Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Pierre Tendean dalam Sebuah Buku

5 Oktober 2020   20:47 Diperbarui: 16 Mei 2022   22:02 2634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi | dokpri

"Jangan macam-macam. Mungkin rasa kebangsaanku lebih tebal dibandingkan anda yang mengaku asli Indonesia."

Begitu dikutip dari buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi di halaman 72. Sebuah pernyataan dari seorang prajurit yang kini bukan lagi "mungkin", tetapi memang sudah terbukti memiliki rasa kebangsaan yang begitu tebal bagi bangsa ini, Indonesia.

Bagian Masa Lalu yang Tidak Akan Pernah Dilupakan

Sejak tahun 1945, tanggal 5 Oktober menjadi salah satu tanggal penting bagi kita. Hari lahirnya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Di usianya yang kini sudah 75 tahun, tidak ada salahnya jika kita mengenang perjalanan masa lalu yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Salah satunya tentang perjalanan singkat dari seorang prajurit TNI yang tiada lagi kini raganya, namun meninggalkan pelajaran tentang mencintai tanah air yang sesungguhnya dan tidak akan kita lupa jasa-jasanya. 

Namanya Pierre Andries Tendean atau Pierre Tendean. Pierre yang dibaca Pi-yer.

Melangkah mundur ke 55 tahun lalu, itulah masa di mana HUT TNI dilangsungkan pada suasana paling menyedihkan di usia kemerdekaan kita yang begitu muda.

Perayaan yang sejatinya penuh suka cita menjadi duka dan air mata, karena hari tersebut merupakan hari  pemakaman jenazah para pahlawan revolusi korban di Kalibata. Termasuk Pierre Tendean, ajudan Jenderal Nasution, yang turut menjadi salah satu korban.

Insiden salah tangkap, yang sebenarnya bisa ia akui saat itu, namun tidak pernah terjadi. Pierre Tendean yang rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan sang Jenderal atau lebih luas lagi demi bangsa dan negara yang begitu cinta.

Di usia yang muda, masih dua enam tahun. Beliau gugur sebagai bunga bangsa yang harumnya abadi.

Perjalanan Hidup Selama 26 Tahun

Buku "Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi" berhasil merangkum perjalanan Pierre Tendean. Dengan tebal 376 halaman, pembaca buku ini akan dibawa pada masa kecil sampai sang patriot itu pergi.

Buku yang menjadi jawaban atas kesimpangsiuran cerita yang beredar luas di internet. Sebuah buku yang menjadi jawaban atas rasa keingintahuan kita pada sosok Pierre Tendean.

Cerita-cerita yang mungkin belum kalian dengar di pelajaran sejarah yang diajarkan di bangku sekolah. Cerita yang membuat kita merasa makin dekat dengan pribadinya.

Terdapat 10 bab yang dibahas dalam buku yang dicetak pertama pada Februari 2019 ini. Dimulai dari Masa Kecil, Masa Remaja, Masa Taruna dan Pelabuhan Cita-cita, Karier dan Cinta di Penugasaan Bukit Barisan, Masa Dwikora: Masa Panggilan Ibu Pertiwi, Masa sebagai Ajudan, Malam Itu Kuberikan Seluruh Darma Baktiku, Duka di Lubang Buaya, Kepada-Nya Aku Kembali dan diakhiri dengan Setelah Sang Patriot Pergi.

Bab-bab yang menyimpan kejutan dari sang pahlawan. Yang manis sampai tragis. 

Ketiadaannya yang Tetap Ada

Setelah membaca habis buku tersebut, kita akan tahu betapa kehidupan seorang Pierre Tendean ternyata begitu mengesankan.

Tidak hanya kiprahnya di bidang militer, yang tidak heran sempat menjadi rebutan para jenderal, pun kisah masa-masa merah mudanya. Cintanya pada seorang gadis yang terpaut 8 tahun. Gadis yang meluluhkan hatinya itu bernama Rukmini Chamim. Sudah pernah membacanya?

Sebagai keturunan Minahasa-Prancis, Pierre Tendean memilik wajah yang rupawan. Berwajah blasteran. Namun kepada Rukmini seorang, hatinya dilabuhkan. Diceritakan pula bahwa di ulang tahun ke-17 sang pujaannya, yang ia sempatkan untuk datang.

Hubungan jarak jauh. Adanya perbedaan keyakinan. Tidak membuat Pierre Tendean menyerah dengan keadaan. Sebelum kejadian tragis itu terjadi, ia sudah membuat keputusan untuk menikahi Rukmini di akhir tahun tersebut, meski yang terjadi ternyata hidupnya harus berakhir.

Rasa sayangnya kepada keluarga juga tidak lupa diceritakan. Seperti cerita bersama sang Ibunda, Maria Elizabeth Cornet. 

Foto untuk Sang Ibunda | diambil dari buku | dokpri
Foto untuk Sang Ibunda | diambil dari buku | dokpri
Pun sebelum kejadian nahas itu, ia sebenarnya telah rencanakan pulang ke Semarang di tanggal 1 oktober pagi untuk merayakan ulang tahun Ibundanya di tanggal 30 september, yang nyatanya tidak pernah terjadi.

Ya. Ada banyak hal-hal yang sebelumnya kita tidak tahu menjadi tahu tentang sosok prajurit korps Zeni TNI Angkatan Darat ini. Bukan hanya tentang ketampanannya, terlepas itu Pierre Tendean merupakan sosok yang begitu menginspirasi di masa hidupnya, seorang pahlawan yang pantas dibanggakan dan kita kenang selalu perjuangannya.

Akhirnya, buku terbitan Kompas ini sangat saya rekomendasikan, bagi siapa saja. Karena yang belum saya paparkan di sini belum seberapa, kamu harus membacanya sendiri dan menemukan apa yang belum saya ungkapkan.

***

"Ha-ha-ha, aku jadi pahlawan Le, rapopo, aku rela mengabdi negara."-halaman 162

Semuanya terjadi dan benar.

Dirgahayu TNI!

Salam,
Listhia H. Rahman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun