Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Peringatan Hari Anti Korupsi Dunia 2019, Lawan Korupsi dan Krisis Iklim

9 Desember 2019   06:00 Diperbarui: 9 Desember 2019   10:31 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan ketika membuka peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Hakordia) tahun 2018 lalu di Jakarta, Selasa (4/12/2018). | Sumber: ANTARA/Wahyu Putro A

Hari Anti Korupsi Dunia Diperingati pada 9 Desember 2019. 

Hari ini, tepatnya tanggal 9 Desember 2019, kita memperingati Hari Anti Korupsi Dunia. Ini adalah hari yang diperkenalkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) agar kita melawan korupsi untuk mewujudkan kesejahteraan warga dunia secara berkelanjutan.

Data terkait korupsi dunia yang dirilis Transparency International (TI) pada 2019 menunjukkan bahwa setidaknya US $ 1 trilyun telah dibayarkan untuk suap dan sekitar US $ 2,6 triliun dirampok koruptor.

Secara total, sekitar lima persen (5%) dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia per tahun dikorupsi dengan cara melanggar hukum dan melibatkan perdagangan manusia, narkoba dan senjata api. 

Sementara itu, korupsi yang terjadi di negara berkembang diperkirakan 10 kali lebih banyak dari jumlah bantuan dana pembangunan development aid. 

Ini belum termasuk penghindaran pembayaran pajak dan berbagai bentuk penyalahgunaan dana yang seharusnya dipergunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit dan infrastruktur penting bagi kesejahteraan masyarakat.

Wajar bagi kita selaku warga dunia untuk marah akan hal ini. Korupsi bukan hanya merusak kualitas hidup masyarakat, tetapi juga mengancam masa depan anak cucu dan generasi yang akan datang. 

Pesan di atas adalah inti dari pidato tertulis Sekjen PBB, Antonio Guterres dalam Peringatan Hari Anti Korupsi Dunia 2019, yang mengajak warga dunia, termasuk kalangan muda, untuk bekerja secara inovatif melawan korupsi dan melindungi sumber daya alam dari perubahan iklim yang mengancam dunia. 

Tanpa merespons isu korupsi, perubahan iklim sulit dikelola. Materi pidato itu dapat diperoleh pada website PBB di sini.

Peringatan Hari Anti Korupsi Dunia tahun ini mengambil tema mendorong aksi bersama untuk merespons isu lingkungan hidup dan perubahan iklim sebagai syarat, sebagai bagian dari upaya melawan praktik korupsi.

Ilustrasi Kebakaran Hutan dan Dampaknya Kepada Masyarakat (Foto: Sentinel.com)
Ilustrasi Kebakaran Hutan dan Dampaknya Kepada Masyarakat (Foto: Sentinel.com)
Apa Urusan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kita dengan Korupsi?

Beberapa hal di bawah ini adalah beberapa aspek lingkungan dan perubahan iklim yang bertautan dengan korupsi. 

1. Kebakaran Hutan. Ingatkah pembaca dengan kebakaran hutan (Karhutla) di Kalimantan, Bengkulu, dan Riau yang memuncak pada beberapa bulan yang lalu? Terdapat beberapa artikel yang saya telah tulis terkait hal ini, antara lain dapat dilihat di sini dan di sini. 

Kedua artikel di atas menunjukkan adanya tautan antara isu politik pembangunan, keadilan lingkungan, pembakaran hutan oleh korporasi, yang terbukti signifikan secara empirik melibatkan tindak korupsi. 

Korban nyawa bergelimpangan, perempuan dan anak-anak menjadi korban terbesar. Kerugian ekonomi dan finansial atas punahnya hutan beserta ekosistemnya belum tuntas dihitung. Padahal, tautan persoalan persoalan karhulta dan korupsi itu telah terbukti bukan hanya di Indonesia, melainkan juga secara global. 

Sebetulnya, dalam kaitannya dengan isu kebakaran hutan dan korupsi perhutanan, KPK sempat menawarkan untuk menyertakanya ke dalam agenda pemberantasan korupsi. Namun, rencana ini belum lagi terdengar tindak lanjutnya. 

2. Emisi karbon Indonesia. Indonesia adalah penghasil emisi gas sejumlah 2,4 miliar ton Co2 di tahun 2015 (Potsdam Institute for Climate Impact Research). Produksi emisi karbon ini terjadi karena penggunaan lahan, koversi lahan dan hutan atau sering disebut "land use, land-use change and forestry (LLUCF). 

Jumlah yang diperkirakan adalah sekitar 4,8% dari emisi dunia per tahun ini berfluktuasi, tergantung dari besarnya kebakaran hutan di area gambut kita. Di bawah ini adalah data yang dikumpulkan oleh carbonbrief sejak 2000 sampai dengan 2016. Data ini diterbitkan pada 2019. 

Tren Emisi Karbon Indonesia (sumber: carbonbrief.org)
Tren Emisi Karbon Indonesia (sumber: carbonbrief.org)
Dengan besarnya produksi emisi karbon per tahun ini menjadikan kerangka kerja penurunan emisi karbon yang Indonesia tawarkan melalui rencana penggunaan tanah dan rencana spasial, konversi enerji dan perwujudan enerji bersihn dan terbarukan dan pengelolaan sampah dianggap tidak memadai. 

Apalagi kenaikan emisi karbon Indonesia dinilai lebih cepat dari yang diestimasikan. Bahkan untuk tahun 2030, produksi emisi karbon kita diperkirakan akan mencapai dua kali lebih besar dibandingkan produksi pada tahun 2014.

Perkembangan Kebun Sawit Indonesia. Persoalan perkembangan perkebunan kelapa sawit yang cepat juga menjadi catatan aktivis lingkungan. 

Sejak tahun 2000 sampai 2015, Indonesia telah kehilangan sekitar 498.000 hektar hutan per tahun, yang menjadikan Indonesia menjadi negara terbesar kedua dalam hal deforestasi setelah Brazil. Deforestasi ini melibatkan pembakaran hutan oleh swasta yang menyebabkan polusi berupa asap di sepanjang ladang gambut kita.

Pada saat debat dan kampanye pemilu calon presiden di Februari 2019 yang lalu, kita hampir tidak mendengar apa komitmen masing-masing calon pasangan presiden terkait perubahan iklim. 

Meskipun pada tahun 2018 telah dilahirkan Inpres Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, namun ancaman akan adanya deforestasi lebih buruk dikhawatirkan akan terjadi.

Ini karena sekitar seperempat dari tanah gambut kita telah dilelang untuk peruntukan kebun kelapa sawit di tahun 2015 dan karenanya pemerintah harus menukarnya dengan tanah yang belum dilindungi peruntukannya (dilansir dari sini). 

Saya duga tanah yang dimaksud adalah hutan atas penggunaan lain (APL) yang pada umumnya berada di Kalimantan. 

Akhir-akhir ini muncul berita tentang negosiasi "tarik-tarikan antara isu kelapa sawit Indonesia dengan Uni Eropa, yang kemudian membawa serta isu potensi pembatalan pemesanan pesawat terbang Airbus (CNCB Indonesia, 3 Desember 2019). Ini adalah isu tersendiri, namun akan punya tautan penting. 

Wacana penghapusan AMDAL dan IMB. Wacana pemerintah menghapus AMDAL dan IMB untuk alasan memangkas aturan usaha dinilai membawa risiko pada kondisi lingkungan. 

AMDAL perlu dimaknai sebagai dokumen yang memastikan jaminan atas keselamatan dan tersedianya ruang partisipasi bagi masyarakat dalam proses pembangunan. 

Sementara itu, wacana ini ada karena terdapat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 24/2018 tentang pengecualian kewajiban menyusun AMDAL untuk usaha/kegiatan yang berlokasi di daerah kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detai tata ruang (RDTR). 

Padahal RDTR baru mencakup tujuan peruntukan zonasi tata ruang dan belum membahas detail proyek apa yang akan dijalankan. Oleh karenanya, RDTR tak bisa menggantikan AMDAL dan IMB. Seharusnya, ketiga dokumen ini saling melengkapi dan menguatkan.

Penegakan hukum kasus korupsi. Dari sekitar 1000 orang koruptor yang ditahan, telah terdapat beberapa yang mendapat grasi dengan alasan kondisi rutan yang tidak nyaman. KPK sempat mengusulkan sebaiknya kondisi rutan yang diperbaiki, tinimbang koruptornya yang diberi grasi. 

Pendanaan Pembangunan. Secara khusus, TI menuliskan bahwa secara global, komitmen pendanaan pembangunan untuk tujuan adaptasi dan mitigasi iklim melalui enerji terbarukan, transportasi berkelanjutan, dan rumah pengungsian penyintas banjir bandang mencapai lebih dari US $ 100 miliar per tahun sampai dengan tahun 2020. 

Dari jumlah tersebut, sekitar US $ 600 juta per tahun adalah didanai oleh anggaran nasional negara terkait.

Sayangnya, dana yang seharusnya sangat bermanfaat bagi kelompok miskin malah berada dalam risiko karena dikorupsi. Dan, celakanya, negara yang paling rentan terdampak perubahan iklim adalah mereka yang memiliki tingkat korupsi tinggi yang dilakukan oleh pejabat publiknya. 

Dana yang seharusnya dipergunakan untuk merespons perubahan iklim malah masuk rekening pribadi atau disia-siakan untuk proyek yang hanya memberi manfaat bagi segelintir orang.

Kematian Aktivis Lingkungan. Belum lama ini kita dikejutkan dengan kematian aktivis HAM dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Golfrid Siregar yang menyisakan teka-teki. 

Golfrid diberitakan mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, pada 6 Oktober 2019 setelah sempat hilang beberapa saat sebelumnya (Detik 8 Oktober 2019). 

TI sempat melaporkan bahwa ketika korupsi merajalela dan penegakan hukum lemah, kelompok pembela kasus perhutanan dan linkungan juga berada dalam bahaya. 

Selama 15 tahun terakhir, TI mencatat 1.500 orang yang terdiri dari petani, aktivis, pembela, dan jurnalis yang meninggal karena mengupayakan pembelaan hak lingkungan dan tanah yang hilang. Ketika kelompok ini terancam nyawanya karena harus menghadapi pihak yang berkuasa, korupsi menjadi lebih sulit untuk dilawan.

Bagaimana Kita Mencegah dan Memberantas Korupsi atas Dana untuk Merespons Perubahan Iklim? 
Korupsi atas dana yang seharusnya dipergunakan untuk membangun sektor yang berkaitan dengan kelestarian sumber daya air dan enerji serta hutan terus terjadi. 

Bank Dunia mengestimasi proporsinya mencapai sekitar 20 sampai 40% dari total dana. Sementara, jumlah yang dikorupsi atau dicuri dari kegiatan perhutanan mencapai antara 50 sampai 90%.

Jadi, bisa dikatakan bahwa secara global, dana pembangunan perhutanan hampir tak berbekas. Belum lagi adanya anggaran sebesar US $ 1 milliar yang dikeluarkan oleh 5 perusahaan migas terbesar dunia yang dikeluarkan untuk "biaya negosiasi" dan rebrainding sejak adanya Perjanjian Paris. 

Ini menjadi persoalan genting. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? 

Pertama, kita perlu mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam upaya merespons perubahan iklim. Ini termasuk dalam hal dana yang dikeluarkan oleh industri besar migas berbahan fosil.

Kedua, kita perlu mendorong partisipasi warga negara, dalam hal ini masyarakat sipil, untuk berbicara soal isu lingkungan, perhutanan dan perubahan iklim dengan lebih sistematis melalui pengawasan. 

Pengawasan ini diarahkan pada akuntabilitas pemerintah dan pelaku bisnis dalam merespons isu lingkungan dan perubahan iklim. 

Juga, pengawasan perlu dilakukan pada kandidat Pemilu Presiden, Pilkada, dan Pemilu legislatif agar mereka tidak didanai oleh perusahaan perusahaan yang terbukti merusak lingkungan atau melakukan korupsi dan suap dalam mengoperasikan bisnisnya.

Ketiga, kita meningkatkan upaya penegakan hukum atas isu lingkungan maupun tindakan kekerasan pada aktivis lingkungan. Mampukah negara menjamin ini?

Persoalan korupsi dalam kaitannya dengan isu perubahan iklim adalah persoalan serius, dan untuk itu, komitmen negara dan aksi bersama harus dilakukan. 

Mungkinkah harapan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang agar Presiden Jokowi hadir pada peringatan Hari Anti Korupsi Dunia terlaksana, sehingga para Komisioner periode 2014 - 2019 dapat bersalaman untuk kali terakhir sebelum para Komisioner periode 2019 - 2024 menggantikannya?

Sebagai warga negara, saya turut deg-degan. Lalu bagaimana sikap kita pada ajakan PBB pada peringatan Hari Anti Korupsi Dunia ini? 

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun