Mata saya terbelalak membaca koran Kompas pagi ini. Lagi-lagi sahabat saya, Ninok Leksono membuat kejutan. Ia dikukuhkan sebagai Rektor Universitas Multimedia Nusantara Jumat kemarin. Itulah Ninok. Sering 'menyimpan rahasia' sampai pada waktunya baru para sahabatnya mengetahui belakangan. Berbagai prestasi, penghargaan telah diraihnya, antara lain dari UNESCO Dewan Pers tahun 2009, penghargaan LIPI Sarwono Prawirohardjo, menjadi penasihat di kalangan para TNI, sampai ia menjadi tokoh wayang di gedung Opera Sydney-Australia baru-baru ini, atau ikut seminar di Rusia, Tokyo maupun NewYork, baru teman-teman dekatnya tahu belakangan. Lalu, ia tertawa terbahak-bahak dengan tubuhnya yang gempal bergerak-gerak, sambil ia membagikan segepok oleh-oleh, kemudian pasrahlah dia menerima sejuta cubitan dari kami bertiga. Kami? Ya, saya beserta Binu D. Sukaman, penyanyi soprano terkenal, dan Ade Simbolon Simanjuntak, pianis yang sering manggung di Balai Sarbini dan berbagai kedutaan adalah 'kekasih' Ninok sejak bertahun-tahun lamanya. Kami sering bertemu di berbagai rasa restoran keren maupun kelas kaki lima yang seru dan aneh-aneh (biasanya Ninok duluan yang mencari tahu penemuan barunya itu). Kami berdiskusi soal musik, drama, buku-buku baru, politik dan.. gosip artis! Ninok Leksono, siapa yang tak kenal dia. Wartawan senior koran Kompas yang pernah berpindah-pindah posisi di kantornya, jabatan di media Kompas.com dan lain-lain, menulis soal iptek, tajuk rencana, bahkan sebagai wartawan canggih yang cermat sekali membuat resensi musik, tari, dan drama untuk Kompas. Doktor Ninok Leksono bertubuh besar, namun rasa rendah hatinya juga begitu besar. Dia seringkali membuat kejutan yang membanggakan saya beserta Binu dan Ade. Rini, sang istri sudah paham betul persahabatan kami ini. Iapun sering senyum-senyum di kulum melihat banyolan dan persahabatan kakak-kakaknya bila sudah mengganggu Ninok dengan hal-hal lucu. Ninok, dalam sambutannya di hadapan bapak Jakob Oetama sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Multimedia Nusantara dan jajaran di institusi itu berkata bahwa ia siap memajukan universitas yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini. Di tangannya yang cermat dan pembawaannya yang santun tentu kelak diharapkan sekolah canggih ini akan menjadi raksasa. Ninok lulus dari ITB tahun 1975 setelah mengikuti program studi astronomi. Di Inggris, Ninok memperoleh gelar master ilmu perang dari Departement of War Studies King's College, London. Dengan jabatan baru yang disandangnya, saya, Binu dan Ade tentu saja bangga sekali. Tetapi jujur saja, kami juga bersedih karena tahu pasti jatah pertemuan kami akan berkurang lagi karena kesibukannya. Di sela-sela ia mengajar di FISIP UI sejak 1993, kesibukannya sebagai Komite Inovasi Nasional ataupun mengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, biasanya ia 'ngabur' setelah itu meluangkan waktu untuk menikmati persahabatan ini di tempat makan yang serba lezat. Sudah dua bulan terakhir ini kami sulit menyesuaikan waktu bertemu. Kalau Ninok bisa, Binu sedang manggung menyanyi, nanti Binu bisa, saya sibuk kejar tayang menulis biografi pesanan dan Ade konser piano. Begitu saja selalu. Untunglah kami tak pernah putus saling sapa lewat telepon genggam. Pagi tadi, saya sudah mulai mengganti panggilannya (dia menyebut dirinya Charlie, kami adalah 3 Angels nya), menjadi...... Tor...toooooorrrr..... Pak rektooooorrr.... Selamat pagiiiiii... Selamat berkiprah di UMN ! Oya, ngomong-ngomong, restoran terdekat dengan UMN ada yang asyik tidak ya Nin? Nanti kami bertiga yang merapat ke sana, menunggu pak rektor usai tugas.... lalu urusan makan-makan harus teteeeeeeuuuup..!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI