Mohon tunggu...
Lisa Fahrani
Lisa Fahrani Mohon Tunggu... -

not kind of a girl in your sweetest dream

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harga Rokok Dinaikkan? Siap Menghadapi Jutaan Pengangguran, Indonesia?

22 Agustus 2016   14:01 Diperbarui: 22 Agustus 2016   14:09 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dari http://komunitaskretek.or.id

Pekan lalu, bahkan hingga sekarang, publik dihebohkan oleh segala pemberitaan terkait isu akan dinaikkannya harga jual rokok menjadi Rp 50.000. Beragam tanggapan pun keluar dari mulut masyarakat, terlebih di media sosial seperti twitter yang menurut saya semua orang dapat mengeluarkan pendapatnya.

Pro dan kontra sudah biasa jika ada isu besar seperti ini. Namun saya perhatikan di timeline saya, @fahraniee, kebanyakan rekan-rekan saya menolak itu tersebut dan menganggap bahwa kenaikan harga rokok harus dikaji ulang.

Di satu sisi, Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, mengatakan bahwa dengan menaikkan harga jual rokok bisa menurunkan tingkat konsumsi di rumah tangga miskin. 

Tulus juga mengatakan bahwa itu sangat logis dan membeberkan bahwa 70% konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin. Terlebih, menurut anggota Komisi IX DPR, M Iqbal, jika Pemerintah menaikkan harga rokok, maka itu semua dapat mencegah perokok di kalangan remaja.

Menurut saya, ini adalah niat yang sangat baik dari M Iqbal. Tapi menurut saya, ini masih keliru karena permasalahan untuk menaikkan harga rokok tidak sesederhana itu. Mungkin M Iqbal lupa bahwa industri tembakau adalah salah satu pemasukan terbesar untuk penerimaan pajak negara.

Saya tidak mengerti dengan pendapat yang diutarakan oleh para ahli tersebut. Saya yang masih awam, bahkan tidak merokok ini pun berpikir, “Jika harga rokok naik, otomatis penjualannya berkurang. Hal itu juga berimbas pada industri tembakau yang tidak bergerak karena tidak ada pemasukan.”

Setelah itu semua, perusahaan rokok pun dengan terpaksa memecat para petani dan buruh tembakau kan? Jika mereka sudah tidak punya pekerjaan untuk setidaknya menyambung hidup, Indonesia kembali dihadapkan kepada kemiskinan. Ya, dilematis memang.

Sudah bukan rahasia umum jika industri tembakau memang menjadi andalan pendapatan negara, bahkan hingga saat ini. Pada tahun 2000, Pemerintah meraup setoran cukai dari perusahaan-perusahaan industri rokok sebesar Rp 11,29 triliun.

Berselang 12 tahun, penerimaan negara dari sektor cukai bertambah hingga 7,5 kali lipat, atau setara dengan Rp 84 triliun. Jika saja harga rokok benar-benar dinaikkan, penjualan sudah dipastikan menurun dan tidak bisa dimaksimalkan dalam segi penerimaan untuk negara.

Salah satu anggota komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menjadi salah satu orang yang kontra dengan rencana kenaikan harga rokok. Ia juga mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati dalam menyikapi isu tersebut. Ia juga menduga bahwa isu tersebut ditunggangi kepentingan asing.

Menurut Misbakhun, kini industri rokok sudah terpuruk dengan adanya kebijakan pita cukai yang tidak melindungi kepentingan mereka. Bayangkan saja jika ditambah dengan harga rokok yang rencananya dinaikkan itu? Pasti petani dan buruh tembakau semakin sulit untuk bernapas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun