Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Meskipun Google Sangat Pintar, Ia Tak Pandai Mengajar

28 Mei 2020   17:04 Diperbarui: 29 Mei 2020   06:08 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pexels.com/Julia M. Cameron

Jika aneka pilihan yang muncul secara tak sengaja sebagai hasil pencarian ternyata lebih menarik perhatian sang anak, bisa jadi anak-anak akan nyasar berkunjung ke sana. Sesuatu yang menarik tentu akan membuat mereka betah, dan esok hari akan kembali dijelajah. Maka, kegiatan belajar seketika menjadi ambyar.

Bila pilihan yang diambil sekadar belajar memainkan gitar atau belajar merangkai bunga segar, tentu bukan suatu masalah besar, meskipun tak sesuai dengan tujuan yang hendak disasar.

Namun coba bayangkan bila yang membikin hati anak-anak terkesan, misalnya belajar merakit petasan. Atau hiburan-hiburan yang tak sesuai dengan usia mereka yang belum mencapai belasan. Rencana awal belajar bisa mendadak buyar.

Tak Ada Sentuhan
Satu lagi hal yang tak bisa Google berikan kepada anak-anak kita. Ia adalah sentuhan. Soal pentingnya 'sentuhan' dalam pengasuhan anak, rasanya saya belum pernah menemukan orang yang menolak keyakinan itu.

Seorang penulis buku-buku masalah keluarga, Mohammad Fauzil Adhim, menggambarkan besarnya manfaat sentuhan orangtua bagi anak-anak dengan amat memikat.

Dalam sebuah buku yang berjudul "Saat Berharga untuk Anak Kita", Fauzil Adhim mengisahkan pertemuannya dengan seorang anak yang tampak linglung, wajahnya tidak memancarkan semangat, dan ia kelihatan seperti menderita keterbelakangan mental.

Selanjutnya penulis buku itu menyatakan bahwa sebetulnya anak berusia sekitar delapan atau sembilan tahun itu normal. Kemungkinan pola pengasuhan orangtuanya yang telah 'melenyapkan' semangat dan keceriaan khas anak-anak pada dirinya. Memangnya seperti apa model pengasuhan orangtuanya?

Secara ringkas, diceritakan bahwa orangtua si bocah membiarkan anak mereka menghabiskan hingga sepertiga dari usianya di depan layar permainan elektronik yang sarat kekerasan. Kedua orangtua si bocah sibuk bekerja, dan ketika tiba di rumah telah kehabisan energi dan kemauan untuk sekadar memberikan usapan.

Mereka memilih untuk menyediakan setumpuk film dan sarana memainkan gim elektronik yang komplit demi menenangkan sang anak. Tujuan akhirnya tiada lain agar orangtua bisa beristirahat dengan tenang tanpa 'gangguan' yang bersumber dari anak-anak.

Memang kisah dalam buku berlabel best seller itu tidak bisa secara tepat menggambarkan topik yang tengah kita bahas ini. Kondisi si anak dalam kisah itu sudah akut. Namun tentu saja si bocah tidak secara tiba-tiba berada pada keadaan yang parah.

Terdapat sebuah persamaan yang terjadi pada kedua kasus, yakni tidak adanya sentuhan orangtua bagi anak-anak. Tanpa sentuhan orangtua, sangat mungkin ketersesatan anak dalam rimba internet seperti yang saya sampaikan di atas, akan semakin dalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun