di kalangan cendekiawan Muslim. Namun, ketersediaan adanya syarat dan ketentuan yang dapat menghilangkan unsur-unsur yang dilarang membuat mereka mampu mengerjakan dan konsisten dengan hukum Islam.

            Demikian juga transaksi derivatif yang ada pada bank dan juga perusahaan konvensional digunakan untuk spekulasi maupun lindung dari suatu risiko kebutuhan dalam perencanaan bisnis, dan penggunaan derivatig juga menjadi alat suatu manajemen risiko. Ada juga elemen leverage yang ada dalam perdagangan transaksi derivatif, dimana unutk peluang keuntungan atau kerugiannya besar yang berasal dari modal kecil karena pengerakan yang sangat relatif kecil dalam asset dasar derivatif. Hal ini dapat memunculkan argument baru bahwa derivatif menunjukkan unsur gharar (ketidakpastian), riba (bunga), dan jahalah (kebodohan) yang tujuannya untuk spekulatif, dimana semuanya tidak sesuai dengan prinsip syariah (Haron, 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun