Mohon tunggu...
Lintang Mahindra
Lintang Mahindra Mohon Tunggu... lainnya -

yen ing tawang ono lintang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketika Dokter Bersembunyi di Ketiak Tuhan

29 November 2013   00:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:33 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kemarin, Rabu, 27 November 2013, para dokter spesialis kandungan dan kebidanan di Indonesia dan dokter-dokter lainnya merealisasikan ancaman demo dan ‘mogok kerja’ sebagai bentuk solidaritas atas vonis MA terhadap sesama rekan dokter mereka, yaitu dokter Dewa Ayu dan dua rekan sejawatnya akibat dugaan malapraktik yang mereka lakukan hingga membuat pasien, ibu melahirkan yang mereka tangani, meninggal dunia. Para dokter ini berpendapat bahwa vonis MA ini adalah sebagai bentuk dari upaya kriminalisasi profesi dokter. Argumen yang mendasari pendapat ini umumnya adalah seperti ini:

1. Dokter tidak seharusnya disalahkan atas hasil yang tidak memuaskan dari apa yang mereka kerjakan sepanjang seluruh prosedur standar telah dilakukan dan tidak ada kode etik yang dilanggar.

2. Dokter tidak seharusnya dipidanakan atas tidak sembuhnya seorang pasien atau bahkan sampai meninggalnya seorang pasien karena dokter hanyalah manusia biasa yang seprofesional apapun bisa melakukan kesalahan akibat berbagai faktor yang tidak dapat sepenuhnya mereka kendalikan.

3. Dokter tidak seharusnya dikriminalisasi karena dokter bukan Tuhan atau Malaikat yang bisa menentukan sembuh atau tidaknya, hidup atau matinya seorang pasien, karena semua adalah kuasa-Nya.

Argumen pertama dan kedua tidak ada masalah karena bisa diterima secara nalar logis, apa yang akan saya permasalahkan disini adalah argumen ketiga, argumen yang membawa-bawa Tuhan, atau Malaikat, atau makhluk-makhluk supranatural lainnya. Kita semua tahu profesi dokter adalah science-based profession, profesi dengan dasar keilmiahan. Ilmu kedokteran adalah ilmu ilmiah yang dihasilkan dari proses ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan obyektifitasnya. Seorang dokter sama seperti seorang ilmuwan, dimana mereka (seharusnya) menerapkan metode-metode ilmiah, dimana mereka menerima keluhan pasien, menyusun dugaan/hipotesis, mengumpulkan data-data akurat dan faktual dari keadaan si pasien, menyimpulkan dan memutuskan tindakan pengobatan, memeriksa/mengevaluasi ulang kembali, demikian seterusnya hingga penyakit si pasien dapat diketahui dan ditangani dengan tepat sesuai dengan ilmu kedokteran yang telah mereka peroleh. Ilmu kedokteran adalah netral dan obyektif, dimana sebisa mungkin secara professional seorang dokter harus mengesampingkan segala persepsi subyektif, tidak ada ‘perasaan’ (atau keyakinan) yang dilibatkan didalamnya, semuanya harus berdasarkan fakta.

Jadi tentu saja agak mengherankan disini, apabila tiba-tiba seorang dokter (bahkan BANYAK dokter) melibatkan pendapat yang begitu subyektif dalam argumen mereka saat melakukan pembelaan atas profesi ilmiah mereka. Ya, tentu saja, Tuhan adalah argumen subyektif, karena Tuhan tidak dapat diuji secara ilmiah, keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan dengan fakta, Tuhan adalah keyakinan pribadi masing-masing orang, yang jelas akan berbeda satu sama lain. Seseorang bisa saja meyakini Tuhan A, atau Tuhan B, atau Tuhan C, atau bahkan tidak meyakini Tuhan melainkan Dewa X, atau Dewa Y, atau Dewa Z (sebagaimana banyaknya macam agama di dunia ini), atau bahkan tidak meyakini Tuhan atau Dewa manapun alias Ateis. Itulah sebabnya mengapa argumen yang melibatkan Tuhan itu adalah argumen yang subyektif.

Ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Bisa anda bayangkan, seumpama seorang yang sakit datang kepada dokter untuk berobat, kemudian sang dokter menangani pasien dengan seenaknya, karena secara pribadi dia berkeyakinan bahwa mau sekeras apapun usaha pengobatan, toh Tuhan lah yang memutuskan, jadi buat apa melakukan prosedur yang telah ditetapkan dalam standar ilmu kedokteran? Mau tidak diobati sekalipun, kalau Tuhan memutuskan sembuh maka akan sembuh, mau diupayakan dengan berbagai macam metode penyembuhan apapun, kalau Tuhan memutuskan mati, maka akan mati. Ini jelas pemikiran yang sangat berbahaya dari seorang dokter. Profesi dokter menjadi tidak lebih dari seperti sekedar dukun, paranormal, atau profesi pengobatan abal-abal lainnya yang mengaitkan dan mengatasnamakan pengobatan dengan hal-hal mistis, non-scientific, pseudo-scientific semacam aura, cakra, tenaga Chi, penunggu pohon jambu, atau Nyi Roro Kidul.

Itulah sebabnya kenapa argumen ketiga di atas tidak seharusnya diutarakan oleh seorang (atau bahkan BANYAK) dokter. Ini seperti mengenyahkan keilmiahan dari profesi dan ilmu kedokteran itu sendiri. Saya pribadi tidak mempermasalahkan keyakinan dari seorang dokter, mau berkeyakinan apapun (atau tidak berkeyakinan sekalipun) itu adalah hak masing-masing pribadi, yang sepatutnya (dan seharusnya) tetap ditempatkan pada ranah pribadi. Seorang dokter harus dapat memisahkan antara keyakinan pribadi dengan profesi dokter yang mereka geluti, seorang dokter harus bisa memilah antara argumen subyektif dengan argumen obyektif yang menjadi dasar dari profesi mereka. Saat mereka berbaju dokter dan melakukan tugas-tugas kedokteran, dimana mereka dengan bangga dapat menyebut dirinya sebagai “Saya seorang dokter”, dan melakukan pembelaan atas science-based profession yang mereka geluti, maka seharusnya argumen subyektif harus dienyahkan, termasuk argumen tentang Tuhan. Seorang dokter tidak seharusnya bersembunyi di ketiak Tuhan.

Sedikit agak melebar, saya juga ingin menanggapi tentang demo yang mereka lakukan. Saya pribadi sangat memahami jika mereka merasa kecewa dengan putusan MA atas dokter Dewa Ayu dan kedua rekannya, atau saat muncul kekhawatiran kalau kasus ini menjadi preseden ke depan dan menjadi yurisprudensi, ketika ada kekecewaan dari pasien atas kinerja seorang dokter, mereka dapat semena-mena membawanya ke pengadilan. Maka seharusnya lah concern para dokter saat ini tertuju pada masalah ini (sekali lagi bukan melakukan pembelaan dengan bersembunyi di ketiak Tuhan). Masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh dengan jalan Peninjauan Kembali (PK), seharusnya disini mereka berjuang, menyusun argumen logis yang berdasar pada kajian standar profesi ilmiah mereka. Tentu saja melakukan aksi demo dan mogok kerja adalah hak mereka sebagai warga negara demokratis, namun alangkah bijaknya apabila itu dilakukan dengan tidak mengesampingkan tugas-tugas professional mereka yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Sangat menyedihkan ketika melihat berita-berita ketika mereka melakukan aksi demo dan mogok kerja, banyak pasien yang terlantar dan tidak tertangani sebagaimana mestinya.

So, akhirnya, SELAMAT BERJUANG DOKTER INDONESIA, jangan cuma sekedar bersembunyi di ketiak Tuhan :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun