Dulu, belanja rumah tangga identik dengan beras, sayur, atau bahan pangan segar. Kini, kondisinya berbeda. Pola makan masyarakat kita telah bergeser sejak maraknya industri makanan dan minuman olahan ultra-processed food (UPF). Gaya hidup urbanisasi yang serba instan dan praktis mendorong perubahan pola konsumsi ini.Â
UPF belakangan ramai menjadi sorotan publik setelah banyak ditemukan pada menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Kemunculan UPF menjadi kontroversi karena produk pangan olahan ini dinilai tidak tidak layak diberikan kepada sasaran MBG yaitu anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Sebetulnya, ancaman apa yang tersembunyi di balik popularitas produk UPF?
Apa itu Ultra-processed food (UPF)?
Ultra-processed food (UPF) adalah produk pangan yang melalui proses industri panjang dan biasanya diperkaya dengan bahan tambahan seperti pemanis buatan, pewarna, pengawet, penguat rasa, hingga emulsifier. Contoh produk UPF adalah minuman manis dalam botol atau kaleng, mie instan, aneka snack kemasan seperti keripik, wafer, biskuit manis, hingga daging olahan seperti nugget dan sosis.
UPF cenderung mendorong konsumsi berlebihan karena produk ini bersifat praktis, easy-to-eat, dan bercita rasa enak. Sehari-hari, UPF menjadi teman saat beraktivitas santai sehingga sering dikonsumsi tanpa sadar dalam jumlah yang banyak. Pemasarannya yang masif dan persuasif menarik perhatian konsumen untuk membeli produk ini secara berulang.
Sayangnya UPF identik dengan produk yang tinggi kalori tapi minim kandungan gizi. Kandungannya sarat akan gula tambahan, lemak tidak sehat, dan garam berlebih. Tidak heran muncul protes di masyarakat ketika produk ini dijadikan menu makanan yang diberikan pada anak-anak sekolah.
UPF dan dampaknya bagi kesehatan
Mengonsumsi makanan UPF bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit serius. Sebuah kajian sistematis yang dilakukan oleh Vitale (2024) menunjukkan bahwa mereka yang banyak mengonsumsi UPF lebih berisiko mengalami obesitas (32%), diabetes (37%), dan hipertensi (32%).
Bagaimana jika ini terjadi pada anak-anak? Faktanya kcanduan terhadap konsumsi UPF diperkirakan terjadi pada 14% orang dewasa dan 12% anak-anak. Lebih mengkhawatirkan lagi, di Indonesia obesitas telah mengintai 1 dari 5 anak usia sekolah. Bayangkan jika mereka semakin akrab dengan produk UPF, kesehatan generasi kita bisa terancam.
Ancaman UPF bagi lingkungan
Proses produksi hingga distribusi UPF menyumbang emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar yang berkontribusi pada pemanasan global. Industri UPF juga menuntut penggunaan lahan luas, terutama untuk produk berbahan baku daging seperti bakso, sosis, atau nugget yang memerlukan lahan peternakan. Tekanan terhadap lahan yang tinggi berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem, mengancam keanekaragaman hayati, hingga memicu degradasi lingkungan.