Mohon tunggu...
NuMa
NuMa Mohon Tunggu... Lainnya - Day6 Enthusiast

You're the stars on your own stories

Selanjutnya

Tutup

Diary

Quarter Life Crisis: Tulisan yang Dipersembahkan untuk Diri Sendiri (Part 2)

16 September 2021   00:07 Diperbarui: 2 Desember 2021   18:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dua ribu dua puluh satu, tahun yang amat berat untuk dilalui. Awal tahun sudah banyak air mata yang tumpah ruah tak terbendung. Berpikir cepat dan mencari jalan keluar, bagaimana mengatasi hal ini? apa yang harus dilakukan?.

Keputusan mengambil pekerjaan saat itu benar - benar dibuat dengan cepat tanpa berpikir lebih, tanpa menyadari bahwa diri ingin rehat barang sebentar. 

Saat itu terpikir mungkin dengan masuk ke dalam lingkungan baru dan bertemu dengan banyak orang akan membuat diri semakin membaik dan melupakan segala gelisah yang menumpuk dihati. Tetapi, nyatanya hal itu hanya memupuk bom waktu yang akan meledak suatu saat nanti. 

Hari, minggu, dan bulan awalnya berlalu teramat mudah dan menyenangkan, tetapi kemudian segala ketakutan dan kegelisahan itu kembali dalam skala yang lebih besar, gejalanya tidak terasa pada awalnya, yang tanpa disadari rasanya diri ini selalu berpikir untuk pergi, mencari celah alasan untuk menghindari, menghindari kerumunan orang, tidak ingin bertemu dengan siapa pun dan tidak ingin bertegur sapa dengan siapa - siapa, banyak pesan teks yang tak terbaca, banyak panggilan yang dialihkan, kemudian menghilang secara perlahan. 

Setiap jam yang terlewati membuat debaran jantung terasa semakin cepat dan menyakitkan, rasa gelisah itu sudah tidak dapat dipendam. Hingga bom waktu pun meledak tanpa diduga.

Senin itu masih tampak baik - baik saja, sampai pada waktunya pikiran mulai terasa kosong dan hati kembali gelisah, air mata tumpah tanpa bisa dicegah, rasanya menyesakkan dada bahwa diri harus menahan tangis begitu lama, tanpa bisa menangis dengan kencang untuk mengutarakan perasaan gundah yang menyerang. 

Hari - hari berikutnya pun sama, air mata mulai jatuh tidak terkendali seolah bisa tumpah kapan saja. Saat itu mulai tersadar bahwa mungkin rehat adalah pilihan terbaik, istirahat total dari segala hal, namun sikap diri yang terlalu buruk dalam mengekspresikan perasaan membuat banyak spekulasi buruk bertebaran. 

Mari istirahat sebentar wahai diri, itu yang terucap kala lengah. Sembari memikirkan kembali apa yang ingin kamu bawa dalam hidupmu? kehidupan dan kebahagiaan semacam apa yang ingin kamu tuju? mungkin langkah kaki sudah terlampau jauh dari Sang Pemilik kehidupan, jadi mari manfaatkan momen ini untuk menata ulang kehidupan, merencanakan segala hal dari awal lagi, memulai langkah baru, mencari tujuan baru, mencari kembali apa yang telah hilang dan terlewati selama ini. 

dan aku akan kembali, dengan diriku yang sudah diperbaharui.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun