Relasi, mekanisme yang sering dilupakan, adalah elemen paling krusial namun sering diabaikan. Praktik seperti pelatihan lintas fungsi, kampanye kesadaran ITG, kolaborasi antara fakultas teknologi informasi dengan unit akademik, hingga kemitraan dengan industri perangkat lunak merupakan katalisator utama keberhasilan implementasi.
Yang menarik, studi ini juga mengidentifikasi praktik baru yang muncul dari konteks universitas, seperti budaya eksperimen (test & experimentation) yang khas dalam lingkungan akademik. Universitas bisa menjadi ladang eksperimen teknologi, berbeda dengan industri yang lebih konservatif terhadap risiko. Ini adalah peluang yang harus dimaksimalkan.
Dari Model ke Aksi: Tantangan dan Peluang
Implementasi model ITG bukan sekadar mengadopsi daftar praktik terbaik. Ia menuntut perubahan cara berpikir dan cara kerja. Tantangan terbesar bukan pada aspek teknis, tetapi pada kesadaran, komitmen, dan kolaborasi antar aktor kunci---dari pimpinan universitas, staf TI, hingga dosen dan mahasiswa.
Kritik yang sering muncul adalah bahwa ITG itu birokratis, lambat, dan tidak fleksibel. Tapi justru sebaliknya---dengan tata kelola yang baik, universitas bisa bergerak lebih cepat, lebih terarah, dan lebih tangguh menghadapi tantangan digital. Kejelasan peran, transparansi keputusan, dan mekanisme evaluasi adalah nilai tambah yang tidak ternilai.
Tidak ada jalan pintas dalam menata ulang TI di universitas. Namun studi ini telah memberi fondasi yang kokoh. Model baseline ITG yang diajukan bukanlah resep instan, tapi peta jalan yang adaptif.
Penutup: Saatnya Universitas Melek Tata Kelola TI
Dalam dunia pendidikan tinggi, TI bukan hanya alat bantu, tapi mesin penggerak utama transformasi. Jika universitas ingin tetap relevan dan kompetitif, tata kelola TI yang efektif bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Sudah saatnya pimpinan universitas berhenti melihat TI sebagai cost center, dan mulai memandangnya sebagai strategic partner.
Sebagaimana disimpulkan penulis dalam studinya, universitas tidak perlu langsung sempurna dalam ITG. Namun, mereka perlu mulai---dengan kesadaran, dengan rencana, dan dengan kolaborasi. Sebab di dunia digital ini, kecepatan perubahan hanya bisa diimbangi oleh kecepatan beradaptasi. Dan tanpa tata kelola, adaptasi hanya tinggal mimpi.
Referensi :
Scalabrin Bianchi, I., Dinis Sousa, R., & Pereira, R. (2021). Information technology governance for higher education institutions: A multi-country study. Informatics, 8(2), 26. https://doi.org/10.3390/informatics8020026
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI