Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Contekan" Debat dan Perang Cuitan

21 Januari 2019   19:25 Diperbarui: 21 Januari 2019   20:46 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kamis, 17 Januari 2019 malam masyarakat disuguhkan tontonan sekitar 90 menit yang bisa memantapkan hati mereka memilih calon pemimpin untuk lima tahun kedepan. Ini kali kedua Jokowi dan Prabowo diadu dalam ajang ini. Lima babak akan dilewati kedua pasang calon (paslon) ini, Jokowi dan Ma'ruf serta Prabowo dan Sandiaga. Ibaratnya, ini adalah debat pembuka, pemanasan juga untuk babak-babak selanjutnya. Pasca 90 menit yang luar biasa ini, kesan pun tercipta di benak para pengamat politik dan masyarakat dengan berbagai latar belakang.

Di era digital dan serba nirkabel ini, semua siaran di media elektronik tak luput dari kejaran komentar masa di jagad maya. Netizen, kini mereka selalu yang terdepan dalam memberikan pandangan. Pasca debat selesai, ramai reaksi dari netizen yang menyatakan kekecewaan. Mereka menganggap debat kali ini tidak menarik dan kaku. Pasca debat, media sosial dipenuhi dengan berbagai komentar dan hastag seputar debat pilpres 2019.

Saya yang menyaksikan debat lewat layar televisi di rumah juga merasakan atmosfir monoton dan jawaban yang kurang mengalir. Sesekali terlihat di antara kedua paslon yang menatap ke arah kertas di bawah meja podium saat sedang menjawab atau merespon.

Setiap kali pertanyaan diajukan kedua paslon seperti mengulang apa yang sudah disampaikan sebelumnya. Saya menangkap pesan dari pemandu debat Ira Koesno yang sempat berkata, "jawablah dengan spontan... ingat ini debat, bukan pidato." Mungkin perkataan Ira Koesno itu juga sebagai reaksi atas sempitnya jawaban kedua paslon ini.  

Kebijakan KPU yang memberikan kisi-kisi pertanyaan debat rupanya berefek pada ketidakpuasan pemirsa sekaligus calon pemilih di Pilpres 2019 kelak. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun meminta KPU untuk melarang kedua paslon membawa kertas 'contekan' untuk dibaca selama debat berlangsung. Menurut Fahri Hamzah, debat perdana capres di Pilpres 2019 ini masih kalah seru dibanding cerdas cermat anak sekolah.

Feri Amsari, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Padang juga berkomentar, "Inilah akibatnya bila pertanyaan sudah diberikan kepada para calon. Debat menjadi kurang menarik karena para calon seperti menghapal jawaban mereka."

Menurut Fahri, debat yang dilangsungkan di hotel Bidakara itu masih belum layak menjadi sarana untuk menilai kemampuan capres dan cawapres yang ada. "Ini tak layak untuk memilih Capresl Indonesia, calon kepala negara yang begini besar. Kalau begini kan nggak usah dia, yang lain juga bisa dong. Artinya kalau begini caranya, orang nggak perlu punya pengetahuan karena dia membaca tulisan orang. Ini yang saya kira menyedihkan dari debat ini yang saya kira sangat menyedihkan dari debat ini," kata Fahri.

Sebuah cuitan Fahri pun beredar dan berisi,"Calon presiden tidak perlu dibantu atau dilindungi dalam debat. Biarkan mereka ditelanjangi oleh kata-kata mereka sendiri. Mereka jangan lagi membaca tulisan orang biar keluar apa yang sebenarnya ada dalam kepala, dalam hati dan dalam impian mereka. Janga dibela!"

Paslon Jokowi dan Ma'ruf Amin di beberapa cuitan dan komentar netizen mendapatkan tudingan bahwa mereka memanfaatkan contekan dalam debat.

Ruhut Sitompul menjelaskan mengapa Jokowi sesekali membaca catatan yang ia bawa di dalam debat. Menurut Ruhut, catatan yang dibawa Jokowi itu berisi data yang akan dia sampaikan. Untuk membuat pernyataannya akurat dan meminimalisir kesalahan maka Jokowi perlu melihat ke catatan.

"Pak Jokowi pakai catatan semua yang disampaikan dengan data jadi faktanya akurat bukan contekan," ucap Ruhut dalam cuitannya. Ruhut justru berbalik mengomentari Prabowo soal perkataan Prabowo bahwa Jawa Tengah itu lebih besar dari Malaysia. "Hanya yang suka bohong dan fitnah memuji Pak Prabowo ngomong sesukanya tidak dengan catatan. Akibatnya, Malaysia yang 10 X lebih luas dari Jawa Tengah menjadi sama luasnya," tulis Ruhut dalam akun Twitternya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun