Mohon tunggu...
Lintang Pualam
Lintang Pualam Mohon Tunggu... Guru - Puitis bukan hanya milik sang penyair

Lahir di Cilacap, kota indah dengan pantai yang membentang di sisi selatan pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kembali Berkumpul dengan Ibu

16 Mei 2019   21:27 Diperbarui: 17 Mei 2019   15:55 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau adalah malaikat tanpa sayap

Yang diberikan Tuhan, untukku

Terima kasih ibu

Kau telah hadir, menjagaku, menyayangiku

 

Senja di awal tahun 1999, saat mentari baru kembali ke peraduannya. Adzan maghrib sayup-sayup berkumandang dari pengeras suara mushola di kampung Waru. Aku berlari membuka pintu tergesa hendak berjama'ah sholat maghrib di mushola.

Cklek krieet  "Assalamu'alaikum"  belum sempat tangan ini meraih gagang pintu, sudah ada seseorang di seberang yang membukanya dari luar. "Siapa?" pikirku.

"Khodijah" nenekku menimpali dari belakang tubuhku serasa lekas memeluk orang yang tepat di depanku itu. "Lama sekali kau baru pulang, kenapa tak memberi kabar terlebih dahulu jika kau akan pulang hari ini?'

"Khodijah siapa?" masih ku berfikir sambil memandang bingung nenek yang masih memeluk orang tersebut dengan penuh kerinduan.

"Fatimah, mari sini sayang sapa ibumu" nenek menarik tanganku ke arah orang tadi yang ternyata adalah ibuku. Memang semenjak usiaku tiga tahun, ibuku merantau mengadu nasib mencari rezeki di negeri seberang. Sudah tiga tahun juga lamanya aku tak berjumpa dengan beliau, hanya sepucuk surat yang dibacakan oleh ayahku atau telefon yang sesekali dalam berapa bulan ku angkat untuk pelepas rindu. 

Dan hanya foto lama saat ibu SMA yang diperlihatkan ayah untuk menjawab rasa penasaranku ketika aku bertanya tentang wajah ibu. Tapi setelah bertahun-tahun tentunya ada perubahan bukan? Makanya sekarang aku pangling ketika pertama bertemu kembali.

Rindu, rindu terasa menyeruak saat aku di pelukan ibu. "Fatimah, kau sudah besar sekali nak, ibu kangen sekali padamu." Ibu mengeratkan pelukannya sambil mengelus kepalaku yang ditutup dengan kain mukena.

"Ibu kenapa baru pulang sekarang? Fatimah kangen,,,," ucapku melepaskan semua rasa rinduku.

"Ohw iya, dimana ayahmu Fatimah? Tanya ibuku.

"Ayah masih di kota bu" jawabku.

"Lagian kamu pulang tidak memberi tahu terlebih dahulu Khodijah, tahu begitu mungkin suamimu tadi yang menjemputmu" nenekku mengeluarkan unek-uneknya.

"Tak sempat tadi mbah, aku juga pulang diantar travel jadi langsung diantar ke rumah." Balas ibuku. "Ya sudah kalau begitu sudah sore, mari masuk kita sholat di rumah saja."

"Baiklah" Kami pun masuk bergegas berwudhu kembali karena waktu sholat sebentar lagi hampir habis.

***

Semburat cahaya mentari terkesan malu-malu untuk menunjukkan sinar hangatnya. Kabut tipis masih menyelimuti kampung Waru, suasana dingin dan sejuk menimbulkan orang betah berlama-lama melingkar dalam hangatnya selimut di kamar. Namun tidak dengan keluargaku, pagi-pagi nenek sudah asyik merebus air untuk menyeduh kopi dan menanak nasi. Sedang ibuku sibuk mencuci lalu memotong sayur kangkung menjadi bagian-bagian kecil. Aku hanya diam dan memperhatikan, kesibukan ibu dan nenekku.

"Fatimah" panggil ibuku lembut.

"Ya bu kenapa?" aku melihat ke ibu dengan pandangan bertanya.

"Coba Fatimah periksa tas ibu, ibu bawa oleh-oleh dari Malaysia" kata ibu dengan semangat.

"Benarkah? Apa bu?" aku terlonjak kegirangan mendengar tutur kata ibu.

"Coba saja periksa" goda ibu padaku.

Aku berlari menuju kamar yang ditempati Ayah dan Ibu, ibu mengikutiku dari belakang dan membantu menunjukkan oleh-oleh yang akan diberikan kepadaku.  Dengan perlahan ibu membuka tas dan mengeluarkan sebuah boneka beruang berkuran sedang berwarna coklat pekat.

"Tadaa,,," ibu menunjukkan boneka tersebut tepat di hadapanku, "bagaimana Fatimah suka?"

"Suka bu" kuamati boneka itu, seperti yang teman-temanku punya saat aku bermain ke rumahnya. Ku elus tangannya dan ku raih boneka itu dari tangan ibu. "Lucu bu, bisa buat teman main Fatimah, empuk lagi" ku dekap dan ku peluk erat boneka beruang itu sebagai wujud sukaku dengan pemberian ibu.

"Syukurlah kalau Fatimah suka" ibu mengelus kepalaku lebut.

"Ibu, ibu, tahu tidak teman-temanku selalu menggodaku kalau aku pulang dari TK yang menjemput itu nenek, katanya ibuku sudah tua, ya aku bilang saja kalau itu nenek bukannya ibu, ibuku kan lagi kerja kataku ke teman-teman".

Ibu hanya tertawa mendengar celotehku, namun pandangannya nanar, "maaf ya Fatimah ibu sudah pergi jauh selama ini, ibu janji akan menemani Fatimah dan tidak akan pergi jauh lagi".

"Janji ibu tidak pergi jauh-jauh lagi" aku menunjukkan jari kelingkingku pada ibu.

"Janji" ibu mengaitkan kelingking  kami berdua tanda janji tak akan pergi lagi.

"Kalau begitu ibu harus datang ke pentas seni besok, aku ingin teman-temanku tahu betapa cantiknya ibuku ini".

"Tentu sayang, ibu pasti akan datang" ibu mencolek hidungku gemas.

"Yeeey" sorakku bahagia.

"Kruyuuk" bunyi perutku mulai bergemuruh meminta jatah makan, aku tertunduk dan langsung mengelus perutku menahan malu. Ibu hanya tertawa dan mengajakku sarapan pagi. "Ayo kita sarapan pasti nenek sudah menunggu di dapur". 

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Kami menuju ke dapur disana telah ada nenek dan ayah yang buru-buru pulang dari kota setelah mendengar ibu telah sampai di rumah, kami pun memulai sarapan bersama dengan bahagia, bahagia bisa berkumpul kembali dengan orang yang kita sayangi. Meski pernah terpisah, namun kasih sayangnya tak akan pernah putus. Takkan bisa digantikan dengan harta maupun tahta. 

Hanya kasih yang tulus berasal dari hati bisa sembuhkan luka sejukkan jiwa tenangkan raga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun