Setiap pagi, ketika waktunya sarapan pagi tiba untuk digelar di atas meja, aku akan menawarkan padamu,"Bagaimana dengan sepotong omelette?"
Engkau akan menampik tegas,"Tidak. Aku tak suka omelette. Bikinkan aku dadar telur saja."
Aku mulai memecahkan sebutir telur berkulit putih mulus, membumbuinya dengan rempah sesempurna parasmu. Kemudian, diikuti tarian bertabur lada, garam, juga sedikit penyedap. Tak lupa, kutambahkan dengan irisan jamur kancing yang telah kurebus lebih dahulu tadi malam.
Takkan ketinggalan kereta, adalah rajangan daun bawang. Beberapa belas serpihan yang mengaplikasikan dua warna bawaan tempatnya tumbuh, yakni putih dan hijau. Putih berasal dari tempatnya mengakar di bawah tanah, sedangkan hijau adalah klorofil daunnya yang selalu membutuhkan siraman sang surya di atas sana.
Aku memastikan semua teraduk merata, dengan angka 'mean' adonan atas beberapa mikron.
Aku memasaknya di wajan pipih dengan sedikit olesan mentega, ya mentega. Aku tahu engkau lebih suka mentega daripada margarin.
Mencampur dengan sedikit susu cair, menjadi bagian terasyik bagiku.
Percayakah kau, bahwa resep rahasia ini kutiru dari seorang chef di hotel berbintang lima?
Aromanya mulai menggoda indra, harum khas yang menggantung di udara. Asapnya mengalir ke berbagai arah, bagai suku Indian yang menandak-nandak.
Aku tertawa tertahan melihat reaksimu atas proposalku tentang aroma gurih yang kuajukan.
Inilah, kekasihku, hidangan yang kujampi dengan cinta.