Jakarta Film Week (JFW) 2023 boleh jadi telah usai, namun vibesnya masih terasa hingga kini. Terutama momen Opening JFW 2023 tanggal 25 Oktober 2023. Film terbaru karya Wregas Bhanuteja yang berjudul Budi Pekerti mengundang banyak tanya di benak para penonton. Film seperti apakah ini? Mengapa judulnya Budi Pekerti? Apa maknanya budi pekerti? Dan seratus pertanyaan lainnya yang menunggu untuk dijawab ketika menonton filmnya.
Opening Jakarta Film Week 2023 dibuka dengan beberapa sambutan antara lain dari Lutesha sebagai Festival Ambassador JFW 2023, Ahmad Mahendra sebagai Direktur Perfilman, Musik dan Media, Andhika Permata sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kadis Parekraf) DKI Jakarta, Abang-None Jakarta 2023 Eckel Athana dan Lady Sarah Karjana, dan Rina Damayanti sebagai Festival Director of Jakarta Film Week 2023.
Jakarta Film Festival 2023 tahun ini mengusung tema Evolve yang dapat dilihat dari keberagaman film yang ditampilkan, program yang diusung juga sangat menarik misalnya Jakarta Film Fund 2023 yang mana menelurkan 3 film pendek yang salah satunya dibuat oleh Komik dengan judul Ngidam, producers lab, acting masterclass bersama Christine Hakim, dan beberapa diskusi melibatkan narasumber yang ahli membahas seputar pembuatan film, naskah dan juga kolaborasi dengan komunitas.
Opening JFW 2023 dengan film Budi Pekerti menurut saya merupakan pilihan yang terbaik, sebab film garapan Wregas ini juga baru saja mendapatkan kesempatan tayang perdana di ajang Toronto International Film Festival (TIFF) pada awal September 2023 dan SXSW Sydney 2023 Screen Festival Australia pada 15-22 Oktober 2023 dengan judul internasional Andragogy. Film Budi Pekerti juga baru tayang secara serentak di bioskop Indonesia mulai 2 November 2023 dan berhasil mendapatkan 17 nominasi Piala Citra Film Festival Indonesia 2023.
Menurut saya karya besutan Mas Wregas ini menarik sekali, latar belakangnya adalah Mas Wregas teringat dengan guru sekolahnya. Oleh karena itu pada film Budi Pekerti lakon yang dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti sebagai Bu Prani seorang guru Bimbingan Konseling di sebuah sekolah menjadi tokoh kunci dalam film ini.
Kisah sederhana yang diramu kemudian menjadi konflik yang berkepanjangan menjadi ciri khas film Wregas. Kalau melihat kembali ke karya beliau di Penyalin Cahaya, kita menikmati suguhan rakyat sederhana yang memang bukan siapa-siapa, bukan penguasa, hanya rakyat jelata. Konflik keluarga juga ditampilkan dalam kedua film ini, sampai kita sebagai penonton lantas ikut berpikir keras, baiknya bagaimana ya solusinya? Permasalahan lambat laun makin besar seperti efek snow ball menunjukkan kepiawaian sang sutradara dalam mengaduk hati para penonton.
Secara keseluruhan film Budi Pekerti menjawab pertanyaan saya, menyihir penonton mulai dari tawa, marah, dan juga sedih. Rasanya menonton ini jadi ikut terlarut dalam setiap lapisan emosinya, serta mengingatkan juga akan karya sutradara besar dari Iran yaitu Ashgar Farhadi. Beberapa karya dari Asghar Farhadi memiliki latar masyarakat umum, namun bisa dibalut dengan konflik yang mendalam, seperti film Budi Pekerti ini. Secara keseluruhan suka banget dengan film Budi Pekerti yang antimainstream dan akting dari para pemainnya juga melalui proses pendalaman yang panjang.
Terima kasih untuk pengalaman berharganya Jakarta Film Week 2023, semoga ada kesempatan lagi buat nonton di Jakarta Film Week tahun 2024.
