Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Degradasi Etika Peserta Didik dalam Interaksi Edukatif di Masa Pandemi

19 Juni 2021   09:15 Diperbarui: 21 Juni 2021   13:32 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun 2019 dunia mulai dibuat was-was dengan menyebarnya sebuah virus mematikan dari Wuhan china. Virus ini tidak membutuhkan waktu lama menjadi momok yang menakutkan bagi seluruh masyarakat dunia tidak terkecuali Indonesia yang juga merupakan salah satu negara yang terdampak dengan virus ini, dimana hal ini mempengaruhi semua sektor baik ekonomi, pemerintahan dan sosial terlebih lagi pendidikan. Dalam bidang pendidikan diberikan alternatif pembelajaran karena pembelajaran tatap muka tidak bisa lagi dilakukan, altrenatif yang dilakukan diantaranya adalah pembatasan sosial baik bersekala besar ataupun kecil, pembelajaran via daring, pelaksanaan protokol kesehatan di lingkungan sekolah, aktivitas sekolah dibatasi dan masih banyak lagi. mengingat virus ini belum terlalu dikenal sehingga membutuhkan penelitian yang mendalam dan ilmuan masih dalam usaha menemukan vaksin yang benar-benar mampu menjaga kekebalan tubuh dari Virus tersebut yang dikenal dengan sebutan COVID 19.

Menyikapi hal yang demikian, pendidikan sebagai salah satu kebutuhan manusia demi menjalankan dan mempersiapkan kehidupanya berupaya semaksimal mungkin untuk tetap dijalankan. Mulai dari mengganti pembelajaran dengan sistem daring sampai kepada pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang dimodifikasi. Guru juga melakukan inovasi-inovasi yang diharapkan mampu melaksanakan tanggung jawab pembelajaran dengan semaksimal mungkin. Inovasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan onlinenisasi segala bentuk interaksi antara peserta didik dan guru. Mulai banyak sekali aplikasi yang melakukan inovasi guna memenuhi kebutuhan pembelajaran daring ini. Dominasi penggunaan aplikasi yaitu Whatsapp dan Google beserta produk miliknya. Inovasi juga dibebankan kepada guru dimana guru tidak hanya harus bertransformasi menjadi editor video dan foto namun juga harus siap mengajar dengan segala keterbatasan baik media ataupun jaringan.

Kurangnya ketersediaan jaringan menjadikan pembelajaran yang dilakukan tidak maksimal, hal ini juga mempengaruhi kemampuan peserta didik baik pada bidang kognitif, psikomotorik dan juga afektif. Pada bidang kognitif peserta didik yang awalnya diajarkan langsung mendapatkan bimbingan dari guru, menjadi pembelajar mandiri dan penerapan kooperative learning memang sangat terasa. Perubahan ini memberikan efek kepada banyaknya keluhan peserta didik yang tidak bisa memahami materi dengan baik karena kurangnya bimbingan baik dari guru maupun orang tua. Pada sisi orang tua tidak sedikit yang berkeluh kesah karena model pembelajarannya berbeda dengan apa yang diajarkan kepada orang tua ketika menginjak usia yang sama dengan putra putrinya.

Bidang psikomotorik juga menjadi terganggu, tidak sedikit peserta didik yang melimpahkan aktivitasnya pada game online, aplikasi tiktok dan masih banyak lagi aktivitas peserta didik yang tidak memerlukan gerak. Kurangnya gerak pada peserta didik juga menjadi penyebab ketergantungan peserta didik pada gawai mereka masing-masing. Selain menjadi tuntutan untuk mengakses pembelajaran yang dilakukan, gawai juga menjadi sumber informasi yang tidak terbendung sehingga jika tidak terdapat peran orang tua di dalamnya, maka ini akan menjadi dua sisi mata pisau yang siap membantu peserta didik memotong pita kemenangan atau malah memotong tali masa depannya.

Kurangnya aktivitas fisik peserta didik diperparah dengan kebijakan PPKM atau Lockdown lokal yang diintruksikan oleh pemerintah daerah. Masyarakat dilarang melakukan aktivitas berkerumun, interaksi yang sangat dibatasi dan larangan keluar rumah jika tidak sedang dalam urusan yang mendesak membuat peserta didik terkurung dirumahnya dan aktivitas kesehariannya hanya memperhatikan gawainya dan mencari informasi apapun yang diinginkannya.

Kemudian pada bidang afektif atau berkaitan dengan sikap peserta didik ini menjadi tantangan tersendiri. Aktivitas pembelajaran secara daring yang diberlakuan lebih dari satu tahun meniscayakan peserta didik tidak mengenal gurunya secara mendalam. Interaksi yang hanya dilakukan melalui gawai menjadikan peserta didik tidak terlalu memperdulikan apa yang diajarkan terlebih lagi jika orang tua tidak ikut andil dalam mengawasi tugas yang diberikan. Aktivitas menyepelekan akan meningkat dan juga hal ini akan memperkeruh keadaan dimana pengguna jejaring sosial masyarakat indonesia sudah tergolong menghawatirkan baik dalam hujatan atau kurangnya pemahaman akan berita hoax.

Perlu dipahami pahwa keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik juga dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga mencapai pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru paham akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan guru secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, guru harus memeperhatikan karakteristik afektif peserta didik. selain itu guru perlu memperhatikan etika peserta didik dalam menjalankan aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Sebagai aktivitas mendidik peserta didik juga ditekankan untuk memiliki etika yang baik dalam mengikuti pembelajaran yang dilakukan guru sehingga etika ini menjadi hal yang sangat penting untuk ditingkatkan.

Problematika yang terjadi sampai saat ini adalah ketika manusia memiliki kemamapuan kognitif yang mumpuni kemampuan psikomotorik yang baik namun afektifnya kurang. Hal ini dapat terlihat ketika memandang berita mengenai banyaknya koruptor yang tidak segan memakan uang rakyat padahal mereka adalah wakil rakyat yang tidak mungkin bodoh. Bahkan kadang pemuka agama yang seharusnya menjadi contoh yang baik khususnya dalam bidang afektif karena sering menjelaskan mengenai materi tentang etika masih juga bisa tersandung kasus yang mencoreng nama baiknya karena berkaitan dengan etika. Prihal psikomotorik tidak sedikit atlet, musisi yang memiliki bakat yang baik di bidang yang ditekuni tergoda dengan obat obatan terlarang, padahal penggunaan obat-obatan ini sudah dilarang baik oleh negara maupun agama. ketika kode etik agama dan negara dilanggar maka mereka sudah tidak lagi bertindak sesuai dengan nilai etika yang berlaku di masyarakat sudah tidak lagi melaksanakan aktivitas yang baik dan benar sehingga ini sudah bisa dikatakan melanggar etika yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu mulai dari saat ini perlu adanya pembinaan bidang etika  atau efektif peserta didik sehingga tercipta manusia yang tidak hanya cerdas namun juga memiliki etika dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Selain dalam pelaksanaan pembelajaran guru juga harus bisa merancang evaluasi atau penilaian yang baik. Penilaian pada ranah afektif saat ini dirasa kurang diperhatikan, hal ini terlihat ketika guru hanya menilai hasil peserta didik yang mengerjakan tugas yang dibagikan melalui whatsapp ataupun google class. Tidak ada tolak ukur penilaian peserta didik dalam bidang etika ketika mengikuti pembelajaran, tidak ada evaluasi yang bisa dijadikan tolak ukur untuk mengevaluasi aktivitas afektif peserta didik, kontrol yang kurang dan juga tidak adanya panishmen yang efektif digunakan untuk meningkatkan bidang afektif peserta didik. hukuman secara fisik yang mendidik juga kurang bisa memberikan efek jera kepada peserta didik, misalnya model hukuman untuk menghafalkan sesuatu jika peserta didik tidak menghafalkannya akan ditambah lagi hafalannya ini tidak lagi begitu efektif peserta didik saat ini dominan acuh akan hal itu dan berfikir mudah, jika tidak dilaksanakan ditambah jika ditambah dan dirasa berat maka yasudah tidak usah sekolah. Hal ini menjadi dilematisasi guru dan juga pihak sekolah, di satu sisi ingin mencerdasakan peserta didik dan menanamkan sikap afektif namun di gampangkan oleh peserta didik dan jika memberikan hukuman untuk mengeluarkan dari sekolah maka akan ada teguran dari dinas terkait.

Ranah afektif terkadang malah menjadi tujuan utama pembentukan dalam guruan.  Hal ini misalnya ditunjukkan di pondok pesantren dimana habbituasi yang diberikan mengarah kepada pembentukan etikaul karimah santrinya. Kehidupan yang ada di pondok pesantren selama 24 jam mengharuskan santri untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan apa yang sudah diajarkan dengan pengurus yang setia memberikan pengawasan kepada peserta didik. namun ini berbeda dengan pembelajaran yang ada di sekolah dimana guru hanya memberikan beberapa jam pelajaran yang digunakan untuk membentuk etika peserta didik. dan inipun masih harus terpotong ketika masa pandemi. Jam pelajaran dikurangi, materi disederhanakan dan tujuan pembelajaran lebih mengarah kepada pemenuhan pengetahuan peserta didik saja, selebihnya dari itu guru tidak memperhatikannya lagi. Maka dari itu ini juga membuktikan kelemahan sekolah model klasikal yang dilaksanakan di Indonesia ini bahkan di seluruh dunia.

Sekolah juga demikian dimana pengembangan ranah afektif atau etika sama besarnya dengan pengembangan ranah kognitif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya aturan yang harus ditaati peserta didik demi menciptakan manusia yang disiplin dan berbudi luhur. Pemberian aturan baik tertulis maupun aturan yang sudah membudaya membuat peserta didik harus bisa mengikuti aturan yang ada dan juga tidak lupa memperhatikan aturan yang tidak terlihat, misalnya menyapa guru meskipun ini tidak masuk ke dalam aturan secara tertulis namun kesopanan kepada guru merupakan hal yang wajib dilakukan oleh peserta didik. patuh kepada guru juga harus dilakukan dimana bentuk patuh ini tidak hanya menegrjakan apa yang diperintahkan, namun mengerjakan sebaik baiknya juga menjadi bentuk kesempurnaan kepatuhan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun