"Tadaa,,," ibu menunjukkan boneka tersebut tepat di hadapanku, "bagaimana Fatimah suka?"
"Suka bu" kuamati boneka itu, seperti yang teman-temanku punya saat aku bermain ke rumahnya. Ku elus tangannya dan ku raih boneka itu dari tangan ibu. "Lucu bu, bisa buat teman main Fatimah, empuk lagi" ku dekap dan ku peluk erat boneka beruang itu sebagai wujud sukaku dengan pemberian ibu.
"Syukurlah kalau Fatimah suka" ibu mengelus kepalaku lebut.
"Ibu, ibu, tahu tidak teman-temanku selalu menggodaku kalau aku pulang dari TK yang menjemput itu nenek, katanya ibuku sudah tua, ya aku bilang saja kalau itu nenek bukannya ibu, ibuku kan lagi kerja kataku ke teman-teman".
Ibu hanya tertawa mendengar celotehku, namun pandangannya nanar, "maaf ya Fatimah ibu sudah pergi jauh selama ini, ibu janji akan menemani Fatimah dan tidak akan pergi jauh lagi".
"Janji ibu tidak pergi jauh-jauh lagi" aku menunjukkan jari kelingkingku pada ibu.
"Janji" ibu mengaitkan kelingking  kami berdua tanda janji tak akan pergi lagi.
"Kalau begitu ibu harus datang ke pentas seni besok, aku ingin teman-temanku tahu betapa cantiknya ibuku ini".
"Tentu sayang, ibu pasti akan datang" ibu mencolek hidungku gemas.
"Yeeey" sorakku bahagia.
"Kruyuuk" bunyi perutku mulai bergemuruh meminta jatah makan, aku tertunduk dan langsung mengelus perutku menahan malu. Ibu hanya tertawa dan mengajakku sarapan pagi. "Ayo kita sarapan pasti nenek sudah menunggu di dapur".Â