Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Apakah Istri Anda Bekerja?

20 Januari 2019   06:53 Diperbarui: 21 April 2020   15:07 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.haibunda.com

Setelah sekian lama memanfaatkan jasa baby sitter atau asisten rumah tangga, beberapa tahun terakhir kami tidak menggunakannya lagi, kecuali hanya untuk urusan cuci, setrika dan kebersihan rumah. Kami menginginkan anak-anak yang lebih dekat kepada orangtua dibandingkan kepada orang lain.

Sumber gambar: tribunnews.com
Sumber gambar: tribunnews.com
Sudah Sibuk Sejak Pagi Buta

Seorang ibu rumah tangga harus bangun tidur paling awal dibandingkan anggota keluarga yang lain. Selepas salat Subuh, di saat yang lain masih bisa bersantai dengan caranya masing-masing, ia sudah harus sibuk ber-kelontang-kelonteng dengan perkakas masaknya di dapur.

Pada saat yang sama, sering kali pula ia harus teriak-teriak atau menggedor-gedor kamar anak-anaknya mengingatkan apakah mereka telah menyiapkan pakaian dan perlengkapan sekolah mereka.

Sembari mengaduk sayur atau menggoreng telur, mulut si ibu tak henti-hentinya membujuk anak-anak agar segera beranjak ke kamar mandi. Jadi harus maklum kalau sesekali warna telur dadar agak kehitaman dengan bau asap menyengat karena gosong.

Kelar urusan dapur belum berarti usai sudah tugasnya. Sarapan anak-anak bisa menjadi batu sandungan berikutnya. Ada saja kemungkinan anak-anak tidak berkenan dengan sarapan yang telah disiapkan ibu mereka. Maka, dibutuhkan kemampuan negosiasi tingkat tinggi untuk mengatasi problem yang satu ini.

Setelah mampu melewati tugas mengisi energi kami, persiapan anak sekolah menjadi tantangan berikutnya. Meskipun telah diingatkan berkali-kali, adakalanya anak tetap melupakan sesuatu yang seharusnya menjadi kewajibannya. Misalnya, pensil yang belum diraut, buku pelajaran yang terselip entah di mana, atau kaos kaki yang hilang sebelah.

Bahkan tak jarang anak baru ingat belum mengerjakan PR di pagi hari, beberapa saat menjelang berangkat sekolah. Kalau sudah begini, sang ibu akan semakin empot-empotan berkejaran dengan waktu sekolah yang semakin sempit.

Akhirnya usai sudah hiruk-pikuk ibu rumah tangga di pagi hari. Namun, hal itu tidak berarti ia sudah bisa bernafas lega. Sebab tugas selanjutnya tak kalah banyak dalam urusan lain yang tak kalah menguras emosi dan tenaga. Tugas itu adalah mengantar anak-anak ke sekolah.

Beberapa kali saya mendengar cerita istri saya kala itu. Ketika waktu sudah sangat pas-pasan untuk memburu jam masuk sekolah, eh masih juga ada yang ketinggalan, penggaris atau penghapus. Bahkan pernah pula sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah, salah seorang anak lupa memakai sepatu!

Itu baru sepenggal saja cerita ibu rumah tangga di pagi hari. Sementara itu, hari-hari sibuk yang harus dilaluinya adalah dari pagi hingga pagi lagi. Dan, "ritual" yang demikian akan dijalaninya tujuh hari dalam seminggu, selama hampir setahun penuh.

Jika seorang pegawai kantoran mempunyai hak untuk menjalani cuti selama beberapa hari dalam setahun, seorang ibu rumah tangga tidak pernah memiliki hak itu. Pekerjaan rumah tangga tak ada matinya. Dan bila seorang pegawai kantoran seperti saya memiliki substitusi, tidak ada orang lain yang bisa menggantikan peran ibu rumah tangga sebaik dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun