Di tengah riuh kehidupan, kematian selalu bersembunyi di tikungan takdir. Ia datang tanpa aba-aba, mengetuk pintu siapa saja, tak peduli tua atau muda, sehat atau sakit. Dua bulan terakhir, Perum Bukit Sukamulya Regency, Sukaluyu, Cianjur, menjadi saksi bahwa janji Allah tentang maut itu pasti.
Yang pertama adalah kabar kepergian yang meruntuhkan hati banyak orang. Ananda Fathan, siswa kelas 5 SD, berpulang setelah tertabrak saat hendak pergi mengunjungi nenek bersama ayah. Usianya masih belia, namun akhlaknya sudah begitu matang. Ia anak yang sholeh, tak pernah meninggalkan sholat berjamaah di masjid, pintar mengaji, dan mudah bergaul. Teman-temannya menaruh hormat kepadanya, dan para ibu di Perum memandangnya sebagai teladan. Kepergiannya meninggalkan ruang kosong yang sulit diisi.
Pagi ini, kabar duka kembali menyelimuti. Ibu Prapti, yang akrab disapa Uti, seorang sesepuh sekaligus penggerak pengajian ibu-ibu, wafat setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Selama hidup, beliau tak hanya membimbing dalam ibadah, tapi juga menjadi pengikat silaturahim antar warga.
Di tengah duka, ada cahaya yang menenangkan: kekompakan warga yang tak pernah luntur. Dengan penuh ikhlas, mereka memandikan, mengafani, menggali kubur, menyalatkan, hingga mengadakan tahlilan. Gotong royong itu terasa seperti doa yang hidup, yang membungkus duka dengan kasih sayang.
Kematian memberi pesan yang jelas: kita tak pernah tahu kapan waktunya tiba. Allah SWT telah mengingatkan:
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati..."
Karena itu, persiapan terbaik bukanlah menunggu, melainkan bergegas memperbanyak amal shalih, menanam kebaikan, dan menjaga hubungan dengan sesama. Rasulullah bersabda:
"Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
(HR. Muslim)
Tetangga adalah orang yang pertama kali akan mengulurkan tangan saat kita sakit, tertimpa musibah, atau wafat---bahkan sebelum keluarga jauh tiba. Mereka adalah saudara terdekat dalam kehidupan nyata.
Mari kita jaga hati agar selalu bersih, tangan agar ringan membantu, dan lisan agar lembut berkata. Sebab, saat maut menjemput, hanya amal dan doa yang akan mengiringi langkah kita.
Doa:
Ya Allah, ampunilah saudara-saudara kami yang telah Engkau panggil. Lapangkan kuburnya, terangi dengan cahaya-Mu, dan jadikan perpisahan ini sebagai pengingat untuk kami agar senantiasa siap kembali kepada-Mu dalam keadaan husnul khatimah.