Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) -- saat ini dipisah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan -- sebagai pemegang otoritas konservasi pun tampak abai dalam menyusun regulasi turunan yang memastikan hak masyarakat adat tetap terlindungi. Proses pembentukan UU ini berjalan terburu-buru, minim partisipasi publik, dan tertutup dari dialog dengan kelompok terdampak (AMAN, 2025).
Akibatnya, masyarakat adat di berbagai daerah---seperti di Sabu Raijua, Manggarai Timur, hingga Halmahera---menghadapi risiko kriminalisasi hanya karena mempertahankan pola hidup tradisional mereka (Mongabay, 2025). Hal ini bukan hanya memunculkan konflik horizontal, tetapi juga merusak ekosistem sosial yang selama ini menjadi benteng terakhir konservasi.
Dampak Ekologis dan Sosial: Konservasi yang Kontra-produktif
Jika dibiarkan, UU ini akan mendorong konservasi menjadi kegiatan eksklusif yang dikuasai oleh negara dan korporasi. Padahal, data menunjukkan bahwa wilayah adat justru lebih efektif menjaga hutan dan keanekaragaman hayati dibanding kawasan konservasi yang sepenuhnya dikelola pemerintah (WALHI, 2023).
Dengan meminggirkan masyarakat adat, negara justru membuka ruang bagi eksploitasi terselubung yang kerap dibungkus dengan dalih "ekowisata" atau "jasa lingkungan". Akibatnya, konservasi menjadi proyek elitis yang abai terhadap ekologi sosial, memicu deforestasi terselubung, hingga mengancam hilangnya pengetahuan lokal tentang pengelolaan ekosistem.
Menuju Konservasi Berkeadilan: Solusi yang Harus Diambil
Kritik tanpa solusi adalah sebuah pesimisme. Untuk keluar dari lingkaran setan ini, beberapa solusi konkret yang ditawarkan dapat menjadi prioritas untuk memperbaiki tata kelola konservasi di Indonesia:
- Revisi dan Perbaikan UU 32/2024 dengan Partisipasi Publik Sejati
Pemerintah dan DPR harus membuka kembali ruang dialog yang transparan dan inklusif, dengan melibatkan masyarakat adat, akademisi, dan organisasi lingkungan. Revisi UU 32/2024 perlu menghapus pasal-pasal yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat adat dan memastikan pengakuan atas hak-hak mereka di kawasan konservasi. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi memiliki kesempatan penting untuk menegaskan perannya sebagai penjaga konstitusi. Jika MK mengabulkan uji formil, itu akan menjadi pesan tegas bahwa legislasi yang mengabaikan partisipasi publik tidak bisa dibenarkan. MK dapat memerintahkan penghentian implementasi UU ini dan mewajibkan proses legislasi ulang yang lebih adil dan partisipatif. - Penguatan Skema Konservasi Berbasis Komunitas
Pemerintah harus mendorong model Community-Based Conservation dengan memberikan legalitas penuh kepada masyarakat adat sebagai pengelola konservasi. Hal ini bisa dilakukan melalui percepatan pengakuan hutan adat dan penetapan wilayah kelola masyarakat. - Penegakan Hukum Lingkungan yang Progresif dan Berkeadilan
Aparat penegak hukum perlu diberikan pemahaman tentang hukum lingkungan dan hak masyarakat adat. Pelatihan khusus bagi polisi, jaksa, dan hakim tentang ecological justice sangat penting agar hukum tidak lagi menjadi alat kriminalisasi warga.
Panggilan untuk Bertindak
Kasus uji formil UU KSDAHE ini lebih dari sekadar sengketa hukum di menara gading. Ini adalah pertaruhan nasib ekosistem dan keadilan sosial di Indonesia. Membiarkan sebuah produk hukum yang cacat prosedur tetap berlaku sama saja dengan menyerahkan kunci brankas kekayaan alam kita kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, mengawal proses di Mahkamah Konstitusi adalah kewajiban kita bersama. Ini adalah momentum untuk menuntut negara agar kembali ke khitahnya: melayani publik dan menjaga amanat konstitusi. Ini adalah pertaruhan untuk memastikan bahwa kata "konservasi" tidak menjadi sinonim dari perampasan ruang hidup rakyat.
*Penulis: Lipul, mahasiswa Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam di Universitas Al-Azhar Indonesia
**Referensi:
- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (2025). https://www.aman.or.id/news/read/2084
- Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2024, Juni 26). Saksi: Proses pembentukan UU KSDAHE minim transparansi dan partisipasi publik. Mahkamah Konstitusi RI. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=23152
- Mongabay Indonesia. (2025). Menanti Putusan Uji Formil UU Konservasi. https://mongabay.co.id/2025/07/12/menanti-putusan-uji-formil-uu-konservasi/
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). (2024, 9 Juli). Policy Brief RUU (Perubahan) KSDAHE: Delapan catatan krusial RUU Perubahan KSDAHE. WALHI. https://www.walhi.or.id/policy-brief-ruu-perubahan-ksdahe-delapan-catatan-krusial-ruu-perubahan-ksdahe
- WALHI. (2023). Tinjauan Lingkungan Hidup 2023. https://www.walhi.or.id/uploads/buku/TLH%20WALHI%202022%20Rev%202.pdf.pdf