Mohon tunggu...
Khalista Ayu Fadilah
Khalista Ayu Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Sejarah S1

Saya merupakan mahasiswi program studi Pendidikan Sejarah S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Edukasi Lewat Lagu Tradisional Jawa

3 Juni 2025   22:28 Diperbarui: 3 Juni 2025   22:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Lawatan Yogyakarta Royal Orchestra di Malaysia dalam mempererat persahabatan sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia. Sumber kratonjogja.id

Gugur Gunung, Prahu layar, Gundul-Gundul Pacul, Jaranan, Lela ledhung, Lir Ilir, Suwe Ora Jamu, Cublak-Cublak Suweng, Padhang bulan, Sluku-Sluku Bathok, Turi-Turi Putih, Jenang Gula, Lingsir Wengi… Sederet judul tembang atau lagu tradisional Jawa. Lagu-lagu tersebut sudah cukup familiar di kalangan masyarakat Jawa, namun tak sedikit dari mereka kurang memahami makna dan pesan yang disampaikan dalam tiap bait lirik lagunya, bahkan ada juga yang mengaitkannya dengan hal-hal berbau mistis. So underated. Ya, hal ini terjadi di lagu-lagu tradisional Jawa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘tembang’ merupakan sebuah syair yang berlagu atau untuk dinyanyikan.

Mengupas Kesalahpahaman Seputar Lagu Tradisional Jawa

Lagu atau tembang tradisional Jawa hingga sekarang masih menjumpai penyimpangan dalam memaknainya. Salah satu contohnya adalah Lingsir Wengi yang seringkali diiringi miskonsepsi dan dikaitkan dengan hal-hal mistis. Sejatinya, tembang ini adalah hasil dari adopsi kidung Rumeksa Ing Wingi karya salah satu tokoh dalam Walisanga yaitu Sunan Kalijaga yang dijadikan sebagai sarana dakwah di masa awal perkembangan Islam di Jawa sebagaimana ini pernah dianalisis oleh seorang mahasiswa Pascasarjana Universitas IsIam Negeri Walisongo Semarang, M. Sakdullah dalam kajian teologisnya pada tahun 2014. Lingsir wengi menjadi salah satu lagu gending Jawa. Dibalik bait-baitnya lagu karya Walisanga seperti lagu Lingsir wengi, tentunya memiliki nilai-nilai budaya dan pesan moral yang mendalam. Penyimpangan makna ini dapat terjadi karena adanya dukungan dalam suatu perindustrian film, salah satu contohnya adalah Film Tembang Lingsir yang dirilis pada 31 Januari 2009. Lagu Lingsir Wengi mulai melonjak populer karena dijadikan backsound di dalamnya yang mana film ini mengangkat genre film horror. Makna negatif yang tertanam di masyarakat digiring dari salah satu adegan pemanggil roh halus dalam film tersebut. Pengundang makhluk halus (setan). Itu merupakan persepsi negatif yang tertanam di sebagian masyarakat terhadap lagu ini. Dalam penelitian Fajar Dwi Putra yang meneliti tentang ‘Persepsi Masyarakat Jawa Terhadap Tembang Lingsir Wengi Sebagai Sebuah Komunikasi Lintas Budaya Syiar Agama Islam’ pada tahun 2016, seyogyanya yang diartikan adalah tentang Durmo lingsir wengi atau lagu penolak makhluk halus–penolak bala godaan makhluk halus.

Bukan Sekadar Kalimat Biasa: Pesan Tersembunyi di Balik Lagu Tradisional Jawa 

Lingsir wengi adopsi dari kidung Rumeksa Ing Wengi Sunan Kalijaga memiliki pesan yang sangat berarti. Sunan Kalijaga memanfaatkan kidung Rumeksa Ing Wengi sebagai media dakwah yang efektif. Liriknya yang selaras dengan ajaran Al-Quran, mengajarkan keimanan kepada Allah SWT dan anjuran untuk selalu berlindung kepada-Nya. Selain itu, Sunan Kalijaga juga mengajarkan akhlak mulia melalui tradisi Jawa, seperti puasa, yang dimaknai tidak hanya sebagai ibadah spiritual, tetapi juga sebagai praktik yang bermanfaat bagi pertanian, perang, dan pencapaian cita-cita. Pengajaran ini jelas berbeda dengan interpretasi Lingsir Wengi yang berkembang di masyarakat saat ini. Lagu tradisional atau tembang dolanan lainnya yaitu Gugur Gunung. Gugur Gunung mengandung makna yang berkaitan dengan sila Pancasila ke-3 Persatuan Indonesia. Gugur gunung sendiri berarti “gotong royong”. Gugur gunung mencerminkan semangat kebersamaan yang kuat seperti sebuah konsep yang diturunkan dari nenek moyang Nusantara, bekerja sama tanpa pamrih, tanpa imbalan apapun sebab mengutamakan membina kerukunan dan persahabatan. Hal tersebut tentunya relevan dengan kehidupan hingga sekarang ini. Lagu ini masuk ke dalam set list lagu easy listening, bisa dengarkan lagunya melalui aplikasi Spotify atau YouTube “Gugur Gunung-Bagus Shidqi, Bella Nadinda”. Era sekarang banyak orang yang menyukai lagu dengan aransemen easy listening, terlebih anak-anak muda Gen Z.

Lagu Tradisional Menuju Gemilang

Sebagai bentuk perayaan untuk pelestarian atas berbagai lagu tradisional yang telah muncul untuk memberikan pengajaran—berdampingan dengan kehidupan manusia, di era sekarang banyak yang bisa kita berikan sebagai bentuk perwujuan apresiasi tersebut. Sedang ramai di khalayak ramai baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa sangat tertarik dengan salah satu seni pertunjukkan musik yang diselenggarakan oleh Yogyakarta Royal Orchestra. Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) merupakan salah satu orkestra populer di Yogyakarta milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang mana pertunjukkan ini memiliki tujuan mulia yakni melestarikan musik tradisional Jawa. Melalui harmonisasi musik adiluhung menjadikan pertunjukkan musik ini mampu dikenal oleh banyak orang yang bukan hanya dari kalangan penikmat musik saja tetapi juga oleh semua orang, sehingga mampu membawa pertunjukkan ini ke atas panggung dunia. Melansir dari Keraton Jogja Official, pada tanggal 6-9 Juni 2024 Yogyakarta Royal Orchestra selaku orkestra Kagungan Dalem di bawah naungan Kawedanan Kridhamardawa, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ikut berpartisipasi dalam Festival Orkestra Kuala Lumpur 2024 di Auditorium Dewan Bandaraya Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan ini kita dapat memperkenalkan kebudayaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia yaitu dengan memperkenalkan lagu-lagu tradisional yang edukatif. Selain itu, beberapa agenda yang akan diadakan pada tahun 2025 ini antara lain pada tanggal 20 Mei untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 21 Juni Peringatan Hari Musik Dunia, 23 Juli Peringatan Hari Anak Nasional,17 dan 23Agustus seputar Perayaan Kemerdekaan Indonesia, 20 September Konser Kolaborasi Trio Saint-Saens, dan 13 Desember Konser Akhir Tahun 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun