"Antek asing", "asing aseng"... dua kata itu sering saya dengar saat ini di kolom komentar atau postingan status di media sosial yang mengarah kepada presiden Jokowi. Sejak terpilih menjadi orang nomor 1 RI, pria asal Solo ini kerap jadi bulan-bulanan netizen yang memuji maupun membulinya. Ia dituduh asing dan aseng karena dianggap pro kepada asing dalam pengelolaan kekayaan alam RI.
Tiga tahun masa kepemimpinannya, memasuki tahun ke-4 ia membuat gebrakan yang merontokkan tuduhan "asing dan aseng" yang disematkan kepadanya. Tiga tambang minyak terbesar di negeri ini, yang sudah sekian lama dikelola oleh perusahaan asing kini berada dalam pengelolaan BUMN kita. Tambang Grasberg, Blok Rokan dan Blok Mahakam telah kembali dikelola oleh BUMN kita. Bukan hal mudah merebut sesuatu yang sudah berjalan stabil sejak lama.
Berapa kas negeri yang terselamatkan dan berapa peluang keuntungan besar  bisa negara kita kelola demi hajat hidup rakyat kita sendiri.
Sekian lama bangsa kita terlena hanya menjadi bagian kecil dari kepemilikian tambang-tambang raksasa ini. Dengan fee yang tak seberapa kita rela hasil bumi kita dikeruk oleh pihak asing. Ini adalah janji seorang capres 5 tahun yang lalu, mengembalikan saham PT. Freeport kepada BUMN. Tapi ada bonusnya, Blok minyak Rokan dan Mahakam juga diambil alih pengelolaannya ke PT. Pertamina.
Lobi divestasi saham PT. Freeport MacMoran sudah berlangsung selama3,5 tahun. Meskipun berjalan alot dan banyak pihak membisiki untuk membatalkan langkahnya, presiden Jokowi tetap mantap pada keputusannya. Pucuk dicinta, 51,23% pun telah dimiliki oleh negeri kita melalui BUMN PT. Inalum. Sesuai janji Jokowi, saham yang didivestasi kemudian akan dibagi dua menjadi 41,23% milik PT. Inalum dan 10% milik propinsi Papua.
Rupanya langkah Jokowi ini pernah diikuti oleh SBY tapi tidak membuahkan hasil. Ma'ruf MD mengatakan bahwa SBY sempat mencoba mendivestasi saham Freeport 50% ke Indonesia tetapi justru menuai ancaman dari pihak Freeport.
Dua blok tambang minyak terbesar yang ada di bumi Kalimantan dan Sumatera dikembalikan pengelolaannya lagi kepada PT. Pertamina. Ini merupakan langkah panjang perjuangan mengembalikan aset minyak negara kepada rakyat setelah pembubaran mafia migas, Petral sejak tahun 2015 lalu.
Pembubaran Petral sudah menyelamatkan kas negara sebanyak 250 milyar per harinya. Selain itu, pengalihan dua blok minyak terbesar, masa depan sumber daya energi negeri kita terselamatkan meskipun banyak lagi tugas menanti seperti energi terbarukan yang tidak kunjung ditemukan alternatif baru.
Jokowi juga masih memiliki tugas panjang menasionalisasi tambang-tambang batubara yang operasionalnya di Indonesia didominasi pihak asing. Semoga saja tercapai.... Tapi jangan kaget, guncangan ekonomi global tetap akan membawa tenaga kerja dan investasi asing ke Indonesia. Semua perkembangan zaman bisa disikapi dengan bijak tanpa harus bersuudzon asing dan aseng.