Mohon tunggu...
Lipul El Pupaka
Lipul El Pupaka Mohon Tunggu... Wiraswasta - lagi malas malasnya

ini bio belum diisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sektarianisme dan Neoliberalisme, Ancam Krisis Nasionalisme!

17 Desember 2013   19:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:49 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alm. Bung Karno : “Lebih baik aku mati bersimba darah, dari pada hidup dalam keterjajahan”.

Beliau juga pernah mengatakan beberapa tentang Nasionalisme :

“Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi (perkakasnya Tuhan), dan membuat kita menjadi (hidup di dalam roh). -Suluh Indonesia Muda, 1928

“Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan semata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. -Di bawah bendera revolusi, hlm. 5-

“Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang menyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satu Nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalisme semacam itu pastilah salah, pastilah binasa”. - Di bawah bendera revolusi, hlm. 6 –[opening]

=======

Di Indonesia, nasionalisme terkonstruksi berlandaskan kemajemukan. Indonesia merupakan negeri majemuk, baik manakala disimak dari aspek suku, agama, ras, etnisitas dan atau golongan-golongan. Bahkan, secara geografis, Indonesia pun berwatak majemuk, ditandai oleh luasnya keanekaragaman hayati. Pada sekitar permulaan abad XX, nasionalisme berbasis kemajemukan itu kian menemukan bentuk atau formatnya. Sangat bisa dimengerti pada akhirnya, mengapa para pendiri bangsa senantiasa mengaitkan nasionalisme Indonesia dengan persatuan dan kesatuan bangsa.

Hubungan antara kemajemukan dan nasionalisme, boleh dikata merupakan hubungan yang bersifat aksiomatik. Sejauh kemajemukan itu terawat utuh, maka sejauh itu pula nasionalisme terpelihara dengan baik. Tetapi sebaliknya, tatkala kemajemukan rajutannya porak-poranda, maka seketika itu pula nasionalisme dilanda krisis. Celakanya, begitu nasionalisme mengalami krisis, mendadak sontak Indonesia kembali berada di bawah banyangan kelam penjajahan dan keterjajahan. Inilah sebuah situasi yang oleh Bung Karno dinarasikan dengan istilah “neoimperialisme” dan “neokolonialisme”.

Manakala diletakkan ke dalam sebuah skema, corak nasionalisme Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut :

[Pertama] kemajemukan yang terkelola dengan baik ditandai oleh kuatnya toleransi dan harmoni berdampak positif pada kukuhnya nasionalisme.

[Kedua] kukuhnya nasionalisme bermakna signifikan bagi terciptanya kemandirian dan kedigdayaan Indonesia dalam arena hubungan antarbangsa di dunia.

Hanya dengan skema nasionalisme semacam itulah Indonesia mampu membangun daya saing dalam totalitas dialektika hubungan antarbangsa di dunia. Pertanyannya, apakah skema nasionalisme semacam itu masih bertahan hingga kini, atau malah porak-poranda?

Jujur harus dikatakan, bahwa selama kurun waktu sekitar satu dasawarsa terakhir, konstruksi kemajemukan mengalami korosi dan pengeroposan oleh perkembangan politik dan perekonomian dalam selubung demokrasi serta dalam kamuflase reformasi. Selama lebih dari satu dasawarsa berjalan, politik dan perekonomian bergerak meluluhlantakkan kemajemukan. Politik identitas berjiwa sektarian justru memposisikan kemajemukan sebagai lawan. Perekonomian bersukma neolibetalistik mencetuskan tradisi tata kelola negara yang menghamba pada mekanisme ‘free trade’ alias pasar bebas. Politik dan perekonomian lalu menumpul saat diharapkan mampu mempertegas terwujudnya keadilan.

Kita lalu tak dapat mengelak dari kesimpulan, bahwa tergerusnya kemajemukan merupakan sebab pokok timbulnya krisis nasionalisme. Sementara, faktor penyebab kembar hancurnya kemajemukan adalah politik yang sektarianistik dan ekonomi yang neoliberalistik. Geneologi krisis nasionalisme, dengan demikian, sangatlah jelas dan terang benderang. Pada titik ini dunia pendidikan turut diperhadapkan dengan agenda penyelesaian krisis nasionalisme. Dunia pendidikan terkondisikan untuk membentuk kesadaran kritis, bahwa sektarianisme dan neoliberalisme tidak relevan untuk keperluan jangka panjang merawat nasionalisme.

Tanpa keterlibatan secara aktif kita generas muda melawan sektarianisme dan neoliberalisme, maka krisis nasionalisme akan kian nyata.[-] Kita harus aktif dengan pembebasan indonesia ini. Resapi itu !!!

------------------------------------

Lapak coretan ane :

-elpupaka7[dot]blogspot[dot]com

-lep-34[dot]blogspot[dot]com

-infolipul[dot]tumblr[dot]com

-www[dot]kompasiana[dot]com/lipul-kidak

======================================

Salam Kebaikan Jiwa Raga!

======================================

Lipul ‘El Pupaka’

- [ILUSILOGI ]#PenaIlusi #PenaSenja -

Bengkulu, 17 Desember 2013 Pkl: 19.10 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun