Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menari Tidak Hanya Soal Gerakan, Tetapi Juga Kebahagiaan

2 Mei 2018   18:42 Diperbarui: 3 Mei 2018   16:36 1899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi I reviewanyoption.com

Meski saya belum bisa dikatakan seorang yang profesional dalam hal ini.

Hobi. Sebatas itulah saya mengenalnya, sebagai kesukaan atau hobi. Hobi yang ternyata masih bisa langgeng sampai sekarang meski sempat ada spasi, jeda. Ya,kemudian saya jadi sering bersyukur ketika menyadari kenyataannya hari ini. Saya masih diberi kesempatan untuk menari, lagi.

Ini memang bukan tulisan pertama saya soal menari. Sudah kesekian sekian, saya juga tidak ingat berapa, tapi jelas ingat pernah menulis tentang menari sebelumnya. 

Contohnya saja waktu minggu lalu, 29 April yang bertepatan pula dengan Hari Tari Sedunia, disaat saya iseng mengecek laman kompasiana, saya jadi nyengir sebab ternyata satu tulisan saya telah diangkat menjadi featured. Tulisan yang juga saya baru sadari usianya sudah tidak bisa dibilang baru, sudah dua tahun saya lahirkan. 2016!

Mengapa Menari, Lagi?

Memang sih, jarang sekali saya mendapatkan pertanyaan semacam ini dari orang-orang. Alasannya mungkin karena orang di sekitar lebih sering menilai saya masih menari, padahal sebenarnya tidak sering juga bahkan sempat juga vakum. Hadeuh. Seperti masa-masa berjuang untuk diwisuda dan beberapa bulan setelahnya, misalnya.

Jawaban dari pertanyaan tersebut, yang saya buat dan tanyakan pada diri sendiri, adalah ada kenangan masa kecil yang seperti minta dilanjutkan deh. HAHA.

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan, semenjak kecil, saya sudah dikenalkan dengan menari. Namun, hanya sampai di sekolah dasar --itupun tidak penuh sampai saya kelas 6- saya masuk dan terdaftar di sanggar. Meski sudah masuk sanggar, seingat saya tidak pernah ada ujian tingkatannya, kami hanya datang-belajar tarian baru-selesai-ganti. 

Kurang greget, iya! Padahal sewaktu saya masih kecil dan masih berada di depan panggung -maksudnya jadi penonton-, saya pernah menjadi penonton saat kakak saya ujian menari. Waktu kecil kakak saya aktif juga di sebuah sanggar (hanya sanggar kakak dan saya, beda).

Hingga di usia yang sekarang ini, setelah beberapa puluh tahun terlewati #halah, saya kembali masuk dan terdaftar pada sebuah sanggar. Sanggar yang benar-benar mengajari saya menari dengan benar-benar benar. 

Sanggar yang membuat saya merasakan bagaimana rasanya ujian kenaikan tingkat yang sesungguhnya, yang dinilai dari ujung kepala sampai kaki,sedetail-detailnya. Pengalaman yang  juga sudah lama ingin saya rasakan sensasinya, dinilai bukan hanya sebagai  bentuk penghiburan semata namun benar tidaknya dalam olah gerak dan juga rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun