Mohon tunggu...
Lintang Kirana
Lintang Kirana Mohon Tunggu... Lainnya - hi

treat people with kindness

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayang di Mata Dunia

7 Maret 2022   20:44 Diperbarui: 7 Maret 2022   21:14 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang Kulit. Sumber: sidomulyo-bantul.desa.id

Wayang, salah satu kesenian tradisional Indonesia yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat Jawa. Jenis wayang sangat beragam, dapat dibedakan berdasar fungsi dan bahan dasarnya. Mulai dari wayang golek yang terbuat dari kayu, di mana masih terbagi menjadi tiga berdasar fungsinya, yaitu ada golek cepak, golek purwa, dan golek modern. Kemudian ada juga wayang beber yang terbuat dari lembaran-lembaran kain, wayang beber sendiri dibedakan menjadi beberapa jenis berdasar asal mereka masing-masing, diantaranya ada beber Pacitan, beber Purwa, dan beber Kediri. Jenis wayang selanjutnya yaitu ada wayang kulit yang akan kita bahas lebih lanjut! 

Penamaan wayang kulit tentu diambil dari bahan yang mendasari pembuatan wayang tersebut, yakni terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan, dibersihkan, dan diberi sentuhan warna untuk menambah nilai estetika. Wayang kulit sendiri dimainkan oleh satu dalang atau bahkan bisa lebih. Dalang berperan untuk menggerakkan dan menceritakan kisah wayang yang sedang dimainkan, dengan iringan musik gamelan. Cerita-cerita dalam wayang biasanya mengandung makna mengenai budi pekerti, saling menghormati antar sesama manusia, hingga selipan kritikan dalam berbagai aspek, baik itu sosial, budaya dan sebagainya. Wayang kulit dikenal kental akan unsur sejarah masyarakat Jawa. Unsur-unsur Jawa sangat melekat dalam pertunjukan wayang kulit, hal tersebut dapat dilihat dari pembahasaan ceritanya yang dikemas dalam Bahasa Jawa, hingga para pemainnya mulai dalang, sinden, hingga para pemain gamelannya yang menggunakan pakaian adat Jawa. Tak heran jika wayang kulit merupakan peninggalan kesenian tradisional Indonesia yang khas sekali dengan budaya Jawa. Kekhasan wayang kulit inilah yang membawa Indonesia dikenal dunia dengan budayanya yang unik. Ketika berbicara ataupun mendengar kata "wayang" pasti yang terlintas dalam pikiran orang-orang adalah Indonesia. Wayang kulit menjadi suatu identitas Indonesia bagi masyarakat luar. Dengan begitu, secara tidak langsung wayang kulit sudah dikenal oleh dunia dan identik dengan Indonesia. 

Bukti nyata dari mendunianya wayang kulit dapat dilihat dari para Indonesianist yang banyak menuangkan pendapat, penelitian, hingga pengalaman mereka ke dalam tulisan. Salah satu tulisan dalam penelitian yang cukup menarik perhatian saya yaitu milik Yan Soon Lim (2017), asal Singapore. Dalam studinya, ia meneliti mengenai bagaimana wayang kulit memberi pengaruh pada dunia hiburan modern ini. Yan Soon Lim (2017), berfokus pada seberapa besar wayang kulit mampu mempengaruhi dunia hiburan dengan mengimplementasikan wayang dalam bentuk animasi modern. Animasi di sini bukan berarti animasi kartun yang dapat kita nikmati secara digital, namun animasi yang diterapkan dalam bentuk drama (teater), yang tentu disesuaikan dengan kemajuan zaman saat ini. Lim menuangkan pendapatnya bahwa di tengah perkembangan atau kemajuan zaman yang dialami masyarakat Indonesia, kesenian wayang ini tetap eksis dan bertahan hingga saat ini. Bahkan ia juga kagum bahwa wayang kulit dibawakan dalam Bahasa Jawa yang dirasa cukup sulit dimengerti oleh mereka yang mahir berbahasa Jawa. Dalam pernyataan ini, saya setuju dengan Lim, saya orang Jawa namun kurang mengerti sepenuhnya apa yang diceritakan oleh Dalang. Lim (2017), mengatakan bahwa salah satu wayang kulit yang dapat disesuaikan dengan zaman sekarang yaitu Wayang Hip Hop. Dimana wayang ini mengangkat unsur-unsur yang lebih modern namun tetap mengadaptasi unsur tradisional dari wayang kulit aslinya. Kemunculan wayang hip hop ini sesuai dengan teori budaya populer, yang mana dimengerti sebagai produk budaya yang diciptakan untuk pasar massa yang sesuai dengan target pasar tersebut (McQuail, 1996:36; dalam Rahayu, 2009:25).

 Namun begitu, dalam tulisannya, Lim (2017) juga menjelaskan bahwa kehadiran wayang hip hop ini menuai cukup banyak kritikan. Alur cerita dari wayang hip hop dianggap tidak menyampaikan nilai-nilai moral yang sama seperti alur cerita asli dari wayang kulit tradisional. Tak hanya itu, para Dalang yang sudah berkecimpung lama dalam pementasan wayang juga memberi kritikan bahwa tidak ada pesan moral yang bisa disampaikan kepada penonton dari pementasan wayang hip hop ini, sehingga mereka beranggapan bahwa wayang hip hop justru malah menggiring kaum muda ke arah yang tidak sesuai dengan norma-norma yang sama seperti wayang kulit tradisional. Pada pernyataan ini menurut saya ada benarnya kritikan yang diberikan oleh para Dalang, maka ada baiknya jika wayang hip hop ini mengadaptasi alur cerita dari wayang kulit tradisional lebih banyak lagi agar pesan moral di dalamnya dapat tersampaikan ke penonton dengan baik, terutama bagi kaum muda. 

Wayang Potehi. Sumber: today.line.me
Wayang Potehi. Sumber: today.line.me

Tulisan lain yang cukup menarik perhatian saya yaitu karya Josh Stenberg (2015), asal Singapore. Melalui tulisannya ia menuliskan mengenai wayang potehi atau wayang sarung sebagai bentuk ekspresi dari identitas Sino-Indonesia. Jenis wayang ini berbeda dengan jenis wayang sebelumnya, ini merupakan jenis wayang boneka yang terbuat dari kayu dan kain. Wayang potehi merupakan pencampuran antara budaya Tionghoa (Cina) dan Jawa, dimana seni pertunjukan boneka tradisional yang berasal dari Fujian (Stenberg, 2015). Potehi sendiri berasal dari kata "pou" yang berarti kain, "te" yang berarti kantong, dan "hi" yang artinya wayang. Dalam tulisannya, Stenberg (2015) menjelaskan sejarah mengenai awal kehadiran wayang potehi di Indonesia hingga eksistensinya saat ini. Pertunjukan wayang potehi ini bertujuan untuk menyampaikan rasa terima kasih, doa, hingga pujian kepada para dewa serta leluhur. 

Secara garis besar, saya setuju atas beberapa pernyataan dalam tulisan Stenberg (2015), meskipun kesenian ini merupakan akulturasi oleh kedua budaya yakni antara Tionghoa dan Jawa, namun hal ini tetap menjadi bagian dari bentuk pengekspresian serta identitas Indonesia, terutama mereka yang berdarah Sino-Indonesia. Mengapa begitu? Karena tak sedikit juga adaptasi budaya Jawa yang dimasukkan ke dalam wayang potehi ini, diantaranya ada penggunaan alat musik yang berasal dari Jawa yaitu gamelan, seperti saron, kendang, bonang, gong, bahkan hingga lagu-lagu tradisional asli Jawa pun juga digunakan dalam pertunjukan wayang potehi. Melalui contoh dua tulisan di atas, yang sama-sama membahas kesenian wayang asal Indonesia yang mendunia tentu membuka wawasan saya terhadap kebudayaan asal domilisi saya sendiri yaitu Jawa. Saya bangga dengan dikenalnya wayang sebagai identitas negara saya di mata dunia. Dari sini saya dapat menarik kesimpulan bahwa kata "wayang" tidak akan lepas dari kata "Indonesia".

Daftar Pustaka:

Gischa, Serafica. (2020, Juli). Jenis-jenis Wayang berdasarkan Bahan Pembuatannya. Diakses pada 7 Maret 2022, dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/21/144845369/jenis-jenis-wayang-berdasarkan-bahan-pembuatannya?page=all#:~:text=Wayang%20terbuat%20dari%20kulit,ini%20biasanya%20disebut%20wayang%20kulit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun