Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal Stunting yang Dibahas Saat Debat Cawapres Itu

18 Maret 2019   22:40 Diperbarui: 19 Maret 2019   11:36 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi | https://hellosehat.com

...yang jelas tidak akan selesai kalau hanya diperdebatkan saja. #hiya 

Ada yang saya tunggu dalam debat semalam, apalagi kalau bukan topik yang akan dibahas khususnya soal kesehatan. Ya, sebagai seorang yang lahir dari rahim 'jurusan kesehatan' masalah soal ini patut untuk diamati serta cermati, dong. Siapa tahu bisa jadi bentuk petunjuk siapa yang benar-benar pantas dipilih sebulan nanti.

Jujur saja, pastinya saya --atau yang lain juga sama halnya---penasaran kira-kira apa yang ditawarkan sang calon pemimpin kepada  masalah khususnya pada kesehatan (yang kompleks) di negeri tercinta kita ini. Solusinya apakah benar-benar sudah tepat atau jangan-jangan hanya asal membuat program tanpa tahu sebenarnya apa masalah yang dihadapi? Ngggg....

Ah, kalian cari tahu sendiri sahaja ya atau malah sudah tahu pastinya program yang ditawarkan pada calon pemimpin  dalam debat semalam. Toh, poin yang ingin saya sampaikan juga bukan mengadu program mana yang paling benar. 

Nanti saya diserang kubu yang tidak sealiran, dibilang bukan #golongankami. Sepertinya ada yang jauh lebih penting yaitu soal mengenal stunting dan mengapa bisa jadi masalah yang begitu 'seksi' sampai dibahas debat level negara,kuy! Jadi mari merapatkan barisan saudaraku sekalian.


Stunting, Memangnya Penting Banget?
Istilah stunting bukanlah suatu yang baru untuk kalangan mereka yang terjun dalam dunia kesehatan. Misalkan saja pada jurusan yang saya geluti, gizi. Soal stunting rasa-rasanya sudah menjadi bahasan pokok yang wajib dibahas. Maklum saja sih, hubungan stunting yang begitu dekat dengan gizi memang menjadi alasan mengapa mereka tidak bisa diputuskan begitu saja. Selalu jadian.

Namun tentu bukan berarti urusan stunting semata-mata jadi urusan mereka yang bergelut dibidang kesehatan. Hari ini pemahaman soal stunting sudah menjadi konsumsi masyarakat karena masalah inilah yang sedang mereka hadapi.

Seperti yang sudah dilakukan Kementerian Kesehatan dengan cara melakukan penyebaran informasi stunting baik dengan menggunakan media cetak atau media sosial seperti Instagram.

Mengutip dari infomasi yang diberikan Kemenkes, stunting atau disebut juga dengan kerdil adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah dua tahun yang disebabkan kekurangan gizi pada waktu yang lama (kronis). 

Jadi kondisi ini tidaklah datang tiba-tiba, ada proses yang berlangsung lama yang kemudian menyebabkan seorang menjadi stunting. Tidak hanya terlihat secara fisik yang pendek, kondisi stunting juga berdampak pada kognitif serta mengundang risiko masalah kesehatan lain di masa-masa berikutnya. Dampak yang berjangka panjang pula dan sulit diperbaiki jika sudah terjadi.

Gizi Ibu adalah salah satu peran kunci dalam mengatasi stunting,sebab gizi Ibu yang menjadi sumber pertama kehidupan seseorang sebelum dilahirkan. Untuk itulah program 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) menjadi solusi yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta hak dan berkembangnya potensi ibu dan anak. 1000 HPK ini dihitung sejak awal proses kehidupan manusia (kehamilan) sampai anak berusia 2 tahun.

Singkatnya, ada 4 masa yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan 1000 HPK yaitu masa saat sebelum hamil (dimana si calon ibu ada baiknya menyiapkan gizi dan kesehatan yang optimal sebelum merencanakan kehamilan), masa kehamilan, masa bayi berusia 0-6 bulan (dilakukan dengan pemberian ASI Eksklusif) dan masa bayi berusia 6 bulan sampai 2 tahun.

Adanya 1000 HPK diharapkan dapat mencegah stunting sehingga tercipta generasi emas yang berkualitas baik dari segi kesehatan, intelektual dan produktivitas.

Perlu diperhatikan juga bahwa pemenuhan kebutuhan gizi yang berkualitas tidak lalu berhenti setelah 2 tahun. Pemberian gizi yang berkualitas tetap harus dipenuhi agar status gizi selalu optimal terlebih di masa-masa anak-anak yang merupakan fase pertumbuhan. 

Potret Stunting di Indonesia
Melihat data yang terpampang nyata dalam Riskesdas, diketahui bahwa prevalensi stunting secara nasional  adalah 30,8 persen (2018), 37,2 persen (2013), 35,6 persen (2010) dan 36,8 persen (2007).Jika diamati, ada penurunan sekitar 6,4 persen diantara 2013 sampai 2018.  Nampak menggembirakan, ya.

Sayang data 5 tahunan tersebut tidak tercantumkan keterangan per tahun sehingga data perkembangan spesifik tiap tahun tidak bisa digambarkan. Belum lagi apabila metode penelitian terutama pada sampel riskesdas ternyata mengalami perubahan,hal ini tentu pada akhirnya akan berdampak pada hasil. 

Sampel Riskesdas
Sampel Riskesdas
Tak usah bingung, ges. Yang jelas meski pernah turun, menurut WHO angka prevalensi stunting di Indonesia masih dianggap berat karena  prevalensinya masih di antara 30-39 persen.

Masalah Gizi seperti Stunting tidak hanya diatasi dengan debat eh Gizi Saja
Memang masalah stunting diakibatkan dari kekurangan gizi yang kronis. Namun dalam penyelesaiannya bukan hanya gizi yang menjadi fokus utama. Selain faktor gizi, faktor penyebab masalah gizi yang secara langsung adalah infeksi. Percuma saja jika kita memberikan makanan yang bergizi, jika ada infeksi yang belum diatasi. Sia-sia,seperti memberi kode pada dia tapi ternyata masih ada hati yang ia jaga #ehem

Masalah lain yang perlu diperhatikan seperti pelayanan kesehatan, kebersihan lingkungan dan sanitasi, kemiskinan, pendidikan dan yang tidak boleh dilupakan pun ternyata dapat menjadi akar masalah gizi (seperti stunting) adalah politik itu sendiri,lho.

ilustrasi http://bppsdmk.kemkes.go.id
ilustrasi http://bppsdmk.kemkes.go.id
Seperti yang dipaparkan bppsdmk.kemkes.go.id , perlu kalian ketahui secara sadar bahwa akar terjadinya berbagai masalah termasuk gizi dimulai dari pengelolaan negara. Dimana apabila pengelolaan negara yang terbagi dalam 3 kekuatan politik yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif  tidak dapat melaksanakan tujuan pembangunan sesuai UUD 1945, kesejahteraan umum tidak dapat tercapai secara optimal. 

Ketidakcakapan para pemimpin negara diketahui akan berdampak pada berbagai hal seperti rendahnya mutu pendidikan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, penangguran sampai timbulnya kemiskinan. 

Keadaan ini pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat status gizi masyarakat yang buruk sebab masyarakat miskin tidak mampu menyediakan pangan, mengasuh anak dan menjangkau kesehatan yang baik. Jiks terus menerus didiamkan,tidak menjadi heran apabil masalah stunting dan masalah gizi lain pun terus terjadi berulang.

Gimans nih?

Nah, jadi tidak heran khan jika kemudian stunting menjadi sebuah 'masalah seksi' yang dibahas debat cawapres, sebab masalahnya memang tidak sederhana dan dampaknya itu lhoh menyangkut generasi yang akan dimiliki Indonesia di masa depan. Dan tentu, lagi-lagi politik disini memegang peranan penting dalam menyelesaikannya.

Ditunggu dech.

Salam,
Listhia H. Rahman

***

Bisa nulis fiksi? Jangan lupa ikutan ini perayaan #500artikellisthia kuy. klik disini 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun